BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Alquran merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan
umat manusia di dunia ini. Oleh karena itu menjadi amat penting bagi kita
sebagai umat Islam untuk memahami Alquran dengan sebaik-baiknya sehingga
Alquran bisa kita pahami dengan benar lalu kita gunakan sebagai pedoman hidup
di dunia ini dengan sebenar-benarnya. Alquran adalah risalah Allah kepada
manusia semuanya. Maka tidaklah aneh apabila Alquran dapat memenuhi semua
tuntutan kemanusiaan.
Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6666 ayat ( menurut Ibnu
Abbas : 6616 ayat ), 77.439 kosa kata,
dan 325.345 huruf. Sekaligus sebagai mukjizat yang terbesar diantara
mukjizat-mukjizat yang lain[1].
Turunnya Alquran dalam kurun waktu 23
tahun, dibagi menjadi dua fase. Pertama diturunkan di Mekkah yang biasa disebut
dengan ayat-ayat Makiyah. Dan yang kedua diturunkan di Madinah disebut dengan
ayat-ayat Madaniyah.
Alquran
sebagai kitab terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat
manusia (hudan linnas) sampai akhir zaman. Alquran tidak mengkhususkan
pembicaraannya kepada bangsa tertentu, seperti kepada bangsa Arab saja,
misalnya. Begitu juga ia tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada satu
kelompok tertentu saja, seperti kepada kaum Muslim saja. Melainkan, ia juga
mengarahkan pembicaraannya kepada orang-orang non-Muslim. Di dalamnya
terkandung nilai-nilai yang luhur yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
dalam berhubungan dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan sesama manusia
lainnya dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Fazlur
Rahman mengemukakan tentang tema-tema pokok yang terkandung dalam Alquran yang
meliputi : tentang Ketuhanan, kemanusiaan (individu/masyarakat), alam semesta,
kenabian, eskatologi, setan / kejahatan dan masyarakat muslim.[2]
Indahnya gaya bahasa Alquran beserta beberpa petunjuk
tentang kisah kisah yang telah lalu ataupun kisah masa depan dan beberapa
mukjizat lainnya telah banyak menarik perhatian baik bagi kalangan umat Muslim
sendiri bahkan dari kalangan Barat Untuk
mengkaji dan meneliti dari keagungan Alquran yang tentunya tidak akan pernah
habis untuk dikaji dan digali hingga akhir zaman.
Dalam makalah yang cukup
sederhana ini penulis ingin mengutarakan defenisi /pengertian Alquran, wahyu,
ilham, kalam, Fungsi Alquran, metode penafsiran alquran , Jenis Tafsir Alquran
beserta para mufasir dan karyanya serta perkembangan studi Alquran.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu Alquraan, Wahyu , ilham dan kalam ?
2.
Apa saja Fungsi Alquran ?
3.
Bagaimana metode penafsiran Alquran, jenis tafsir Alquran beserta
mufasir dan karya karyanya ?
4.
Bagaimana perkembangan studi Alquran
C.
MANFAAT YANG DIPEROLEH
1.
Mengetahui defenisi Alquran , wahyu , ilham dan kalam
2.
Mengetahui Fungsi Alquran
3.
Mengetahui metode penafsiran Alquran, jenis tafsir Alquran beserta mufasir
dan karya karyanya ?
4.
Mengetahui bagaimana perkembangan studi Alquran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ILMU
AL-QUR’AN
Yang dimaksud dengan illmu Al-Qur’an
adalah seluruh pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’anul Majid yang abadi,
baik dari segi penyusunannya, pengumpulannya, sistematikanya, perbedaan antara
surat makiyah dan madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan
tentang ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabihat, serta pembahasan-pembahasan
lain yang berhubungan dengan Al-Qur’an.
Adapun tujuan dari studi ilmu
Al-Qur’an adalah:
1. Memahami kalam Allah Azza Wajalla,
sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari Rasulullah SAW.serta sejalan pula
dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan tabi’in tentang
interpretasi mereka mengenai Al Qur’an.
2. Mengetahui cara dan gaya yang
dipergunakan oleh para Mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai
penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta
kelebihan-kelebihannya.
3. Mengetahui persyaratan-persyaratan dalam
menafsirkan Al-qur’an.
4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang
dibutuhkan untuk itu.
1. Definisi Al-Qur’an
Dalam kajian etimologi Al-Qur’an
adalah kata mashdar(kata benda), bersinonim dengan kata قراة, sebagaimana di kemukakan pada ayat 17-18 surat Al-Qiyamah,
yang artinya:
Sesungguhnya
atas tanggapan kamilah mengumpulkannya didalam dadamu dan membuatmu pandai
membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu.
Jadi makna قران
adalah
bacaan. Ketika kata ini dipakai sebagai nama bagi kalamullah yang diturunkan
kepada Rasul Muhammad saw., maka makna mashdar tersebut dijadikan makna maf’ul.
Tegasnya makna bacaan bertukar menjadi yang dibaca.
Menurut
terminology pengertian al-Qur’an adalah:
كلام
الله المترل على النيى صلى الله عليه وسلم المكتوب فى المصاحف المنقول با التواتر
المتعبد بتلاوته
Kalam
yang bersifat mu’jizat, yang diturunkan atas Rasul saw., ditulis pada beberapa
mushaf,diriwayatkan secara nutawatir, dan menjadi ibadah membacanya.[3]
Al- Qur’an adalah kalam Allah yang
tiada tandingannya(mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., penutup
para Nabi dan Rasul dengan perantaraan Malaikat Jibril Alaihis salam, dimulai
dengan surat Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, dan ditulis dalam
mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta
mempelajarinya merupakan suatu ibadah.
Nama-nama Alqur’an dan Alasan penamaannya:
1.
Alasan dinamainya dengan AlQur’an ialah karena banyak kata-kata AlQur’an
terdapat dalam ayat, antara lain firman Allah SWT : surat qaaf :
2.
Alasan Al dinamai dengan Al-furqan sebagaimana tertera
dalam firman Allah, surat Al-furqan:1)
3.
Alasan Al dinamai dengan Az-Zikr, sebagaimana tertera
dalam Al, surat Al-hijr : 9
4.
Alasan diberi nama dengan Al-kitab sebagaimana tertera
dalam firman Allah SWT, surat Ad- Dukhan
; 1-3.[4]
2.
