BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya
dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan
segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan orang lain. Secara
alamiah, manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia
maupun dengan makhluk hiduplainnya.
Kerjasama pada intinya menunjukkan
adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan,
sebagaimana dua pengertian kerjasama di bawah ini:
a.
Moh. Jafar Hafsah menyebut kerjasama
ini dengan istilah “kemitraan”, yang artinya adalah “suatu strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prisip saling membutuhkan dan saling membesarkan.”
b. H. Kusnadi
mengartikan kerjasama sebagai “dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas
bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau
tujuan tertentu.”
Dalam konsep Islam, kerjasama dapar diartikan sebagai
Syirkah. Syirkah menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath atau
khalatha ahada minal malaini yang artinya adalah campur atau percampuran
dua harta menjadi satu. Demikian dinyatakan oleh Taqiyudin, yang dimaksud
dengan percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta
orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Pada dasarnya prinsi yang
dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara pihak
yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip
islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini
syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu
usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak
memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang
memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha
merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan etos kerja.[1]
1
|
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kerjasama dalam fiqh muamalah?
2. Bagaimana
etika kerjasama siddiq dan amanah?
3. Apa saja
manfaat kerjasama?
4. Bagaimana
membuat team work yang sukses?
C.
Manfaat yang
Diperoleh
1. Mengetahui
kerjsama dalam perspektif konsep fiqh muamalah
2. Mengetahuai
bagaimana etika bisnis dalam kerjsama tentang siddiq dan amanah
3. Mengetahui
manfaat dari kerjasama
4. Mengetahui
bagaimna membuat team work yang sukses dan solid.
BAB
II
PEMBAHASAAN
ETIKA
KERJASAMA
A.
Bentuk-bentuk kerjasama dalam Fiqh
Muamalah
1.
Pengertian Syirkah
(Kerja Sama).
Syirkah secara bahasa adalah masdar
dari شاركyaituشارك – شـــارك – شركا - شركة yang
berarti penyatuan dua dimensi atau lebih menjadi satu kesatuan. Kata ini juga
berarti bagian yang bersyarikat.[2]Syirkah identik dengan patnership
(bahasa Inggris) atau “ perkongsian ” dalam bahasa Indonesia. Namun
demikian istilah tersebut telah menjadi populer di kalangan para musafir dan
pedagang Arab jahiliyah; juga masyarakat Melayu sebagai bentuk kerja sama dalam
beberapa sektor yang didasari suatu bentuk perjanjian. Jadi secara etimologi, syirkah
mengandung arti bercampur, bersekutu, berserikat; misalnya bercampur harta
seseorang dengan harta orang lain yang berlainan timbangannya.[3]
Perkataan kerja
sama (cooporation) dan perkongsian (partnership) banyak didapati
dalam kalimat-kalimat Al-Qur’an seperti :
Artinya : . . . . tetapi jika saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. .
. . . . ” (Q. S An-Nisa’ : 12).[4]
Menurut
istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berpendapat, antara lain:
عُقْدٌ بَيْنَ الْمُتشار كَيْنِ فِى رَأْسِ الْمَالِ
والْرَّبْحِ
“Akad antara
dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.[5]
Menurut Muhamad Al-Syabini Al-Khatib,
yang dimaksud dengan syirkah ialah:
“Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan
syirkah ialah:
عُقْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى الْتعَاوْنِ فِى
عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
3
|
Menurut
terminologi, syirkah ialah suatu transaksi yang menghendaki tetapnya hak
pada sesuatu menjadi milik dua orang atau lebih.[6] Ada juga yang
mendefinisikan sebagai percampuran saham atau modal seseorang dengan orang lain
sehingga tidak dapat dibedakan kedua modal tersebut.[7]Dalam
harta syirkah tersebut adanya penetapan bagian masing-masing pihak
berdasarkan ketentuan yang telah disepakati bersama. Sedangkan Abdurrahman I.
