PENDAHULUAN
·
TEORI PERMINTAAN DALAM EKONOMI
ISLAM
Dalam
kajian ekonomi secara mikro, pembahasan didasarkan pada perilaku individu
sebagai pelaku ekonomi yang berperan menentukan tingkat harga dalam proses mekanisme
pasar. Mekanisme pasar itu sendiri adalah interaksi yang terjadi antara
permintaan (demand) dari sisi konsumen dan penawaran (supply) dari sisi
produsen, sehingga harga yang diciptakan merupakan perpaduan dari kekuatan
masing-masing pihak tersebut. Oleh karena itu, maka perilaku permintaan dan
penawaran merupakan konsep dasar dari kegiatan ekonomi yang lebih luas.
“Permintaan dan penawaran adalah dua kata yang paling sering digunakan
oleh para ekonom, keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat
perekonomian pasar bekerja. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana kebijakan atau
peristiwa akan mempengaruhi perekonomian, terlebih dahulu Anda harus memikirkan
pengaruh keduanya terhadap permintaan dan penawaran.
Pandangan
ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif
sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu
untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi
islam, norma dan moral “islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi,
merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam
melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi
berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.
a. Konsep permintaan dalam Islam
menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan,
dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam
Surat Al-Maidah ayat 87, 88 :
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan
yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Oleh
karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal,
barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan
konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan.
b. Dalam motif
permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang
tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh
nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan
nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia.
c. Permintaan Islam bertujuan
mendapatkan kesejahteraan atau kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan
dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan
akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal
untukkehidupan akhirat.
·
Ibnu Khaldun
Selain, Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah
dan al-Ghazali, intelektual muslim yang juga membahas teori harga adalah Ibnu
Khaldun. Di dalam Al-Muqaddimah, ia menulis secara khusus bab yang
berjudul, “Harga-harga di Kota”. Ia membagi jenis barang kepada dua macam, pertama,
barang kebutuhan pokok, kedua barang mewah. Menurutnya, bila suatu kota
berkembang dan populasinya bertambah, maka pengadaan barang-barang kebutuhan
pokok mendapat prioritas, sehingga penawaran meningkat dan akibatnya harga
menjadi turun. Sedangkan untuk barang-barang mewah, permintaannya akan
meningkat, sejalan dengan perkembangan kota dan berubahnya gaya hidup.
Akibatnya, harga barang mewah menjadi naik
A. PENGERTIAN
PEMBAHASAN
Permintaan adalah sejumlah barang
yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan
pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada
suatu harga dan waktu tertentu.
Contoh
permintaan adalah di pasar kebayoran lama yang bertindak sebagai permintaan
adalah pembeli sedangkan penjual sebagai penawaran. Ketika terjadi transaksi
antara pembeli dan penjual maka keduanya akan sepakat terjadi transaksi pada
harga tertentu yang mungkin hasil dari tawar-menawar yang
alot.
TEORY PERMINTAAN DAN
PENAWARAN IBNU KHALDUN
Siapa
tak kenal Ibn Khaldun. Bagi dunia Islam ia adalah seorang ulama ternama,
sedangkan bagi para ekonom ia dikenal sebagai salah seorang bapak ilmu ekonomi.
Ahli sejarah ekonomi terkemuka, Joseph Schumpeter, mencatat nama Ibn Khaldun di
dua tempat dalam bukunya History of Economic Analysis.
Karya
monumental Ibn Khaldun adalah Al-Muqaddimah yang menjadi sumber dari berbagai
ilmul sosial seperti sejarah, psikologi, geografi, ekonomi, dan sebagainya.
Ulama yang lahir di Tunisia (1332) dan wafat di Kairo (1406) ini juga diakui
oleh penasihat ekonomi Presiden Reagen sebagai inspirator teori pajak yang
dikenal dengan nama "Kurva Laffer".
Di dalam Al-Muqaddimah , Khaldun menulis secara khusus satu bab berjudul
"Harga-Harga di Kota-Kota". Ia membagi jenis barang menjadi barang
kebutuhan pokok dan barang mewah. Nah, menurut dia, bila suatu kota berkembang
dan selanjutnya populasinya akan bertambah banyak, maka harga- harga barang kebutuhan
pokok akan mendapat prioritas pengadaannya. Akibatnya penawaran meningkat dan
ini berarti turunnya harga. Sedangkan untuk baarang-barang mewah, permintaannya
akan meningkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup.
Akibatnya harga barang mewah meningkat.
Ibn
Khaldun juga menjelaskan mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan
harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan pengaruh persaingan di
antara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Setelah itu ia
menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya produksi karena pajak dan
pungutan-pungutan lain di kota tersebut, pada sisi penawaran
Pada bagian lain dari bukunya, Ibn Khaldun
menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan,
"Ketika baarang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik.
Namun bila jarak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan
banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga
akan turun".