Wahyu
Al-Qur’an
adalah kitab Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya Muhammad SAW. Beliau
mengetahui ayat-ayat Allah di mana sebelumnya ia sendiri tidak mengetahuinya
sama sekali. Allah berfirman: surat Al kahfi ayat 1-2
Yang artinya:
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan
kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan
akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira
kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan
mendapat pembalasan yang baik.
Selanjutnya Allah berfirman:
Dan tidak ada bagi seseorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan
dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus
seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (As-Syura:51)
Kata
wahyu dalam ayat ini adalah wahyu Allah dan kata ruh merupakan ruh Al-amin,
Jibril as. Wahyu yang diturunkan ke dalam sanubari Rasulullah saw.diterimanya
dengan cara berbeda, terkadang datang seperti bunyi dengan lonceng, menyerupai
malaikat, suara seperti gemuruh lebah, atau dengan cara ilham dan mimpi yang
benar. Sementara itu, wahyu yang diterimanya pada malam isra’ adalah
pembicaraan yang tanpa perantara. Inilah sunnatullah yang terdapat di seputar
proses turunnya wahyu.[5]
Wahyu
juga merupakan sesuatu yang diwahyukan, dimanifestasikan, disingkapkan atau diumumkan.
Ia adalah sebuah pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan sebuah penegasan
kebenaran. Ia adalah sebuah tanda yang jelas, disebuah bukti atau indikasi.
Makna atau signifikansi, bagi seorang pemerhati, yang harus diamati,
direnungkan dan dipahami. Setiap gagasan, saran, pemikiran, penemuan, ilmiah,
tatanan sosial yang legaliter, dan ditemukannya kebenaran ilahi adalah sebuah
wahyu karena ia memperkaya pengetahuan, petunjuk dan kesejahteraan manusia
serta membebaskan pikiran-pikiran, moral dan emosi-emosi yang terbelenggu dan
meninggikan harkat dan martabat manusia-manusia yang tertindas oleh
kekuatan-kekuatan kezaliman, tirani dan tahyul.
Jagat raya, bumi, langit matahari dan bulan, siang dan malam terang dan
gelap, pergantian musim, semuanya merupakan wahyu dan tanda-tanda bagi
orang-orang yang hidup dan memiliki kebijaksanaan dan wawasan; orang-orang yang
memiliki mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hati untuk merasakan, dan
otak untuk berpikir dan memahami.
Gejala-gejala
Alam, sosial dan historis dalam semua manifestasinya, misteri dan keajaiban,
semuanya adalah wahyu, tanda-tanda dan bukti kebenaran bagi siapapun yang dapat
mengeskplorasinya, menyelidikinya dan menemukan kebenaran serta memahaminya.[6]
3. Ilham
Kata ilham berasal dari kata yang berarti menelan. Ketika
berubah ke wazan if’al, yakni alhma yulhimu ilhaman, maka kata ilham
bermakna menelan dalam arti menghujamkan ke dalam jiwa, Allah berfirman;
Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(QS. Asy-Syams : 8)
Muhammad Rasyid Ridha dalam Al-Wahyul Muhammadi
memberikan pengertian, bahwa ilham adalah suatu perasaan emosional yang
diyakini oleh jiwa yang karnanya jiwa itu terdorong untuk melakukan yang
dikehendakinya oleh dorongan ilham itu, tanpa disertai kesadaran jiwa sendiri
dari mana datangnya, keadaannya hamper sama dengan persaan lapar, dahaga,
sedih, senang dan sebagainya.
Persamaan dan
perbedaan Wahyu dengan Ilham
v Persamaan
wahyu dengan ilham
1.
Keduanya sama-sama diterima oleh
manusia
2. Keduanya
sama-sama menimbulkan pemahaman dalam batin
3. Keduanya
sama-sama menimbulkan keyakinan
4. Keduanya
tidak diberikan pada makhluk binatang
5. Keduanya
sama-sama diberikan demi kemaslahatan
6.
Keduanya sama-sama merupakan
pemberian Allah SWT
v Perbedaan
wahyu dengan ilham
1. wahyu
datangnya melalui kehadiran malaikat sedangkan ilham melalui penghunjaman
langsung oleh allah kepada yang di kehendakinya
2. wahyu
diterima oleh manusia pilihan allah yang mengemban tugas kenabian atau
kerosulan ,sedang ilham dapat di terima oleh siapapun, baik pada waktu pintu
kenabian belum tertutup maupun setelahnya
3. wahyu
diturunkan dengan tujuan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia atau umat
tertentu, sedangkan ilham hanya untuk kemaslahatan yang menerimanya dan tidak
di bebani kewajiban untuk manyampaikan pada orang lain
4. wahyu
tidak dapat diminta kepada Allah agar di turunkan pada waktu tertentu
,sedangkan ilham menurut sebagian ulama dapat dim inta kepada Allah melalui
cara membersihkan diri dan memprbanyak taqorub pada Allah
5. wahyu
pintunya telah tertutup, bersamaan tugas kenabian yang di emban nabi Muhammad
SAW berakhir, sedangkan ilham pintuinya masih terbuka selama masih ada manusia
dan berlaku sepanjang masa.[7]
C.
METODE PENAFSIRAN ALQUR’AN
1.
Pengertian tafsir
Tafsir menurut lughat (bahasa) ialah menerangkan dan menyatakan, sedangkan
menurut istilah adalah sebagai mensyarahkan alqur’an, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya.
Tafsir pada asalnya adalah membuka dan melahirkan, dan istilah syara’ sebagai penjelasan makna ayat
urusannya, kisahnya dan sebab diturunkannya ayat, dengan lafadz yang
menunjukkan kepadanya secara terang.
Kata tafsir diambil dari kata tafsirah, yaitu perkakas yang
dipergunakan tabib untuk mengetahui penyakit orang sakit. Tafsir diambil dari riwayat dan dirayat, yakni: ilmu
lughat, nahwu tashrif, ilmu balagah, ushul fiqih dan dari ilmu asbabul nuzul,
serta nasikh dan mansukh. Tujuan (ghayah) mempelajari tafsir ialah memahamkan
makna-makna alqur’an, hukum, hikmah, akhlaq dan petunjuknya yang lain untuk
memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Maka dengan demikian nyatalah bahwa
faedah yang kita peroleh dari
mempelajari tafsir tersebut adlah “terpelihara dari salah memahami alqur’an),
sedang maksud yang diharap dari mempelajarinya ialah mengetahui petunjuk
alqur’an, hukumnya dengan cara yang tepat. Kata al-Baghawi: Tafsir itu adalah
memperkatakan sebab-sebab turun ayat, keadaa-keadaanya, dan kisah-kisahnya [9].