Doi, seorang ulama kontemporer menjelaskan bahwa syirkah (partnership)
adalah hubungan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bentuk bisnis
(perniagaan) dan masing-masing pihak akan
memperoleh pembagian keuntungan berdasarkan penanaman modal dan kerja masing-masing
peserta.[8]
Syirkah tidak hanya
berlangsung dalam satu bentuk dan jenis pekerjaan semata. Jika diperhatikan
perkembangan dunia usaha ini, modal bukanlah suatu aspek yang berdiri
sendiri, tetapi harus dibantu beberapa aspek penunjang lainnya agar
mendatangkan hasil yang maksimal, seperti keahlian dan mekanisme kerja yang
rapi. Pengembangan usaha melalui syirkah merupakan bentuk kemitraan
perekonomian global dewasa ini. Objektifnya adalah saling mengisi dan menutupi
kelemahan yang ada untuk meraih keuntungan dan menekan resiko kerugian yang
serendah-rendahnya secara bersama.
Berdasarkan
definisi yang telah disebutkan di atas, ulama fiqh membatasi pengertian syirkah
kepada syirkah al-milki dan syirkah al-‘uqud. Syirkah al-Milki adalah suatu pernyataan tentang
pemilikan dua orang atau lebih terhadap satu barang tanpa ada perjanjian
perserikatan atau persekutuan memiliki. Sedangkan syirkah al-‘uqud
adalah suatu pernyataan tentang perjanjian yang terselenggara antara dua orang
atau lebih untuk bersama-sama dalam satu harta dan keuntungannya.
2.
Dasar Hukum Syirkah
Akad asy-syirkah dibolehkan menurut
para ulama fiqh. Islam
juga menggalakkan kerja sama dalam berbagai bentuk usaha
kebajikan dan sebaliknya menolak usaha-usaha yang bisa mendatangkan
kemudharatan untuk diri sendiri dan orang banyak. Oleh karenanya operasional syirkah (partnership) dalam dunia
perdagangan dibolehkan oleh syari’at Islam. Hal ini di dasarkan pada
dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan ijma’ ulama.
a.
Dalil dari ayat
Al-Qur’an
Firman Allah SWT. dalam surat Al-Maidah
ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya : “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ...”(Al-Maidah:
2.[9]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua perbuatan dan sikap hidup membawa
kebaikan kepada seseorang (individu) atau kelompok masyarakat digolongkan
kepada perbuatan baik dan taqwa dengan syarat perbuatan tersebut didasari
dengan niat yang ikhlas. Tolong menolong (syirkah al-ta’awun) merupakan
satu bentuk perkongsian, dan harapan bahwa semua pribadi muslim adalah sosok yang
bisa berguna / menjadi partner bersama-sama dengan muslim lainnya.
Firman Allah SWT. dalam surat al-Anfal ayat 41 yaitu:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا
غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ
السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ
الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
“ Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan
perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada
Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Al-Anfal : 41)[10]
Kata ghanimah dalam ayat tersebut adalah rampasan perang yang diperoleh
kaum muslimin bersama-sama dan dijadikan harta syirkah dengan pembagian
yang adil menurut ketentuan syari’at Islam dengan memperhatikan jenis dan usaha
yang dikembangkan.
b.
Dalil dari
Sunnah
Pelaksanaan
dalam Islam juga di dasari kepada hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah S. A. W telah bersabda:
عن أبى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال الله : نا أثالث الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه (رواه
أبوا داو)9[9]
Artinya : “Dari
Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku adalah kongsi
ketiga dari dua orang yang berkongsi selama salah seorang kongsi tidak
mengkhianati kongsinya apabila ia mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian
itu. ( HR. Abu Daud )
Sayid Sabiq
menjelaskan kembali bahwa Allah SWT akan memberi berkah ke atas harta
perkumpulan dan memelihara keduanya (mitra kerja) selama mereka menjaga
hubungan baik dan tidak saling mengkhianati. Apabila salah seorang berlaku
curang niscaya Allah SWT akan mencabut berkah dari hartanya.[11]
3.
Rukun Syirkah
Dalam
melaksanakan suatu perikatan Islam harus memenuhi rukun dan syarat yang sesuai
dengan hukum Islam. Rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu.”
Adapun rukun
dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu:
1.
Pelaku akad,
yaitu para mitra usaha yang melakukan akad sebagai suatu perbuatan hukum yang
mengemban hak dan kewajiban. Bentuk pelaku akad tersebut adalah manusia dan
badan hukum.
2.
Objek akad,
yaitu benda-benda atau jasa-jasa yang dihalalkan oleh syari’ah untuk ditransaksikan,
harus diketahui dengan jelas oleh para pihak, seperti fungsi, bentuk, dan
keadaannya. Objek aqad
musyarakah ini terdiri dari modal, kerja, keuntungan dan kerugian.