Hal
ini menunjukkan bahwa Ibn Khaldun, sebagaimana Ibn Taimiyah, telah
mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan
harga. Masih ingat dua tulisan sebelumnya bahwa Al-Ghazali menyatakan motif
berdagang adalah mencari untung?
Ghazali
juga menyatakan hendaknya motivasi keuntungan itu hanya untuk barang-barang
yang bukan kebutuhan pokok. Keuntungan pun didefinisikan Ghazali sebagai
keuntungan di dunia dan di akhirat. Nah, Ibn Khaldun menjelaskan secara lebih
rinci. Menurut dia, keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan
sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena
pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya, bila pedagang mengambil keuntungan
sangat tinggi juga akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permintaan
konsumen.
Bila
dibandingkan dengan Ibn Taimiyah yang tidak menggunakan istilah persaingan, Ibn
Khaldun menjelaskan secara eksplisit elemen-elemen persaingan. Bahkan ia juga
menjelaskan secara eklplisit jenis-jenis biaya yang membentuk kurva penawaran,
sedangkan Ibn Taimiyah secara implisit.
Ibn
Khaldun juga mengamati fenomena tinggi-rendah, tanpa mengajukan konsep apapun
tentang kebijakan kontrol harga. Di sinilah bedanya, tampaknya Ibn Khaldun
lebih fokus menjelaskan fenomena yang terjadi, sedangkan Ibn Taimiyah lebih
fokus pada kebijakan untuk menyikapi fenomena yang terjadi. Lihat saja
misalnya, Ibn Taimiyah tidak menjelaskan secara rinci pengaruh turun-naiknya
permintaan dan penawaran terhadap harga keseimbangan. Namun ia menjelaskan
secara rinci bahwa pemerintah tidak perlu ikut campur tangan dalam menentukan
harga selama mekanisme pasar berjalan normal. Hanya bila mekanisme normal tidak
berjalan, pemerintah disarankan melakukan kontrol harga
TEORI HARGA DAN HUKUM SUPPLY AND DEMAND
Ibnu Khaldun ternyata telah merumuskan teori harga jauh sebelum
ekonom Barat modern merumsukannya. Sebagaimana disebut di awal Ibnu Khaldun
telah mendahului Adam Smith, Keyneys, Ricardo dan Malthus. Inilah fakta sejarah
yang tak terbantahkan.Ibnu Khaldun, dalam bukunya Al-Muqaddimah menulis secara
khusus satu bab bab yang berjudul “Harga-harga di Kota”. Menurutnya bila suatu
kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, rakyatnya semakin makmur,
maka permintaan (supply) terhadap barang-barang semakin meningkat, akibatnya
harga menjadi naik. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menulis:
اان المصر اذا كان مستبحرا موفور العمران كثير حاجة الترف توافرت حينئذ
الدواعى على طلب تلك المرافق والاستكثار منها
. كل بحسب حاله
فيقصر الموجود منها على الحاجة قصورا بالغا ويكثرالمستمان لها وهى قليلة في نفسها فتزدحم أهل الأغراض
ويبذل أهل الرفه والترف أثمانها باسراف
في الغلاء لحاجاتهم اليها أكثر من غيرهم فيقع فيها الغلاء
كما تراه
.Artinya : Sesungguhnya apabila sebuah kota telah makmur dan berkembang
serta penuh dengan kemewahan, maka di situ akan timbul permintaan
(demand) yang besar terhadap barang-barang. Tiap orang membeli barang-barang
mewah itu menurut kesanggupannya. Maka barang-barang menjadi kurang. Jumlah
pembeli meningkat, sementara persediaan menjadi sedikit. Sedangkan orang kaya
berani membayar dengan harga tinggi untuk barang itu, sebab kebutuhan mereka
makin besar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya harga sebagaimana anda
lihat.
Franz
Rosenthal yang menerjemahkan buku Muqadddimah Ibnu Khaldun menjadi The
Muqaddimah: An Introduction to History, menerjemahkan kalimat di atas sebagai
berikut :
When a city has a highly developed, abundant civilization
and is full of luxuries, there is a very large demand for those
conviniences and for having as many of them as a person can expect in
view of his situation . This results in a very great shortage of
such things. Many will bit for them , but they will be in short supply.
They will be needed for many purposes and prosperous people used to
luxuries will pay exorbitant prices for them, because they needed
them more than others. Thus, as one can see, prices some to be high .
Di sini Ibnu
Khaldun telah menganalisa secara empiris tentang teori supply and demand dalam
masyarakat. Dalam kalimat di atas Ibnu Khaldun secara ekspilisit
memformulasikan tentang hukum supply dan kaitannya dengan harga.
Menurutnya apabila sebuah kota berkembang pesat, mengalami kemajuan dan
penduduknya padat, maka persediaan bahan makanan pokok melimpah. Hal ini dapat
diartikan penawaran meningkat yang berakibat pada murahnya harga barang pokok
tersebut. Inilah makna tulisan Ibnu Khaldun.