2.
Pengertian ilmu tafsir
Ilmu tafsir adalah suatu ilmu yang dibahaskan didalamnya cara
menuturkan lafadz-lafadz alqur’an, baik mengenai kata tunggal maupun mengenai
kata-kata tarkib dan makan-maknanya dan dipertanggungkan oleh keadaan susunan
dan beberapa kesempurnaan bagi yang demikian seperti mengetahui naskh, sebab
nuzul, kisah yang menyatakan apa yang tidak terang(mubham) didalam alqur’an dan
lain-lainya yang mempunyai hubungan raapat dengannya.
Pokok pembicaraan ilmu tafsir adalah alqur’an dari segi penjelasan
dan maknanya. Ilmu tafsir bukanlah sarahan atau terjemahaan yang terdapat dalam
kitab tafsir.sedangkan perbedaan ilmu tafsir dengan ulumul qur’an ialah bahwa
ilmu tafsir adalah merupakan cabang dari ulumul qur’an; ilmu tafsir membahas
alqur’an dari segi penjelasan dan makna sedangkan uluml qur’an membahas
alqur’an itu dari segi seperti qiraat, adab membaca alqur’an, pengumpulan
ayat-ayat dan surah-surahnya dan lain serta ditambah dengan ilmu tafsir itu
srndiri. Ilmu tafsir merupakan ilmu untu menafsirkan dan memahami alqur’an
dengan baik dan jelas benar[10].
3.
Ilmu Yang Diperlukan Oleh Seseorang
Penafsir
Ilmu yang dihajati
oleh orang yang ingin memperoleh keahlian dalam menafsirkan Alqur’an ialah.
a.
Lughat Arabiyah: dengan dialah diketahui syarah kata-kata tuggal.
Kata mujtahid “ orang yang tidak mengetahui seluruh bahasa arab tidak boleh menafsirkan alqur’an
b.
Gramatika bahasa arab, yaitu undang-undang atau aturan baikmengenai kata-kata
tunggalnya, maupun mengenai tarkib-tarkibnya. Tegasnya mengeetahui ilmu tashrif
dan ilmu nahwu.
c. Ilmu ma’ani,
bayan dan badi’. Dengan ilmu ma’ani diketahui khasiat susunan pembicaraan dari
segi memberi pengertian. Dengan ilmu bayan, diketahui khasiat susunan perkataan
yang berlain-lainan. Dengan ilmu badi’ diketahui jalan-jalan keindahan
pembicaraan.
d. Dapat
menentukan yang mubham. Dapat menjalaskan yang mujmal dan dapat mengetahui
sebab nuzul dan naskh. Penjelasan ini diambil dari hadist.
e. Mengetahui
ijmal, kalam
f.
Ilmu qiraat. Dengan ilmu qiraat dapat diketahui bagaimana kita
menyebutkan kalimat alqur’an dan dengan dialah kita dapat tarjihkan.
g.
Ilmu ushuluddin (Ilmu Tauhid). Dengan ilmu tauhid kita dapat
mengetahui ayat-ayat yang menunjukkan kepada sifat-sifat Allah yang jaiz, yang
mustahil atas sebahagiannya.
h.
Ilmu ushul fiqih. Dengan ilmu ushul fiqih dapat diketahui nentuk
istidlal (menjadikan dalil) bagi hukum dan cara mengistimbathkan hukum.
i.
Ilmu asbabul nuzul dan qisah-qisah. Dengan ilmu asbabul nuzul dapat
diketahui maksud ayat yang diturunkan.
j.
Mengetahui hadits-hadist. Dengan hadits ini dapat diketahui bahwa
mana hadist dho’if dan mana hadits yang kuat untuk dijadikan sebagai dalil
hukum[11].
4.
Pengertian Metode Tafsir
Kata metode berasal dari yunani “methodos”
yang berarti “ ccara atau jalan”. Didalam bahasa inggris kata ini ditulis
dengan “ method” dan bahasa arab menerjamahkan dengan “ thariqat dan manhaj”.
Didalam pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti “ cara yang teratur dan berpikir baik-baik
untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang tertentu”.
Pengertian metode yang umum itu dapat digunakan pada berbagai
objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalran akal, atau menyangkut
pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah salah satu sarana yang amat
penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode menafsiran
alqur’an. Dengan demikian dapat kita membedakan dua istilah yaitu, metode tafsir sebagai cara menafsirkan
alqur’an sedangkan metodologi tafsir
sebagai lmu tentang cara tersebut. Jadi metode tafsir merupakan kerangka
atau kaedah yang digunakan dalam menafsirkan ayat alqur’andan seni atau teknik
ialah cara yang dipakai dalam menerapakn kaedah yang telah tertuang dalam
metode. Dengan demikian satu metode yang sama dapat dapat diterapkan dalam berbagai teknik
penyampaian yang berbeda sessuai dengan
gaya dan latar belakang pengetahuan dan pengalaman masing-masing mufassir.
Sedangkan metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah dan konseptual tentang
metode-metode penafsiran alqur’an [12].
Muhammad Husein
adz-dzahabi menanggapi perkataan ibnu khaldun pada muqaddimahnya yang menempatkan shahabat rasul
saw. Sebagai orang yang memahami alqur’an
karena alqur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Paling tidak ada dua
alasan yang dikemukakan Muhammad husein adz-dzahabi:
pertama meskipun sahabat rasul orang arab dan berbahasa dengan bahasa
arab, mereka hanya mengetahui secara umun ayat alqur’an yaitu zahirnya dan
hukum-hukumnya. Pada hal alqur’an mempunyai makna batin dan makna-makna yang
memerlukan pembahasan dan pemikiran bahkan dalam hal-hal tertentu para sahabat
itu mempertanyakan kepada rasul.