Masing-masing objek aqad tersebut memilki peranan yang besar terhadap ekspansi
usaha dalam aqad musyarakah ini.
3.
Shighah, yaitu
ijab dan qabul. Pelaksanaan ijab dan qabul yang dilakukan oleh para pihak dapat
dilakukan dengan berbagai cara yang dibenarkan. Cara-cara ijab qabul tersebut
berupa lisan, tulisan, isyarat, maupun dengan perbuatan.
Para fuqaha
berbeda pendapat dalam mendefinisikan rukun pada sesuatu bentuk tasarruf.
Menurut jumhur ulama yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu yang ditetapkan
ke atasnya, jika salah satu dari rukun tersebut tidak ada, maka ‘aqad syirkah
tersebut tidak wujud atau digolongkan ke dalam ‘aqad fasid.
Perbedaan
pendapat antara jumhur dan Hanafiyah mengenai ‘aqad (rukun) syirkah adalah
perbedaan dalam teori, sedangkan dalam pelaksanaannya, kerangka-kerangka dasar
dari rukun yang dikemukakan oleh kedua golongan tersebut adalah sama. Dalam
aplikasinya, kedua rumusan di atas tidak memperlihatkan perbedaan dan bahkan
proses pelaksanaan rukun-rukun tersebut saling merangkumi.
4.
Syarat-syarat Syirkah
Syarat adalah
“sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar
hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada.[12]
Adapun
syarat-syarat akad musyarakah yaitu:
1.
Ucapan, tidak
ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang
menunjukkan tujuan. Berakad dianggap sah jika diucapakan secara verbal atau
ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan.
2.
Pihak yang
berkontrak, disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau
diberikan kekuasaan
perwakilan.
3.
Objek Kontrak,
yaitu dana dan kerja. Di mana modal yang diberikan harus uang tunai, emas,
perak, atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini. Beberapa ulama
memberi kemungkinan pula bila modal berwujud aset perdagangan, seperti
barang-barang, perlengkapan, dan sebagainya. Bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat, seperti
lisensi, hak paten, dan sebagainya. Bila itu dilakukan, menurut kalangan ulama
ini, seluruh modal tersebut harus dinilai lebih dahulu secara tunai dan
disepakati para mitranya. Kemudian, partisipasi para mitra dalam
pekerjaan musyarakah adalah ketentuan dasar. Tidak dibenarkan bila salah
seorang di antara mereka menyatakan tak akan ikut serta menangani pekerjaan
dalam kerja sama itu. Namun, tidak ada keharusan mereka untuk menanggung beban
kerja secara sama. Salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih banyak dari
yang lain, dan berhak menuntut pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.
Pada dasarnya, syarat secara garis besar telah menentukan bagi tiap-tiap aqad transaksi
batasan tertentu untuk merealisir hajad masing-masing pihak sehingga tidak
perlu menambah syarat tertentu di luar syarat syar’i, namun kadang-kadang
batasan yang ada tidak terpenuhi apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang
beraqad sehingga membutuhkan syarat tambahan.
5.
Macam-macam Bentuk Syirkah
Bentuk syirkah
dibagi dalam dua bentuk : syirkah pemilikan dan syirkah aqad (kontrak). Syirkah
pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam syirkah ini,
kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi
pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Syirkah aqad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju
bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal syirkah. Mereka pun sepakat
berbagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah aqad terbagi menjadi : al-‘inan, al-mufawwadhah, al-‘amaal, al-wujuh
dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia
termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap
al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat
sebuah aqad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah
tidak termasuk sebagai al-musyarakah.
Berikut ini
penjelasan daripada syirkah aqad menurut ulama Hanabilah yang terdiri dari lima
bentuk sesuai dengan yang telah disebutkan di atas :
a.
Syirkah al-‘inan
Syirkah
al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati
di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan
kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.[13]
Lebih lanjut
Syafi’i menjelaskan bahwa syirkah al-inan merupakan perkongsian dagang yang
dilakukan oleh persero yang menyerahkan hartanya masing-masing sebagai kapital
(modal) dan masing-masing anggota berkelayakan untuk mengurus dan mengembangkan
modal tersebut. Keuntungan dan resiko yang akan berlaku ditanggung bersama.
b.