فاذا استبحر المصر وكثر ساكنه رخصت أسعار الضروري من القوت
Artinya :
Apabila sebuah kota berkembang pesat, penduduknya padat, maka harga-harga
kebutuhan pokok (berupa makanan) menjadi murah.
Analisa supply and demand
Ibnu Khaldun tersebut dalam ilmu ekonomi modern, diteorikan sebagai
terjadinya peningkatan disposable income dari penduduk kota.
Naiknya disposible income (kelebihan pendapatan) dapat menaikkan marginal
propersity to consume (kecendrungan marginal untuk mengkonsumsi) terhadap
barang-barang mewah dari setiap penduduk kota tersebut.
Hal ini
menciptakan demand baru atau peningkatan permintaan terhadap
barang-barang mewah. Akibatnya harga barang-barang mewah akan meningkat
pula. Adanya kecendrungan tersebut karena terjadi disposable
income penduduk seiring dengan berkembangnya kota. Hal itu dapat digambarkan
pada kurva di bawah ini .
Inilah teori
supply and demand Ibnu Khaldun. Menurutnya, supply bahan pokok di kota besar
jauh lebih besar dari pada supply bahan pokok penduduk desa (kota
kecil). Penduduk kota besar memiliki supply bahan pokok yang berlimpah
yang melebihi kebutuhannya sehingga harga bahan pokok di kota besar relatif
lebih murah. Sementara itu, supply bahan pokok di desa relatif sedikit, karena
itu orang-orang khawatir kehabisan makanan, sehingga harganya relatif
lebih mahal. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menulis dalam Al-Muqaddimah :
اعلم أن الأسواق كلها تشتمل على حاجة الناس فمنها الضروري وهي الأقوات من الحنطة وما في معناها كاالباقلاء والبصل والثوم وأشباهه ومنها الحاجي والكمالي مثل الأدم والفواكه والملابس والمراكب وسائر الصنائع والمباني فاذا استبحر المصر وكثر ساكنه رخصت أسعار الضروري من القوت وما في معناهه وغلت أسعار الكمالي من الأدم والفواكه وما يتبعها واذا قل ساكن المصر وضعف عمرانه كان الأمر با العكس
Artinya : Ketahuilah bahwa
sesungguhnya semua pasar menyediakan kebutuhan manusia, di antaranya kebutuhan
dharuriy (primier), yaitu makanan pokok seperti gandum dan segala jenis makanan
pokok lainnya seperti sayur buncis, bawang merah, bawang putih dan sejenisnya.
Ada pula kebutuhan yang bersifat hajiy (sekunder) dan kamaly (tertier) yang
merupakan kebutuhan pelengkap seperti bumbu makanan, buah-buahan, pakaian,
perabot rumah tangga, kenderaan, dan seluruh produk hasil industri. Apabila
sebuah kota berkembang maju dan penduduknya padat (banyak), maka murahlah harga
barang kebutuhan dharuriy seperti makanan pokok dan menjadi mahal harga-harga
barang kebutuhan pelengkap, Apabila penduduk suatu daerah sedikit (seperti
desa) dan lemah peradabannya, maka terhadi sebaliknya.(terjadi harga mahal)
Analisa Ibnu
Khaldun tentang harga dengan menggunakan hukum kekuatan supply and demand
adalah suatu rumusan yang sangat luar biasa, karena jauh sebelum kelahiran
ekonom modern, ia secara cerdas telah merumuskannya. Dari kalimat pertama Ibnu
Khaldun di atas, jelas, bahwa pasar menurutnya merupakan tempat yang
menyediakan kebutuhan manusia, baik kebutuhan primer maupun sekunder dan
tertier. Pada kalimat selanjutnya ia mengkategorikan segala macam biji-bijian
merupakan bagian dari bahan makanan pokok. Supply makanan pokok di kota
besar berlebih dari kebutuhan penduduk kota, sehingga harganya menjadi
murah.
Yang menarik
dan penting untuk digaris bawahi adalah pernyataan Ibnu Khaldun yang digaris
bawahi di atas. Secara jelas ia menyatakan, bahwa apabila sebuah kota
berkembang maju dan penduduknya padat (banyak), maka murahlah harga barang
kebutuhan dharuriy seperti makanan pokok. Apabila penduduk suatu daerah sedikit
(seperti desa) maka harga menjadi mahal. Dasar pemikirannya
ialah bahwa di desa (kota kecil) yang sedikit penduduknya, supply bahan
makanan sedikit, karena mereka memiliki supply kerja yang sedikit dan kecil,
sehingga mereka khawatir akan kehabisan persediaan makanan pokok. Merekapun
menyimpan makanan yang mereka miliki. Persediaan itu sangat berharga bagi
mereka dan orang-orang yang membelinya haruslah membayar dengan harga yang
tinggi.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengatakan :
وأما الأمصار الصغيرة والقليلة
الساكن فأقواتهم قليلة لقلة العمل فيها وما يتوقعونه لصغر مصرهم
من عدم القوت
فيتمسكون بما يحصل منه
في أيديهم و يحتكرونه
فيعز وجوده لديهم
ويغلو ثمنه على مستامه
وأما مرافقهم فلا تدعو اليها أيضا حاجة بقلة الساكن
وضعف الأحوال قلا تنفق لديهم
سوقه فيختص با الرخص في سعره
Artinya : Kota-kota kecil (desa) yang sedikit penduduknya,
membutuhkan makanan yang sedikit, karena sedikitnya pekerjaan di dalamnya. Hal ini
disebabkan karena kota itu kecil, di mana persediaan makanan pokok, kurang.