Alasan kedua adalah kenyataan pada kitab-kitab yang kita temukan
sekarang banyak perbedaan pendapat mereka dari segi bahasa. Dalam kedua
pandangan tentang kemampuan sahabat rasul saw. Memahami alqur’an, kedua ulama
sepakat bahwa secara lembaga shahabat rasul saw, ditinggalkan rasuk saw dalam keadaan mampu memehami
alqur’an al-karim. Sebab itulah tafsir alqur’an yang disampaikan sahabat rasul
hukumnya marfu’, artinya dihukumkan sebagai
tafsir yang disampaikan rasul saw [13].
Ulama membagi tafsir alqur’an berdasarkan metode penafsiran menjadi tiga macam, yaitu:
a.
Tafsir Al-riwayah/ Tafsir Bi
Al-ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur, kalau
dilihat dari makna etimologinya tafsir tersebut bersumber dari atsar. Ma’tsur adalah isim fail dari
atsara, artinya yang diriwatatkan, secara terminology adalah sesuatu
tafsir yang terdapat dalam alqur’an atau sunnah atau pendapat shahabat
sebagai penjelasan untuk kehendak allah ta’ala dari kitabnya.Ada ulama yang
memasukkan pendapat yang diriwayatkan daari tabiin kedalam bagian tafsir al-ma’tsur ini. Semua
yang tersebut diatas dimaksudkan merupakan penjelasan dari kehendak allah
ta’ala dari nash-nash alqur’an.
1)
Tafsir alqur’an dengan alqur’an
Adanya tafsir ayat
dengan ayat dimungkinkan karena sebagian
ayat alqur’an merupakan ungkapan yang ringkass sebagian ayat dan ada
ungkapannya panjang dan rinci, unkapannya yang umum pada sebagian ayat dan
unkapan yang khusus pada ayat yang lain juga, sebbagian ayat di sampaikan
dengan unkapan yang muthlak sedang dibagian yang lain diunkapakan dengan
muqayyad dan seterusnya.
2)
Tafsir alqur’an dengan as-sunnah
Rasul saw. Banyak menerangkan sesuatu ungkapan yang ada didalam
al-qur’an yang belum diketahui shahabatnya apa yang dimaksud dengan ungkapan
itu sendiri.
3)
Tafsir alqur’an dengan tafsian shahabat
rasul saw
Penafsiran seperti ini terjadi setelah rasul saw wafat. Ada tabi’in
bertanya kepada shahabat Rasul saw tentang maksud suatu ayat, atau yang
bertanya itu shahabat kapada shahabat yang lain, maka bila tidak ada tafsir
yang pernah disampaian easul saw, tentang ayat itu maka shahabat mengemukakan
pedapatnya.
b.
Tafsir Bi Ad-Dirawayah/ Tafsir Bi
Al-ra’yi
Menurut etimologi etimologi tafsir bi-alra’yi addalah tafsir yang
ditetapkan dengan ijtihad. Memperhatikan fakta pada perkembangan tafsir
bi-alra’yi, ‘abdul ‘azhim az-zarqani
memeebagi tafsir bi al-ra’yi kepada tafsir al-mahmud dan rafsir al-muzdmum.
Tafsir al-mahmud adalah tafsir shahabat, tabi’in tafsir yang dikemukakan orang
yang menafsirkan alqur’an yang berpegang kepada tafsir alqur’an dengan
alqur’an, tafsir alqur’qan yang disampaikan rasul saw.
Tafsir sahabat dan tabi’in dengan sanad yang shahih dan tafsirna
ahlu al-ra’yi yang dijastipikasi orang-orang yang menkompromikan diantara riwayat-riwayat shahih yang dibuang
sanadnya dan pendapa-pendapat mereka yang bersifat ilmiah yang kafabel.
c.
Tafsir Bi Al- Isyari
Tafsir bi al-isyari adalah yaitu takwil alqur’an tanpa dzohirnya
untuk mendapatkan isyarat yang tersembunyi yang dapat diketahui orang yang ahli
suluk dan tashuf dan dimungkinkan dikompromikan antaranya dengan makna zhahir
yang dimaksud..Zhahir alqur’an adalah
yang diturunkan dengan bahasa ‘arab, yaitu pemahaman yang bersifat bahasa arab
semata. Sedangkan bathinya adalah kehendak allah ta’ala dan tujuan nya yang
dimaksudkan dibalik lafal dan susunannya. Makna bathin tidak diperoleh semata-mata berpegang kepada
kaidah-kaidah bahasa ‘arab., tetapi tidak dapat tidak memerlukan adanya nur yang dimasukkan allah kedalam hati
manusia yang dengan nur itu nnafizhu
al-bashirah ( wawsan yang cemerlang dan berpikiran yang selamat dari
kesesatan). Ini artinya bahwa tafsiran yang bersifat bathin tidak keluar dari
kehendak lafadz qur’ani.
D.
BEBERAPA MUFASIR DAN KARYANYA[14]
1.
Abu Ja'far Muhammad bin
Jarir at-Tabari dengan karyanya Jami'
al-Bayan fi Tafsir Alquran .Kitab beliau terdiri
atas 30 jilid. Tafsir at-Tabari sangat terkenal di kalangan mufasir yang datang
sesudahnya karena kitab tersebut menjadi rujukan pertama, terutama dengan
adanya penafsiran naqli (berdasarkan Alquran dan hadis Rasulullah SAW). Nama
lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jari At-Tabari, beliau lebih dikenal
dengan nama at-Tabari atau Ibnu Jarir at-Tabari, beliau seorang sejarahwan dan
ahli tafsir terkemuka kelahiran kota Amul, Tabaristan (di Iran) pada tahun 225
Hijriyah atau 839 sesudah Masehi. Kota Amul tersebut merupakan tempat
berkembangnya kebudayaan Islam, namun ia lebih banyak menghabiskan waktunya di
kota Baghdad.
2.
Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim as-Samarqandi
dengan karyanya Kitab tafsir Bahr al-Ulum. Ahli fikih Mazhab Hanafi yang terkenal dengan
panggilan Imam al-Huda. Ada tiga naskah Bahr al-Ulum. Satu naskah terdiri atas
tiga jilid dan terdapat di Dar al-Kutub al-Misriyyah (Mesir). Dua naskah
lainnya masing-masing terdiri atas dua dan tiga jilid serta terdapat di
perpustakaan Universitas Al-Azhar.
3.
As-Suyuti dengan karyanya ad-Durr al-Mansur
fi at-Tafsir al-Ma'tsur yang terdiri atas enam jilid. Ia menyebutkan, kitab
tafsir ini berisi penafsiran Rasulullah SAW. Di dalamnya, terdapat sepuluh ribu
hadis, baik yang marfu' maupun yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat).