Syirkah mufawwadhah
Syirkah
mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih.
Di mana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara
sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah
kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak.
Modal
harus sama banyak, bila ada salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya
maka syirkah tersebur tidak syah.
b) Memiliki kekuasaan absolut terhadap
serikat tersebut.
c) Satu agama, atau sesama muslim.
d) Memiliki hak untuk mengelola dan menentukan keuntungan.
Pada syirkah
mufawwadhah (perkongsian tak terbatas) ada beberapa pendapat ulama di
antaranya ada yang menyatakan boleh dan ada pula yang melarang hal demikian.
Golongan Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa syirkah ini tidak boleh
dipraktekkan, sedangkan Hanafiyah, Malikiyah dan Abu Tsur membolehkannya.
Perbedaan persepsi imam mazhab mengenai kebolehan syirkah ini adalah karena
ketentuan jumlah modal dan percampuran modal dari masing-masing pihak yang
ber’aqad. Golongan pertama (membolehkan syirkah mufawwadhah) memberi
argumentasi bahwa dalam syirkah tidak harus adanya penetapan jumlah modal,
karena hal demikian merupakan pemaksaan terhadap para anggota syirkah,
sedangkan hal yang demikian tergolong bathil.
c. Syirkah al-‘amaal
Syirkah ini
adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara
bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua
orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit
untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Syirkah ini kadang-kadang
di sebut musyarakah abdan atau sanaa’i.Perkongsian jenis ini dibolehkan oleh ulama Malikiyah,
Hanabilah, dan Zaidiyah. Dengan alasan, antara lain bahwa tujuan dari
perkongsian ini adalah mendapatkan keuntungan. Selain itu, perkongsian tidak
hanya dapat terjadi pada harta, tetapi dapat juga pada pekerjaan, seperti dalam
mudharabah.
Namun demikian,
ulama Malikiyah menganjurkan syarat untuk kesahihan syirkah ini, yaitu harus
ada kesatuan usaha. Mereka melarangnya kalau jenis barang yang dikerjakan
keduanya berbeda, kecuali masih ada kaitannya satu sama lain, seperti usaha
penenunan dan pemintalan. Selain itu, keduanya harus berada di tempat yang
sama. Jika berbeda tempat, syirkah ini tidak sah.
Secara global,
jumhur fuqaha dari mazhab Hanafi, Hanbali dan Maliki berpendapat bolehnya
syarikat A’mal, dengan dasar dalil hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dalam sunnahnya.
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : “ saya bersyarikat dengan ‘ Ammar dan Sa’ad
pada perang badar. Lalu, Sa’ad mendapatkan dua orang tawanan sedangkan saya dan
‘ Ammar tidak mendapatkan sama sekali dan nabi saw tidak menegur ( menanggah )
terhadap kami. ”
Maksudnya
adalah bahwa persyarikatan seperti ini tidak tersembunyi dari nabi saw. dan
beliau telah mengetahuinya dengan tidak mengingkarinya, maka sikap beliau
tersebut dikategorikan sebagai bentuk taqrir (persetujuan), sebagaimana hadist
ini menunjukkan adanya persyarikatan para penemu ghanimah (rampasan perang)
pada diri tawanan, sedangkan mereka tidak berhak atas harta tersebut kecuali
hanya dengan usaha tanpa yang lainnya.
d.
Syirkah al-Wujuh
Syirkah wujuh
adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise
baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam dalam
keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan
oleh tiap mitra.
Syirkah jenis
ini mengikat dua orang pelaku atau lebih yang tidak memilki modal uang. Namun
mereka memiliki nama baik di tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan buat
mereka untuk bisa membeli secara berhutang. Mereka bersepakat untuk membeli
barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya jual
beli itu mereka bagi bersama.
Para ulama
berbeda pendapat tentang disyari’atkannya atau tidaknya kerja sama ini.
Kalangan Hanafiyah dan Hambaliyah membolehkannya secara mutlak. Kalangan
Syafi’iyah dan Malikiyah melarang sebagian bentuk aplikatifnya, namun
membolehkan sebagian bentuk lainnya.
Mereka
membolehkan kalau kedua pihak tersebut bersepakat membeli satu komoditi yang
sama. Mereka melarang apabila masing-masing berhak terhadap apa yang dibeli
oleh mitra bisnis kerja sama mereka dengan nama baiknya sendiri secara mutlak.