Oleh karena itu mereka memadakan (makanan) apa adanya dan
menyimpannya. Maka makanan menjadi berharga bagi mereka, sehingga
harganya naik (mahal) bagi mereka yang ingin membelinya. Mereka juga tidak ada
permintaan (demand) terhadap barang-barang hajiyat (sekunder),
karena sedikitnya penduduk yang mampu dan lemahnya keadaan (ekonomi) mereka.
Sedikit
bisnis yang bisa mereka lakukan, sehingga konsekuensinya harga
barang sekunder/tertier menjadi murah.
Foodstuffs in small cities that have few inhabitants are
few, because they have a small (supply) of labour and because , in view
of the small size of the city , the people fear food shortages. Therefore they
hold on to (the food) that comes in to their hands and store it. It
thus becomes something precious to them and those who want to buy it have
to pay higher prices. They also have no demand for conveniences, because
the inhabitants are few and their condition is weak. Little business is done by
them , and the price there , consequently become particularly
low.
Hukum supply and demand Ibnu Khaldun di atas dapat diillustrasikan
sebagai berikut :
Keterangan Gambar :
Supply bahan
pokok penduduk kota besar (QS2), jauh lebih besar daripada supply bahan pokok
penduduk kota kecil Qs1. Menutut Ibnu Khaldun, penduduk kota besar
memiliki supply bahan pokok yang melebihi kebutuhannya sehingga harga bahan
pokok di kota besar realtif lebih murah (P2). Sementara itu supply bahan pokok
di kota kecil, realtif kecil, karena itu orang-orang khawatir kehabisan makanan
sehingga harganya lebih mahal (P1) Ibnu Khaldun juga menjelaskan pengaruh
meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain di kota
tersebut pada sisi penawaran. Dalam konteks ini Ibnu Khaldun mengatakan bahwa
bea cukai yang dipungut atas bahan-makanan di pintu-pintu kota dan pasar-pasar
untuk raja juga para petugas pajak menarik keuntungan dari transaskis
bisnis untuk kepentingan mereka sendiri.
Oleh sebab
itulah, maka harga di kota-kota lebih tinggi dari di desa . Di sini Ibnu
Khaldun ingin menjelaskan bahwa pajak berpengaruh terhadap harga-harga. Selanjutnya
Ibnu Khaldun juga membahas masalah profit (ribh),. Menurutnya
keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Keuntungan yang
rendah akan membuat lesu perdagangan karena para pedagang kehilangan motivasi.
Sebaliknya, jika pedagang mengambil keuntungan yang sangat tinggi, juga akan
menimbulkan kelesuan perdagangan karena permintaan konsumen melemah. Hal
yang patut juga dicatat dari pemikiran Ibnu Khaldun ialah
penjelasannya yang detail dan eksplisit tentang elemen-elemen persaingan.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengamati fenomena tinggi rendahnya harga diberbagai
negara, tanpa mengajukan konsep apapun tentang kebijakan kontrol harga. Inilah
perbedaan Ibnu Khaldun dengan Ibnu Taymiyah. Ibnu Khaldun lebih fokus pada
penjelasan fenomena aktual yang terjadi, sedangkan Ibnu Taymiyah lebih fokus
pada solusi kebijakan untuk menyikapi fenomena yang terjadi.
Dalam mengkaji masalah demand, Ibnu Khaldun membahas
faktor-faktor penentu yang menaikkan dan menurunkan permintaan.
Menurutnya, setidaknya ada lima factor, yaitu :
1. Harga,
2.
Pendapatan,
3. Jumlah
penduduk,
4. kebiasaan
masyarakat dan
5.Pembangunan
kesejahteraan umum.
Sedangkan dalam konteks supply, faktor-faktor penentunya ada enam,
1. Harga,
2.
permintaan,
2. Laju
keuntungan,
4. Buruh,
5. Keamanan
,6 Tingkat
kesejahteraan masyarakat
.
Ibnu Khaldun merumuskan
bahwa peningkatan supply akan menurunkan harga. Sebaliknya, jika terjadi
penurunan penawaran akan menaikkan harga.