Uraian dalam tafsir dikaitkannya pula dengan masalah kebahasaan, seperti i'rab,
balagah, dan badi' (keindahan susunan kata Alquran).
4.
Fakhruddin ar-Razi dengan karyanya Mafatih
al-Gaib. Kitab ini terdiri atas delapan jilid. Kedelapan jilid tersebut pada
hakikatnya tidak disusun seluruhnya oleh ar-Razi. Menurut Ibnu Qadi (ahli
tafsir), ar-Razi tidak pernah menyusun tafsirnya itu secara lengkap dari awal
hingga akhir, melainkan dilakukan oleh beberapa mufasir lain.
5.
Ibnu Kasir dengan karyanya Tafsir Alquran
al-Azim. Kitab ini merupakan kitab tafsir riwayat yang sangat populer dan
dipandang sebagai kitab tafsir terbaik kedua setelah kitab tafsir at-Tabari.
Ibnu Kasir menafsirkan ayat Alquran berdasarkan hadis Nabi SAW yang dilengkapi
dengan sanad dan sedikit penilaian terhadap rangkaian sanad hadis.
E.
PERKEMBANGAN STUDI AL QUR’AN
1.
PERKEMBANGAN STUDI ALQURAN DI KALANGAN UMAT ISLAM
a.
Fase Sebelum Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur’an telah dianggap sebagai
benih yang kemunculannya sangat dirasakan sejak masa Nabi. Hal itu ditandai
dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari al-qur’an dengan
sungguh-sungguh terlebih lagi diantara mereka sebagaimana diceritakan oleh Abu
Abdurrahman As-Sulami, memiliki kebiasaan untuk tidak berpindah kepad ayat
lain, sebelum memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya.
b.
Fase Kodifikasi
Sebagaimana
diketahui pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur’an dan ilmu-ilmu lainnya
sebelum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf, satu-satunya yang sudah
dikodofikasikan pada saat itu hanyalah Al-Qur’an. Hal it uterus berlangsung
sampai ketika Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad untuk menulis nahwu[15].
Perintah Ali inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan
bahasa arab, pengodifikasisan itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada
di bawah pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasyah pada periode-periode awal
pemerintahannya.
1)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad II H.
Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan
abad II H. pada ulama memberikan prioritas atas penyusunan tafsir sebab sebab
tafsir merupakan induk ulumul qur’an. Diantara ulama abad II. Adalah : Syu’bah
Bin Hijjaj, Sufyan Bin Umayah, Sufyan Ats-Tsauri, Waqi’ Bin Al-Jarrh, Muqotil
Bin Sulaiman, Ibn Jarir Ath-Thobari
2)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad III H.
Pada abad III selain tafsir dan ilmu tafsir para ulama mulai
menyusun beberapa ilmu Al-Qur’an (ulumul qur’an), diantaranya :
a.
Ali Bin Al-Madani
karyanya Ilmu Asbab An-Nuzul
b.
Abu Ubaid Al-Qosimi Bin Salam karyanya Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh,
Ilmu Qiraat, Dan Fadha’il Al-Qur’an
c.
Muhammad Bin Khalaf Al-Marzuban karyanya
Kitab Al-Hawei Fi Ulum Al-Qur’an
3)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IV H.
Pada abad IV H. Mulai disusun ilmu gharib al-qur’an dan beberapa
diantaranya memakai istilah ulumul qur’an, diantara kitabnya adalah ;
a.
Gharib Al-Qur’an
b.
Aja’ib Ulum Al-Qur’an
a.
Al-Mukhtazan Fi Ulum Al-Qur’an
b.
Al-Astigna’ Fi Ulum Al-Qur’an [16]
4)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad V H.
Pada abad ini mulai disusun ilmu-ilmu I’rab al-qur’an dalam satu
kitab. Namun demikian penulisan kitab-kitab ulumul qur’an masih terus dilakukan
. ulama masa ini diantaranya :
1)
Ali Bin Ibrahim Bin Sa’id Al-Hufi
2)
Abu Amr-Dani
5)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VI H.
Pada abad ini disamping ada ulama yang meneruskan pengembangan
ulumul qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu mubhamat al-qu’an
diantaranya :
a.
Abu Al-Qosim Bin Abdurrahamn As-Suhali karyanya
Kitab Mubhamat Al-Qur’an
b.
Ibn Al-Jauzi karyanya Funun Al-Afnan
Fi Aja’ib Al-Qur’an Dan Kitab Al-Mujtab Fi Ulum Tata’allaq Bi Al-Qur’an[17]
6)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VII H.
Pada abad VII H ilmu-ilmu Al-qur’an terus berkembang dengan mulai
tersusunnya ilmu majaz al-qur’an dan ilmu qira’at. Diantara ulamanya :
a.
Alamuddin As-Sakhawi karyanya Hidayat Al-Murtab Fi Mutasyabih
b.
Ibn ‘Abd As-Salam / Al Izz karyanya Ilmu
Majaz Al-Qur’an
c.
Abu Syamah karyanya Al-Mursyid Al-Wajiz Fi
Ulum Al-Qur’an Tata’allaq Bi Al-Qur’an Al-Aziz
7)
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VIII H.
Pada abad ini muncullah ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-qur’an,
namun demikian penulisan kitab-kitab tentang ulumul qur’an tetapo berjalan,
diantaranya :
a.
Ibn Abi Al-Isba’ karyanya Ilmu Badu’i
Al-Qur’a
b.
Najmuddin Ath-thufi karyanya Ilmu Hujjaj
Al-Qur’an
c.
Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IX dan X H.
8)
Pada abad IX dan permulaan abad X.
Makin banyak karya para ulama tentang ulumul qur’an pada masa ini
ulumul qur’an mencapai kesempurnaan. Diantara ulamanya antara lain :
a.
Jalaludin Al-Bulqini karyanya Mawaqi’ An-Nujum
b.
Muhammad Bin Sulaiman Al-Kafiyaji
karyanya At-Tafsir Fi Qowa’id At-Tafsir
c.