Alasan mereka
yang membolehkannya secara mutlak adalah sebagai berikut: karena syirkah itu
mengandung unsur membeli dengan pembayaran tertunda, serta untuk memberikan
penjaminan kepada pihak lain untuk berjual beli, dan keduanya dibolehkan.
Karena umumnya manusia telah terbiasa melakukan perjanjian kerja sama tersebut
di berbagai tempat tanpa pernah dibantah oleh ulama manapun.
e.
Syirkah al-Mudharabah
Syirkah
al-mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
B.
Etika Kerjasama Siddiq dan Amanah
Nabi Muhammad memiliki akhlaq dan
sifat-sifat yang sangat mulia. Oleh karena itu hendaklah kita mempelajari
sifat-sifat Nabi seperti Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh. Memang
banyak sifat-sifat baik Nabi lainnya seperti sabar, rendah hati, lemah-lembut,
dsb. Namun di sini kita fokus pada sifat siddiq dan amanah karena berkaitan
tentang etika dalam bekerja sama.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al Ahzab 21].
Shidiq : jujur pada diri
sendiri, jujur terhadap orang lain, jujur terhadap Allah, menyebarkan salam. juga benar. Sejalan dengan
ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya kata-katanya
yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya.
Yang paling
ditekankan dalam syirkah yaitu asas kejujuran karena bertapapun, halini
berhubungan dengan bisnis suatu kerjasama dalam usaha tertentu, hal ini juga
telah dicontohkan oleh nabi dengan hadistnya :
حَدَّ
ثَنَ مُحَمَّدُ بن سُلُيمان المَصِيْصِي عن مُحَمَّدالزَبْرِقانَ عن ا بي حَيَّانَ
التيْمِي , عن ابيْهِ , عن ابي هُرَيْرَة َرَفَعَهُ قال : انَا ثَلاِث
ُالشَريْكيْنِ مَا لمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإذ خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ
بَيْنِهِمَا
"Telah bercerita kepada kami Muhammad
bin Sulaiman Al- Mashishi dari Muhammad Al-Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi
dari ayahnya dari Abi Hurairah telah berkata Rasulullah : Aku adalah yang
ke tiga dari dua orang yang bersekutu selama salah ssatu diantara keduanya
tidak berkhianat terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku keluar dari
mereka" (HR
: Abi Daud)
Dari hadist diatas
menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal bisnis
baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang انَا
ثَلاِث ُالشَريْكين,gambaran yang diberikan oleh hadist diatas
adalah implikasi yang harus diutamakan dalam syirkah adalah kejujuran, maka
tidak boleh ada perkhianayan antara kedua belah pihak.
Perkhianatan yang dilakukan
dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada indikasi-indikasi atau telah
terjadinya pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari
perserikatas tersebut.
Amanah : Amanah artinya benar-benar bisa
dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa
urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi
Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya
terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan,
penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.
Amanah juga dapat diartikan sebagai sikap yang bisa dipercaya,
menghormati, dan dihormati di dalam nilai diri yang amanah ada beberapa nilai yang
melekat :
*)
rasa tanggung jawab (takwa) - ingin menunjukkan hasil yang optimal
*)
kecanduan kepentingan dan sense of urgency
*)
al-amin, kredibel, ingin dipercaya dan mempercayai
*)
hormat dan dihormati (honorable).[14]
Penjelasan yang gamblang dari hadist
tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan perkhianatan baik dalam hal
modal maupun keuntungan, didalam islam ini disebut tindakan kezhaliman,
sebagaimana firman allah:
Ddan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain. (QS. Shaad : 24)
Pada dasarnya prinsi yang
dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara pihak
yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip
islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini
syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu
usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak
memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang
memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha
merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan etos kerja,
C.
Manfaat
Kerjasama
Salah satu aspek dari kerjasama adalah target atau tujuan yang akan di
capai. Melihat hal ini, maka sudah jelas bahwa dengan adanya kerjasama
diharapkan diperoleh manfaat dari pihak-pihak yang bekerjasama tersebut. Manfaat
kerjasama dilihat dari target tersebut adalah baikbersifat finansial maupun
nonfinansial.