Ibnu Khaldun
sebagaimana dijelaskan Umer Chapra menyatakan bahwa harga-harga yang terlalu
rendah akan merugikan pengrajin dan pedagang, sehingga akan mendorong mereka
keluar dari pasar, sebaliknya, harga-harga yang tinggi akan merugikan konsumen.
Oleh karena
itu, harga-harga yang moderat antara kedua ekstrim tersebut merupakan
titik harga keseimbangan yang diinginkan, karena hal itu tidak saja
memberikan tingkat keuntungan yang secara sosial dapat diterima oleh pedagang,
melainkan juga akan membersihkan pasar dengan mendorong penjualan dan pada
gilirannya akan menimbulkan keuntungan dan kemakmuran besar. Di sisi lain,
harga-harga yang rendah jelas tetap diinginkan terhadap barang-barang kebutuhan
pokok, karena hal ini akan meringankan beban orang miskin yang merupakan
mayoritas penduduk. Dari pemikiran Ibnu Khaldun, terlihat bahwa ia sangat
menginginkan terciptanya harga yang stabil dengan ongkos (biaya) hidup yang
relatif rendah. Meningkatnya permintaan sangat mempengaruhi penawaran. Kondisi
ini akan menaikkan harga-harga barang.
Realita ini
secara panjang lebar telah dipaparkan Ibnu Khaldun sebagaimana telah dikemukakan
di atas secara ringkas. Ibnu Khaldun juga telah membahas masalah upah buruh
dalam perekonomian. Ia menybut istilah buruh dengan terminologi shina’ah
(pekerjaan di pabrik) sebagaimana dituliskannya dalam Muqaddimah :
ان الصناعة هي ملكة في امر عملي فكري و بكونه عمليا هو جسماني محسوس والا حوال الجسمانية المحسوسة فنقلها بالمباشرة
Pekerjaan (di pabrik/perusahaan) adalah kemampuan praktis yang
berhubungan dengan keahlian (skills). Dikatakan keahlian praktis karena
berkaitan dengan kerja fisik material, di mana seorang buruh secara langsung
bekerja secara indrawi.
Dalam terminologi ekonomi modern,
shina’ah tersebut dikenal dengan istilah employment (ketenaga kerjaan).
Orang yang melaukannya disebut employee atau labour (tenaga kerja atau buruh ).
Ibnu Khaldun adalah ilmuwan pertama dalam sejarah yang memberikan
penjelasan detail tentang teori nilai buruh. Menurutnya, buruh adalah sumber
nilai. Penting dicatat bahwa Ibnu Khaldun tak pernah menyebut nilai buruh
dengan istilah “teori”.
Meskipun
demikian, penjelesan tentang buruh secara detail dipaparkan Ibnu Ibnu Khaldun pada
Bab IV buku Al-Muqaddimah. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang buruh ini
selanjutnya dikembangkan oleh David Hume dalam bukunya Political Discouse
yang direbitkan tahun 1752 dengan mengatakan, “Setiap yang ada di bumi ini
dihasilkan oleh buruh”. Pernyataan ini selanjutnya dikutip Adam Smith
dalam footnote, “Segala sesuatu yang dibeli dengan uang atau barang dihasilkan
oleh buruh.”. Uang atau barang menyelamatkan kita. Nilai kuantitas buruh kita
tukar sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah kuantitas.
Dengan demikian, nilai dari sebuah komoditas sebenarnya tidak untuk
digunakan atau dikonsumsi sendiri, melainkan untuk ditukar dengan komoditas
lain yang sebanding dengan kuantitas buruh. Buruh dengan demikian merupakan
alat ukur dari pertukaran nilai seluruh komoditas. Jika paragraf ini yang
dipublikasikan pada tahun 1776 dianggap sebagai pemikiran Adam Smith, ternyata
pemikiran seperti ini telah dikemukakan Ibnu Khaldun lebih tiga abad sebelum
Adam Smith. Buruh sangat dibutuhkan dalam seluruh pendapatan dan keuntungan.
Tanpa buruh pendapatan dan keuntungan tidak dapat diperoleh.
وأما الصنائع والاعمال ايضا في الأمصار الموفورة
العمران فسبب الغلاء فيها أمور
ثلاثة الأول كثرة الحجة لمكان الترف في المصر بكثرة عمراته الثانى اعتزاز أهل الأعمال لخدمتهم وامتها ن أنفسهم لسهولة المعاش في المدينة بكثرة أقواتها
. والثا لث كثرة المترفين
وكثرة حاجاتهم الى امتهان غيرهم والى استعمال الصناع في مهنهم
فيبذلون فى ذالك لأهل الأعمال أكثر من قيمة اعمالهم مزاحمة ومناسفة في الاستئثار فيعتز العمال والصناع وأهل الحرف وتغلو أعمالهم وتكثر نفقات أهل المصر في ذالك.