Jalaludin Abdurrahman Bin Kamaluddin As-Suyuti karyanya
At-Tahbir Fi Ulum At-Tafsir
Setelah as-suyuti wafat pada tahun 911 H. perkembangan ilmu
al-qur’an seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya
para ulama’dalam pengembangan ilmu-ilmu al-qur’an keadaan ini berlanjut sampai
abad XIII H.
9)
Pengembangan Ulumul Qur’an Abad Abad Modern.
Sebagaimana penjelasan diatas, bahwa setelah wafatnya imam
as-suyuti tahun 911 H, maka terhentilah gerakan penulisan al-qur’an dan
pertumbuhannya sampai abad ke-XIV H. sebab pada abad ke-XIV H atau pada abad
modern ini bangkit kembali kegiatan penulisan ulumul qur’an dan perkembangan
kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ulama’ yang mengarang
ulumul qur’an dan menuls kitab-kitabnya, baik tafsir maupun macam-macamnya
kitab ulumul qur’an.
Diantara para ulama’ yang menulis tafsir/ ulumul qur’an pada abad
modern ini adalah sebagai berikut.
a.
Ad-Dahlawi karyanya Al-Fauzul Kabir Fi Ushulil Tafsir
b.
Thahir Al-Jaziri karyanya At-Tibyan Fi
‘Ulumil Qur’an.
c.
Abu Daqiqah karyanya ‘Ulumul Qur’an
d.
M. Ali Salamah karyanya Minhajul
Furqon Fi ‘Ulumil Qur’an
2.
ALQURAN DAN
KESARJANAAN BARAT ( ORIENTALIS )
Orientalis berasal dari kata “Orient”
yang mengandung pengertian“timur”, kata-kata tersebut berarti ilmu-ilmu
yang berhubungan dengan dunia timur.[18]
Orang-orang yang mempelajari budaya timur dari segala aspeknya disebut
orientalis atau ahli ketimuran. Orientalis adalah suatu gaya berfikir yang
berdasarkan pada perbedaan ontologis dan epistimologis yang dibuat antara timur
dan barat.[19]
Secara defenisitif orientalis ialah segolongan sarjana barat yang mendalami
bahasa-bahasa, budaya, politik, etnis dunia timur, sejarah, adat istiadat dan
ilmu-ilmunya.[20]
Perhatian ilmiah orang orang Barat
terhadap Alquran dapat dikatakan bermula dengan berkunjungnya Peter yang Agung
( Veter the venerable ) --kepala Biara Cluny—ke Toledo pada perempatan kedua
abad ke XII .Ia mulai memperhatikan seluruh masalah Islam, membentuk suatu tim
dan menugaskan membuat serangkaian karya yang secara keseluruhan akan merupakan
basis ilmiah bagi para intektual yang akan berurusan dengan Islam. Sebagian
rangkaian dari karya ini adalah penerjemahan alquran ke dalam Bahasa Latin yang
digarap oleh seorang Inggris , Robert of Ketton . Sayangnya terjemahan ini dan
karya karya lainnya yang digarap tim tidak membuahkan perkembangan penting
apapun terhadap kajian kajian Islam. Sejumlah besar buku di tulis dalam dua
atau tiga abad berikutnya, Tetapi Islam tetap merupakan musuh bebuyutan yang
ditakuti dan terkadang dikagumi., serta hal hal yang dituliskan itu hampir
semuanya bersifat apologetik dan polemik, terkadang bahkan hampir hal hal yang
tidak senonoh atau cabul[21].
Meningkatnya energi pada masa
Renaisans , penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg ( Jerman 1396-1468 )
dan masuknya turki Ustmani ke Eropa , kesemuanya telah mendorong munculnya
sejumlah karya tentang Islam pada paruh pertama abad ke XVI. Berikut ini akan
coba di jelaskan sistematika dalam perkembangan alquran.[22]
Tabel 1
Perkembangan
alquran [23]
Tahun
|
peristiwa
|
1143
|
Alquran berbahasa latin , Liber legis Saracenorum
quem alcoran vocant oleh Robert of Ketton
|
1530
|
Alquran pertama kali di cetak di kota Bunduqiyah (
Venisia ) Italia yang kemudian gereja mengeluarkan perintah untuk membasminya
|
1547
|
Alquran diterjemahkan kedalam Bahasa Italia oleh
Andrea Arrivabene dengan nama Alcorano di Macometto
|
1616
|
Alquran di terjemahkan dalam Bahasa Jerman , De
Arabische Alqoran oleh Solomon Schieger ( Seorang Pendeta )
|
1647
|
Alquran berbahasa Prancis , L ‘Alqoran de Mahomet
translate d’arabe en Francois oleh Andrew Du Ryer
|
1649
|
Alquran berbahas Inggris oleh Alexander Ross
|
1694
|
Hinkelman mencetak Al quran di Hamburg , Jerman
|
1698
|
Alquran dengan terjemahan bahasa latin , Alcorani
textus Universus oleh Ludovico Marraci
|
1772
|
Alquran berbahasa Jerman , Die turkische Bibel oleh
DF Mergellin
|
1787
|
Percetakan umat Islam yang pertama didirikan oleh
Malay Usman ( Sultan Ottoman Turki ) di St. Petersburgh , Rusia
|
1828
|
Percetakan Alquran muncul di Qazan, Rusia
|
1834
|
Alquran berbehasa Jerman oleh Gustav Leberecht
fluguel, Coranio textus Arabicus
|
1838
|
Alquran dicetak di Persia ( Iran )
|
1842
|
Alquran dan terjemahan berbahasa Jerman oleh Gustav
Lebercht Fluguel , Concordinate coranie Arabic
|
1877
|
Alquaran di cetak di Istanbul Turki
|
1923
|
Alquran edisi mungil muncul di Kairo di bawah
pengawasan Syaikhul Azhar, ( Rektor Al Azhar ) yang di sahkan oleh Raja Fuad
|
1953
|
Alquran berbahasa Inggris oleh Arthur J. Arrebery
the Holy Quran
|
1955
|
Alquran berbahasa Inggris Oleh Arthur . J Arrebery
The Holly Qoran Interperted
|
1966
|
Jerman der Qoran oleh Rudi Paret
|
1967
|
Terjemahan Al quran berbahasa Indonesia “ Alquran dan terjemahnya “ yang disusun
oleh pemerintah Indonesia dengan anggotanya Hasbie Assidiqie , Bustami,
A.Gani. Muchtar Yahya, Mukti Ali, dan yang lainnya yang bekerja selama 8
tahun
|
Boleh jadi motivasi awal orang – orang
barat mempelajari Islam, tidaklah untuk menyerang Islam. Mungkin saja pada
awalnya mereka benar-benar mempelajri Islam sebagai suatu ilmu. Namun akhirnya
orientalis tetap saja membawa bau sentiment barat (baca: Kristen) terhadap
Islam. Sehingga jadilah kajian-kajian orientalis merupakan syubhat-syubhat yang
menimbulkan keragu-raguan dikalangan muslimin terhadap ajaran Islam, sebagai
contoh serangan mereka terhadap Islam yakni Alquran terjemahan karya George Sale yang
disebarluaskan sejak abad XVIII ( 1734 M ) dengan nama The quran of
Muhammad. Dalam Mukaddimahnya banyak sekali menyebutkan dakwaan dan tuduhan
. Pengantar tersebut diberinya judul preliminary discourse disebutkan :
Alquran bukan wahyu dan bukan mukjizat . Di dalam Alquran banyak sekali
kekeliruan dan satu sama lain saling kontradiksi. Kebanyakan isinya di cukil
dari Yahudi dan Nasrani. Tidak hanya dalam pokok pokok masalah nya saja, tetapi
dalam pembagian dan pengaturan serta susunan dan ayat ayatnya. Lebih dari itu
ia mengatakan bahwa Alquran adalah dongeng kuno. Kemudian ia juga menjelaskan
bahwa Muhammad itu tidak lain adalah pengarang Alquran itu sendiri ,
rancangannya di bantu orang lain . Ini adalah masalah yang tidak diragukan lagi
dan telah disepakati oleh semua orang , karena tidak adanya usulan atau protes
dari para sahabatnya.[24]
3.