Bila ditanya 1 + 1 pasti Anda akan menjawab 2, tetapi dalam konsep
kerjasama atau kemitraan, 1 + 1 harus lebih besar dari 2 ( 1 + 1 >
2).Mengapa demikian?Sudah diuraikan sebelumnya bahwa pihak-pihak yang
bekerjasama masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh
karena itu, keduanya berusahamenutupi kekurangan masing-masing dengan kelebihan
yang dimiliki oleh pihak lain atau pihak yang bermitra. Dengan demikian,
diharapkan hasil yang dicapai dari kerjasama usaha harus lebih baik atau lebih
besar dibandingkan jika dikelola sendiri tanpa kerjasama dengan pihak lain.
Jika hasil yang diperoleh dari kerjasama tidak lebih baik bila seandainya tanpakerjasama,
maka hali ini berarti kerjasama tersebut gagal.
H. Kusnadi (2003) mengatakan bahwa
berdasarkan penelitian,kerjasama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai
berikut:
a.
Kerjasama mendorong persaingan di
dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas.
b.
Kerjasama mendorong berbagai upaya
individu agar dapat bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien.
c.
Kerjasama mendorong terciptanya
sinergi sehingga biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang
menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.
d.
Kerjasama mendorong terciptanya
hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa
kesetiakawanan.
e.
Kerjasama menciptakan praktek yang
sehat serta meningkatkan semangat kelompok.
f. Kerjasama
mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi dilingkungannya,
sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi
yang telah baik.Moh. Jafar Hafsah (2000) melihat manfaat kerjasama, antara lain
dibedakan atas:
a. Manfaat produktivitas
Produktivitas adalah suatu model
ekonomi yang diperolah dari membagi output dengan input.
Dengan formulasi di atas dan sesuai
dengan rumus 1 + 1 > 2 sebelumnya, maka produktivitas dikatakan meningkat
bila dengan input yang tetap diperoleh output yang semakin besar Selain itu,
produktivitas yang tinggi dapat diperoleh dengan cara mengurangi penggunaan
input (dengan syarat tidak mengurangi kualitas), sehingga dengan output yang
tetap dengan penggunaan input yang sedikit menunjukkan adanya peningkatan
produktivitas.
b. Manfaat efisiensi
Manfaat efisiensi dapat diartikan
sebagai dicapainya cara kerja yang hemat, tidak terjadi pemborosan, dan
menunjukkan keadaan menguntungkan, baik dilihat dari segi waktu, tenaga, maupun
biaya.Ini dapat dicapai karena dalam kerjasama mengikat pihak-pihak yang
bekerjasama untuk menaati segala kesepakatan, serta terjadi spesialisasi tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing.
Contoh:
Ada dua perusahaan atau dua wiraswasta
yang bekerjasama (A dan Bmisalnya). Perusahaan atau wiraswasta A memiliki
kelebihan dalam modal berupa teknologi dan sarana produksi, tetapi tidak
memiliki tenaga kerja yang cukup. Sedangkan, perusahaan atau wiraswasta B
memiliki tenaga kerjatetapikurang memiliki sarana produksi (modal) yang cukup.
Oleh karena itu, dengan menggabungkan dua kelebihan dari perusahaan A dan B
tersebut akan dapat dicapai penghematan tenaga maupun sarana produksi yang
merupakan kekurangan atau kelemahan yang dimiliki kedua perusahaan. Tanpa
kerjasama, perusahaan A tidak dapat mengoptimalkan modalnya karena tidak ada
tenagakerja yang mengoperasikannya dan perusahaan B tidak dapat mempekerjakan
tenaga kerjanya karena tidak adanya modal dan sarana produksi.
c. Manfaat jaminan kualitas, kuantitas,
dan kontinuitas.