Artinya : Barang-barang hasil industri dan tenaga kerja juga
menjadi mahal di kota-kota yang telah makmur. Kemahalan itu dikarenakan
tiga hal. Pertama, karena besarnya kebutuhan yang ditimbulkan oleh meratanya
hidup mewah di suatu kota dan karena banyaknya nya penduduk.
Kedua, tenaga kerja (employee) tidak mau menerima upah yang rendah bagi
pekerjaan dan jasanya,karena gampangnya orang mencari
penghidupan/pekerjaan dan banyaknya bahan makanan di kota-kota. Ketiga,
karena besarnya jumlah orang-orang kaya dan besarnya kebutuhan mereka kepada
tenaga kerja untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan mereka, maka muncullah
persaingan dalam mendapatkan pelayanan dan tenaga kerja dan mereka berani
membayar tenaga kerja lebih dari nilai pekerjaannya. Maka posisi buruh (tenaga
kerja) dan orang-orang yang memiliki keahlian menjadi kuat, sehingga upah
mereka menjadi naik (mahal),
Dalam bahasa Inggrisnya Rosental menerjemahkannnya sebagai berikut :
Crafts and labour also are expensive incities with an abundant
civilization. Thera are three reason for this :
First, they are much needed, because of the place luxury occopies
in the city on account of its large population. Second, industrial workers
place a high value on their services and employment ( for they do not to
work) since live is easy in a town because of the abundance of food
there. Third, the number of people with money to waste is great, and
these people have money needs for which they have to employ the
services of others and have to use many workers and their
skills. Therefore they pay more for (the services of) workers than
their labaour is (ordinarly considered) worth, because there is competition for
(the services) and the wish to have axclusive use of them. Thus, workers
craftsmen and professional people become arrogant, their labaour becomes
expensive, and the expenditure of the inhabitants of the city for
this things, increase.
Faktor yang paling menentukan, urgen dan bernilai (qimah)
dalam ekonomi menurut Ibnu Khaldun adalah kerja buruh yang memilki skills
yang diistilahkannya dengan shina’ah. Mengenai hal ini kata Ibn Khaldun dalam
sebuah pasal al-Muqaddimah dengan judul “Realitas Rezki, Pendapatan dan Uraian
Tentang Keduanya Serta Bahwa Pendapatan Adalah Nilai Kerja Manusia”:
“Oleh karena itu keuntungan hanya dapat diperoleh dengan usaha dan kerja … Ini
jelas sekali dalam industri-industri di mana faktor kerja jelas kelihatan.
Demikian halnya penghasilan yang diperoleh dari pertambangan, pertanian, atau
peternakan, karena kalau tidak ada kerja dan usaha (buruh) maka tidak akan ada
hasil keuntungan Oleh karena itu maka penghasilan yang diperoleh orang dari
industri merupakan nilai dari kerjanya para buruh. Dalam industri-industri
tertentu harga bahan mentah harus diperhitungkan, misalnya saja kayu dan benang
dalam industri kayu dan pertenunan. Nilai kerja buruh adalah lebih besar
daripada harga bahan mentahnya, karena kerja dalam kedua industri ini mengambil
bagian yang terbanyak.
Dalam perkerjaan-pekerjaan lain dari industri pun nilai kerja harus ditambahkan
pada (harga) produksi. Sebab dengan tidak adanya kerja maka tidak akan ada
produksi.
Dalam seluruh kegiatan produksi pekerjaan buruh (shina’ah) penting
sekali. dan karenanya nilai kerja buruh itu baik besar atau kecil,
harus dipentingkan Dalam persoalan-persoalan lain, misalnya, persoalan harga
bahan makanan, bagian kerja itu seringkali tidak nampak. Padahal kerja
buruh itulah yang menyebebkan adanya out put (produksi). Sekali pun biaya kerja
buruh (wage) itu mempengaruhi harga bahan makanan, tetapi hal itu tak
menjadi persoalan, sebab sudah menjadi kelazliman bahwa setiap produksi
membutuhkan biaya, dalam hal ini biaya buruh. Maka jelaslah bahwa semua atau
sebagian besar dari penghasilan dan laba (profit) menggambarkan nilai kerja
manusia …”.
Teks di atas
secara jelas mengemukakan bahwa nilai sesuatu terletak pada kerja manusia.