KRITIK ANALISIS TERHADAP KAJIAN ORIENTALIS
Ternyata tidak semua
orientalis, mempunyai pemikiran sama, dimana mereka mempelajari Islam untuk
menyerang Islam itu, tetapi justru banyak diantara mereka juga yang membela
Islam, seperti William Montogomery Watt, yang diklaim sebagai orientalis
objektif dan paling simpatik terhadap Islam, berpendapat bahwa kebenaran
kenabian Muhammad didasarkan pada fakta sejarah umat Islam sendiri. Bagi
Watt, pesan-pesan (massage) wahyu Nabi Muhammad telah mengantarkan komunitas
umat Islam berkembang sejak masa kerasulan Muhammad hingga sekarang, umat Islam
menaati ajaran, merasakan kepuasan dan kebahagiaan, serta menjadi saleh dan
taat dalam keislamannya, meskipun hidup dalam lingkungan yang sulit. Ia
menyatakan, “Hal-hal tersebut menghasilkan konklusi bahwa pandangan tentang
realitas yang terkandung dalan Alquran adalah benar dan bersumber dari Tuhan.
Dengan demikian, Muhammad adalah nabi yang sesungguhnya”.[25]
Hal serupa juga diungkapkan E Renan
Setelah melakukan pengkajian tentang Al masih as. Dia menetapkan bahwa al Masih
bukanlah tuhan dan bukan pula anak tuhan . Beliau hanya seorang manusia biasa
yang mempunyai keistimewaan dibanding dengan manusia lain serta memilki jiwa (
ruh ) yang mulia. Ia juga menjelaskan bahwabuku berbahasa Arab yang membahas
sejarah nabi Muhammad seperti Sirah Ibnu Hisyam adalah tarikh yang sangat bagus yang melebihi Injil yang beredar dikalangan
umat Kristen sekarang.[26]
Kejujuran para orientalis dalam
mengkaji Islam ternyata membawa dampak yang baik , Tidak sedikit dari mereka
yang masuk Islam seperti Lord Hedley,
Aten kaeeeDinech, penyair Jerman gothe, dan Dr. Gerinech sebagai seoarang
anggota parlemen Prancis.Ketika ditanya mengapa dia masuk Islam , ia
menjelaskan : “ Saya telah melakukan studi terhadap semua ayat Alquran yang
berhubungan dengnan ilmu kedokteran , kesehatan, ilmu alam, dan yang berhungungan
dengan pelajaran saya waktu kecil serta pengetahuan baru yang saya peroleh.
Oleh karena itu saya masuk Islam dan saya yakin bahwa Nabi Muhammad Saw. Telah
membawa kebenaran sejak beribu tahun yang lalu. Seandainya seluruh pakar ilmu
pengetahuan mau membandingkan ayat ayat Alquran dengan Ilmu pengetahuan
sekarang sebagaimana yang saya lakukan , niscaya ia akan masuk Islam jika
mereka berfikir objektif tentunya.[27]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. al-Qur’an adalah:
2. كلام الله المترل على النيى صلى الله
عليه وسلم المكتوب فى المصاحف المنقول با التواتر المتعبد بتلاوته
3. Kalam yang bersifat mu’jizat, yang
diturunkan atas Rasul saw., ditulis pada beberapa mushaf,diriwayatkan secara
nutawatir, dan menjadi ibadah membacanya.
4. Dari sudut isi atau
substansinya, fungsi Al-Qur’an sebagai tersurat dalam nama-namanya adalah
sebagai Al-Huda (petunjuk), Al-Furqon (pemisah), As-Syifa (Obat), Al Mau’idzoh
(nasehat)
5. Ulama membagi
tafsir alqur’an berdasarkan metode penafsiran
menjadi tiga macam, yaitu: Tafsir
Al-riwayah/ Tafsir Bi Al-ma’tsur, Tafsir Bi Ad-Dirawayah/ Tafsir Bi Al-ra’yi,
Tafsir Bi Al- Isyari,
6. Perkembangan studi Alquran dikalngan
umat Islam terdiri dari beberapa fase, mulai dari fase sebelum kodifikasi hingga ke fase modern . Perkembangan Studi
Alquran juga dilakukan oleh kesarjanaan Barat ( Orientalis ), yang Boleh jadi
motivasi awal orang – orang barat mempelajari Islam, tidaklah untuk menyerang
Islam. Mungkin saja pada awalnya mereka benar-benar mempelajri Islam sebagai
suatu ilmu. Namun akhirnya orientalis tetap saja membawa bau sentiment barat
(baca: Kristen) terhadap Islam.