Sebagai akibat adanya manfaat
produktivitas dan efisiensi, maka dengan kerjasama akan dicapai pula manfaat
kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Dengan adanya penggabungan dua potensi
dan kekuatan untuk menutupi kelemahan dari masing-masing pihak yang bekerjasama
(bermitra), maka akan dihasilkan tingkat produktivitas yang tinggi dan
efisiensi serta efektivitas. Produktivitas menunjukkan manfaat kuantitas dan
efisiensi serta efektivitas menunjukkan manfaat kualitas. Dengan kualitas dan
kuantitas yang dapat diterima oleh pasar, maka akan dapat menjamin kontinuitas
usaha.
d. Manfaat dalam risiko
Kerjasama pada intinya menunjukkan
adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan dan
kedua pihak memberi kontribusi atau peran yang sesuai dengan kekuatan dan
potensi masing-masing pihak, sehingga keuntungan atau kerugian yang dicapai
atau diderita keduapihak bersifat proporsional, artinya sesuai dengan peran dan
kekuatan masing-masing. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kerjasama, ada rasa
senasib sepenanggungan antara pihak yang bermitra. Dalam hal ini risiko yang
dihadapi termasuk resiko menderita kerugian dalam pengelolaan usaha ditanggung
bersama antara pihak yang bermitra,sehingga resiko yang ditanggung masing-masing
pihak menjadi berkurang.
D. Team Work dan Keseksesaan dalam
Karir
1.
Tips
Membangun Kerjasama Yang Baik
Terkait dengan cara menumbuhkan
semangat kerjasama di lingkungan sekolah, Michael Maginn (2004) mengemukakan 14
(empat belas) cara, yakni:
a.
Tentukan
tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal
yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang
jelas, tim tidak akan menghasilkan apa-apa. Tujuan merupakan pernyataan
apa yang harus diraih oleh tim dan memberikan daya motivasi bagi setiap anggota
untuk bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan misi sekolah
hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan bersama,
masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggungjawabnya untuk
mencapai tujuan bersama tersebut.
b.
Perjelas
keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi
pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terhadap suatu bidang atau
jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan
proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi
wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk
kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada
keahlian mereka masing-masing.
c.
Sediakan
waktu untuk menentukan cara bekerjasama. Meskipun setiap orang telah
menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui kerja sama, tetapitetap
diperlukan adanya pedoman bagaimana kerja sama itu harus dilakukan. Pedoman
tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman
dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
d.
Hindari
masalah yang bisa diprediksi. Hal ini berarti mengantisipasi
masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus
dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul,
bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau
dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan
kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
e.
Gunakan
konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. Peraturan
tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan
menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu,diperlukan juga
ada konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
f.
Ajarkan
rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi
dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota
tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di
lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai
anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim
kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya saling
pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk menegur
siswa jika tidak disiplin. Cara kerja ini mungkin belum diketahui oleh guru
baru sehingga perlu disampaikan agar tim sekolah tetap solid dan kehadiran guru
baru tidak merusak sistem.
g.
Selalulah
bekerjasama, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain. Tim
seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan setiap
anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan ketertiban. Hal
ini sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim dapat
berfungsi dengan baik.
h.
Wujudkan
gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan menggali atau memacu
kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak
sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim
bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan
pandangan.
i.
Aturlah
perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal
yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik
dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai kekuatan untuk
memecahkan masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi
bagian konsensus yang produktif.
j.
Perangi
virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik. Di
sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak
merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber
konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat melumpuhkan tim
kerja jika tidak segera ditangani.
k.
Saling
percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim
untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak,
tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi
ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah biasanya
berawal dari kebijakan yang tidak transparan atau konsensus yang
dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak bertindak apapun.
Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota tim dapat memicu
konflik.
l.
Saling
memberi penghargaan. Faktor nomor satu yang memotivasi karyawan adalah
perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi
organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang
sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya. Di sekolah
dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan besar seperti akhir
semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
m.
Evaluasilah
tim secara teratur. Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat
proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta untuk berpendapat tentang
kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan konstitusi tim.
n.
Jangan
menyerah. Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit
dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Tim bisa menyerah dan mengizinkan
kekalahan ketika semua jalan kreativitas dan sumberdaya yang ada telah dipakai.
Untuk meningkatkan semangat anggotanya antara lain dengan cara memperjelas
mengapa tujuan tertentu menjadi penting dan begitu vital untuk dicapai. Tujuan
merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu
dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap masalah.
2.
Peran
Pemimpin Untuk Tim Yang Tangguh
Team
yang tangguh bisa dibentuk dengan berbagai cara.
1. Memotivasi
karyawan.
2. Menjelaskan
maksud dan tujuan perusahaan.
3. Mengajak
diskusi para karyawan.
4. Memberikan
kesempatan pada karyawan untuk melakukan tindakan koreksi.