Dengan kata lain substansi nilai adalah kerja para buruh (shina’ah) . Namun
harus dicatat, kata Ibnu Khaldun, bahwa pencurahan tenaga kerja dalam suatu produksi
seharausnya mengeluarkan out put yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dengan demikian antara shina’ah (kerja buruh) dan hasil produksi
terdapat hubungan timbal balik, yang berarti bahwa bilaman kuantitas kerja
menurun maka nilai produksi akan menurun pula, dan sebaliknya bilaman kuantitas
kerja meningkat maka nilai hasil produksi juga meningkat. Menarik sekali bahwa
hal yang sama dikemukakan Marx.sekitar 4 abad sesudah Ibnu Khaldun. Kata
Marx: “Kuantitas kerja untuk menghasilkan sesuatu saja lah yang
menentukan kuantitas nilai produksi (out put) ”. Untuk menguatkan
pendapatnya selanjutnya Ibn Khaldun mengatakan, “Pendapatan yang dinikmati
seseorang sesungguhnya merupakan nilai dari kerjanya. Andaikan saja seseorang
sepenuhnya tidak memiliki pekerjaan (shina’ah) niscaya ia akan kehilangan
pendapatan sepenuhnya.” Jadi, menurut Ibn Khaldun faktor yang menentukan
nilai barang-barang produksi adalah kuantitas kerja yang dicurahkan kepadanya.
Hal yang serupa juga dikemukakan Lenin. Marx bukanlah orang yang pertama-tama
mengemukakan tentang nilai pada zaman modern. Hal ini sebelumnya telah
dikemukakan seorang ahli ekonomi poltik, William yang berpendapat bahwa materi
kekayaan adalah kerja. Setelah itu muncul Ricardo yang dalam bab pertama
karyanya Principles of Political Economi and Taxation menyatakan sebagai
berikut: “Nilai barang terletak pada kuantitas relatif dari kerja, kuantitas
yang diperlukan untuk memproduksinya, dan bukan terletak pada upah yang
diberika dalam kerja ini”. Sementara Adam Smith, dalam karyanya Wealth of
Nation, dalam menguraikan tentang bentuk paling umum dari hukum nilai antara
lain berkata sebagai berikut: “Kerja adalah ukuran riil nilai secara timbal
balik”. Namun ternyata sebelum para pemikir di atas muncul, telah ada seorang
pemikir muslim yang menaruh perhatian terhadap kenyataan ekonomis dan juga
menaruh perhatian untuk menganalisisnya, sehingga akhirnya ia memahami adanya
hukum-hukum yang mengendalikan kenyataan itu dan mengemukakan teori nilainya.
Memang ia tidak menguraikan hukum-hukum itu secara rinci dalam beberapa pasal,
tetapi meski demikian ia telah meletakkan prinsip-prinsip dengan secara
gamblang dan ringkas. Menurut Ibn Khaldun kerja merupakan faktor penting dalam
menciptakan kemajuan dan semaraknya kebudayaan. Bilamana Aristoteles memandang
rendah kerja tangan, sebaliknya Ibn Khaldun memandang sebagai salah satu
pertanda kemajuan kebudayaan. Bahkan kerja buruh (shina’h) merupakan
faktor terpenting bagi pertumbuhan kemajuan dan peradaban. Jadi setiap kali kuantitas
kerja secara umum meningkat maka akan meningkat pulalah kemakmuran suatu
masyarakat, dan sebaliknya bilamana kuantitas kerja menurun maka akan menurun
pulalah kondisi ekonomi suatu masyarakat yang dapat berakibat timbulnya
disintegrasi politis. Ibn Khaldun juga mengkaitkan antara jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, setiap kali jumlah penduduk meningkat maka
kuantitas kerja pun akan meningkat yang berakibat meningkatnya produksi.
Sebaliknya setiap kali jumlah penduduk menurun akan menurun pulalah kuantitas
kerja yang berakibat menurunnya produksi. Kata Ibn Khaldun: “Tidakkah anda
saksikan bahwa di tempat-tempat yang kurang penduduknya kesempatan kerja adalah
sedikit atau tidak ada sama sekali, dan penghasilan rendah sebab sedikitnya kegiatan-kegiatan
manusia. Sebaaliknya kota-kota yang kebudayaannya lebih maju penduduknya lebih
baik keadaannya dan makmur”.
Dengan
demikian Ibn Khaldun menghargai kerja dan dampak ekonomisnya. Selain itu juga
menekankan fungsi sosial dan moral kerja. Sebab masyarakat desa, menurut Ibn
Khaldun, yang banyak bekerja memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka mempunyai
suatu keistimewaan, yaitu moral mereka yang kuat. Sementara masyarakat kota,
yang hidup dalam kemewahan, kemalasan, kesantaian, dan ketenggelaman dalam
berbagai kelezatan hidup, moral mereka bobrok. Dengan demikian kerja menurut
Ibn Khaldun merupakan katup pengaman moral. Sebab ketenggelaman dalam kemewahan
tanpa kerja akan mengantarkan pada penyelewengan. Roger Garaudy, dalam
kajiannya tentang Ibn Khaldun, menyatakan bahwa teori nilai Ibn Khaldun
didasarkan pada kerja dan ia melakukan hal yang demikian ini sebelum dilakukan
seorang ahli ekonomi Eropa pada abab kedelapan belas.
Memang kita tidak dapat menyatakan bahwa teori Ibn Khaldun tentang nilai talah
tuntas dan sempurna.