7. Tidak semua orientalis, mempunyai pemikiran sama, dimana
mereka mempelajari Islam untuk menyerang Islam itu, tetapi justru banyak
diantara mereka juga yang membela Islam, seperti William Montogomery Watt, E
Renan,dan lain sebagainya. Bahkan Kejujuran para orientalis dalam mengkaji
Islam ternyata membawa dampak yang baik , Tidak sedikit dari mereka yang masuk
Islam seperti Lord Hedley, Aten
kaeeeDinech, penyair Jerman gothe, dan Dr. Gerinech sebagai seoarang anggota
parlemen Prancis.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali
Ash-Shaabuniy , Muhammad, Studi Ilmu Alqur’an. Bandung : Cv Pustaka Setia
:1999
Asmuni, M. Yusran. Dirasah Islamiyah I Pengantar Studi Alquran
Hadits Fiqh dan Pranata Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo. 1997
Alif Sampayya ,
Abah Salma, Keseimbangan Matematika dalam Alquran . Jakarta : Republika
, 2007.
Buchari , H. A.
Mannan, Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta : Amzah , 2002 .
Baidan , Nashruddin,
Metode Penafsiran Alqur’an. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2002
Chalil ,H.
Munawar. Alquran dari Masa ke Masa. Semarang : CV. Ramadhani : 1952
Haque , Ziaul. Wahyu
dan Revolusi,LKiS Yogyakarta, 2000
Hasbi Ash
Shiddieqy , Teungku Muhamad. Ilmu
Alqur’an dan Tafsir. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1997.
Hanafi A., Orientalisme ditinjau dari kacamata Agama, (Alquran dan
Hadits), Pustaka Al-Husna,2004.
Jami’,Nasrun Daulay, Ulum
Al-Qur’an . Bandung : CitaPustaka. 2010 .
Khalil , Manna’
al-Qattan, Mabahits Fi Ulumil Quran terj. Mudzakir AS. Jakarta.
Montgomery
W. Watt , pengantar Studi Alquran.
Jakarta : Rajawali pers ,1991 .
Montogomery, W. Watt, Islam and Cristianity Today: A
Contribution to Dialogue London, Boston : Routledge & Kegan Paul, 1983.
Rahman Zulfran,
Kajian Sunnah nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam. Kerinci,
Sirojuddin
Iqbal , Mashuri dan A. pudlali. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa
Bandung. 1989.
PT. Litera Antar Nusa : 2009 .
Shihab , Qurais dkk, Sejarah dan Ulumul Quran .Jakarta, Pustaka
Firdaus : 1994
CV Pedoman Ilmu Jaya: 2004 .
Zuhri, Ahmad . Studi
AlQur’an dan tafsir. Jakarta Selatan : Hijri Pustaka Utama, , 200
http://annas-ribab.blogspot.com/2009/11/al-quran-wahyu-ilham.html, diakses hari Rabu, 10 Oktober 2012 pukul 17.00
http://wahyuditembilahan.blogspot.com/2012/03/makalah-fungsi-al-quran-dan-hadist.html diakses 12 Oktober 2012 pukul 22.00
http://bahrululummunir.blogspot.com/2011/03/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html diakses 12 Oktober 2012 pukul 21.35
[1] H. Munawar
Chalil, Alquran dari Masa ke Masa ( Semarang : CV. Ramadhani : 1952 ) hlm.31
[2] M. Yusran Asmuni,
Dirasah Islamiyah I Pengantar Studi Alquran Hadits Fiqh dan Pranata
Sosial ( Jakarta : PT. Raja Grafindo. 1997 ) , hlm.43
[3] Nasrun Jami’ Daulay, Ulum Al-Qur’an (Bandung :CitaPustaka, 2010
)
[4] Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuniy, Studi Ilmu Alqur’an,
(Bandung : Cv Pustaka Setia : 1999), hlm. 14-25
[5] Dr. H. Ahmad Zuhri, Lc, MA, Studi AlQur’an dan tafsir, Jakarta
Selatan :Hijri Pustaka Utama, , 2006
[6] Ziaul Haque, Wahyu dan Revolusi,LKiS Yogyakarta, 2000
[7] Annas ribab, AlQur’an, Wahyu dan Ilham, http://annas-ribab.blogspot.com/2009/11/al-quran-wahyu-ilham.html,
diakses hari Rabu, 10 Oktober 2012
[8] http://wahyuditembilahan.blogspot.com/2012/03/makalah-fungsi-al-quran-dan-hadist.html
diakses 12 Oktober 2012 pukul 22.00
[9] Teungku Muhamad Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu Alqur’an dan Tafsir. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1997),
h. 171-174
[10] Mashuri sirojuddin Iqbal
dan A. pudlali. Pengantar Ilmu Tafsi (Bandung :
Angkasa Bandung. 1989), hlm.100.
[11] Mashuri sirojuddin Iqbal
dan A. pudlali. Pengantar Ilmu Tafsi (Bandung :
Angkasa Bandung. 1989), hlm.102-103
[12] Nashruddin Baidan, Metode
Penafsiran Alqur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 55-56
[13] Nasrun Jami’ Daulay, Ulum Al-qur’an, (Bandung : Citapustaka Media Perintis,2010), h.
97-98
[14] http://bahrululummunir.blogspot.com/2011/03/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
diakses 12 Oktober 2012 pukul 22.15
[15] Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulumil Quran terj.
Mudzakir AS, ( Jakarta , PT. Litera Antar Nusa : 2009 ) hlm.7
[18] A. Hanafi, Orientalisme
ditinjau dari kacamata Agama, (Alquran dan Hadits), Pustaka Al-Husna, hlm.
9.
[19] Zulfran Rahman, Kajian nSunnah nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam,(
Kerinci, CV Pedoman Ilmu Jaya: 2004 ) hlm. 135.
[21] W. Montgomery Watt , pengantar Studi Alquran
( Jakarta : Rajawali pers :1991 ) hlm.
273
[23] Abah Salma
Alif Sampayya , Keseimbangan Matematika dalam Alquran , ( Jakarta :
Republika , 2007 ) hlm. 11
[24] H. A. Mannan
Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme ( Jakarta : Amzah , 2002 ) hlm.
56
[25] W. Montogomery
Watt, Islam and Cristianity Today: A Contribution to Dialogue (London,
Boston : Routledge & Kegan Paul, 1983), hlm. 61.
[26] H. A. Mannan
Buchari,.op.cit .hlm .28