Namun kita
dapat menyatakan bahwa bilamana pendapat-pendapatnya tentang nilai kita rangkum
semuanya, akan dapat membentuk suatu teori ekonomi. Dalam pendapat-pendapatnya
ini, seperti yang dikemukakan Muhammad ‘Ali Nasy’at, terkandung unsur-unsur
penting yang baru dicapai oleh peneliti ilmiah di bidang ekonomi pada masa jauh
setelahnya.
Meskipun kajian-kajian Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah tentang nilai
demikian jelas, tetapi ada juga penulis yang menolak kontribusi Ibn Khaldun di
bidang penelitian tentang nilai. Misalnya saja Gaston Bouthoul yang menyatakan
bahwa dalam karya Ibn Khaldun tersebut tidak terdapat sama sekali pembahasan
yang berkenaan dengan apa yang kini disebut dengan ekonomi politik teoretis dan
ia tidak sama sekali mengkaji ide nilai. Pendapat yang serupa dikemukakan
oleh Hanna al-Fakhuri dan Khalil al-Jarr. Menurut kami tampaknya pendapat kedua
penulis ini dikutip dari pendapat Gaston Bouthoul. Terhadap pendapat yang
demikian itu teks-teks al-Muqaddimah merupakan jawaban yang paling tepat
baginya. Tepat komentar Muhammad ‘Ali Nasy’at tentang posisi Ibn Khaldun dalam
masalah ini: “Ibn Khaldun patut dimasukkan dalam barisan para penulis terbaik
tentang masalah-masalah ekonomi, karena pemahamannya yang mendalam atas esensi
persoalan-persoalan ekonomi yang paling pelik, di
KESIMPULAN
Perbedaan
yang menjadi asumsi dasar konsep permintaan baik konvensional maupun Islami
memiliki keterkaitan langsung terhadap implementasi konsep permintaan tersebut.
Perbedaan yang perlu diperhatikan terutama pada permintaan dalam islam
adalah sumber hukum dan adanya batasan syariah, sudut pandang barangnya, motif
dari permintaan dan tujuannya.
Dengan
asumsi bahwa tidak ada hubungan keterkaitan antara permintaan dalam ekonomi
konvensional dengan permintaan dalam ekonomi islam, maka kita harus memilih
salah satu dari keduanya. Oleh karenanya penulis mengharapkan bahwa permintaan
dalam eonomi islam ini benar-benar bisa diaplikasikan oleh kita sehingga
tercipta perekonomian masyarakat yang islami.
Yang
mengendalikan harga, menurut Ibnu Khaldun adalah penawaran dan permintaan. Jadi
bilamana permintaan meningkat, maka hargapun akan meningkat pula. Sebaliknya
bilamana permintaan menurun, harga pun akan menurun. Dalam hal ini
kemanfaatanlah yang menggerakkan permintaan. Dengan kata lain, bilamana
kemanfaatan sesuatu adalah besar, maka permintaan juga akan semakin besar,
demikian pula sebaliknya. Ibnu Khaldun membedakan antara kebutuhan primer dan
sekunder, dan ia membedakan antara pasar kota-kota yang banyak penduduknya dan
pasar-pasr yang sedikit penduduknya, dari segi penerapan hukum penawaran dan
permintaan
Dan
pakar ekonomi islam telah membuktiknnya yaitu Ibnu Khaldun ternyata telah
merumuskan teori harga jauh sebelum ekonom Barat modern merumsukannya.
Sebagaimana disebut di awal Ibnu Khaldun telah mendahului Adam Smith, Keyneys,
Ricardo dan Malthus. Inilah fakta sejarah yang tak terbantahkan.
Pada
bagian lain dari bukunya, Ibn Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya
penawaran terhadap harga. Ia mengatakan, "Ketika baarang-barang yang
tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila jarak antarkota dekat
dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun"
DAFTAR
PUSTAKA
1. Adiwarman Karim; Ekonomi Mikro
Islami. IIIT Indonesia. Jakarta. 2003 Press. Jakarta. 2001
2. T. Gilarso SJ ; Pengantar ilmu
Ekonomi Mikro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2003
3. Rahardja dan Manurung; Uang,
perbankan dan ekonmi moneter. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2004.
4. N. Gregory Mankiw; Principle of
Microeconomics. jilid 1. edisi terjemahan. Erlangga. Jakarta. 1998.
5. Syafi’i Antonio; Bank Syariah Dari
Teori Ke Praktek. Gema Insani Press. Jakarta. 2001.
6. Pemikiran Ibnu Kaldun dan Signifikansinya dalam Masa Kekinian oleh Agustianto (Mahasiswa Ekonomi Islam Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati
Bandung )
7.
The
Muqaddimah of Ibn Khaldun
Pemikiran Ibnu Kaldun dan
Signifikansinya dalam Masa Kekinian oleh
Agustianto