Jika keempat hal ini dapat dilakukan, insyaallah dapat
terbentuk tim yang tangguhdankuat.Selain itu akan tumbuh juga rasa memiliki, sense
of belonging, padadiriparakaryawan.[15]
Karakteristik Tim Yang Solid
1. Tim
yang merasa memiliki pemimpin pengayom dan dicintai
2. Tim
yang bekerja, dan pekerjaannya bermanfaat. Hal
terpenting ialah pekerjaan apapun yang dilakukan, karyawan merasa bahwa mereka
mendapatkan tempat yang terhormat.
3. Tim
yang solid ialah tim yang mengaggap anggota-anggotanya sebagai sebuah keluarga[16]
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Syirkah tidak hanya berlangsung dalam satu
bentuk dan jenis pekerjaan semata. Jika diperhatikan perkembangan dunia usaha
ini, modal bukanlah suatu aspek yang berdiri sendiri, tetapi harus
dibantu beberapa aspek penunjang lainnya agar mendatangkan hasil yang maksimal,
seperti keahlian dan mekanisme kerja yang rapi. Pengembangan usaha melalui syirkah
merupakan bentuk kemitraan perekonomian global dewasa ini. Objektifnya adalah
saling mengisi dan menutupi kelemahan yang ada untuk meraih keuntungan dan
menekan resiko kerugian yang serendah-rendahnya secara bersama.
Salah satu aspek dari kerjasama adalah target atau tujuan yang akan di
capai. Melihat hal ini, maka sudah jelas bahwa dengan adanya kerjasama
diharapkan diperoleh manfaat dari pihak-pihak yang bekerjasama tersebut.
Manfaat kerjasama dilihat dari target tersebut adalah baikbersifat finansial
maupun nonfinansial.
B. SARAN
1.
Apabila melakukan kerjasama
antarorang, atau antarkelompok didasari atas etika yang berlandaskan kepada
sifat-safat nabi seperti Siddiq dan amanah.
2.
Dalam bekerja sama, maka ada tujuan
yang hatus dicapai. Dan dalam mencapai tujuan tersebut pasti memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Hendaknya saling tafahum diantara kedua belah
pihak.
3.
Dalam mencapai team yang solid,
dibutuhkan saling kerjasama dan memiliki tujuan yang jelas serta memiliki
leader yang bisa bersosial dengan baik kepada karyawannya.
DAFTAR PUSTAKA
.
Abdurrahman I, Doi.
1990. Shari’ah : The Islamic Law. Malaysia : A. S. Noor Deen,
Kuala Lumpur.
Amin, A. Riawan. 2010. Menggagas
Manajemen Syariah Jakarta:Salemba Empat.
az-Zuhaili, Ahbab.
1997. al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu Damaskus : Darul-Fikr.
An-Nakha’I, Ibrahim. 1979. Mausu’ah Fiqh, Juz. II, Cet. I,.
Dahlan, Abdul Azis.
1996. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Houve
Departemen Agama R.
1974. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta : Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Quran
Fikri, Sayid Ali, Al-Mu’amalat
al-Madiyah wa Adabiyah, Jilid 1, Musthafa al-Baby ala-
Halaby.
Hafidhuddin, Didin dan HendriTanjung.
2003. Manajemen Syariah Dalam Praktik
Bogor : Gema Insani Press.
Http://media-islam.or.id/2011/10/30/4-sifat-nabi-shiddiq-amanah-fathonah-dan-tabligh/.
16 Oktober 2012. Jam 20.00 Wib
Luwis
Ma’luf. Al-Munjid. 1986. Beirut : Dar Al-Masyrik
Suhendi, Hendi.
2008. Fiqh Muamalah. Raja grafindo persada. Jakarta.
Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Dar
al-Fikri Bairut, t. t. , hlm. 294.
23
|
21
|
[2]Luwis
Ma’luf, Al-Munjid, ( Beirut : Dar Al-Masyrik 1986 ), hlm. 284.
[3]
Sayid Ali Fikri, Al-Mu’amalat al-Madiyah wa Adabiyah, Jilid 1, Musthafa
al-Baby ala-Halaby, t. t. , hlm. 204.
[4]
epartemen Agama R. I. , Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta, Proyek
Pengadaan Kitab suci Al-Qur’an, 1974 ), hlm. 117.
[5]
Fiqh Sunnah, hal 294
[8]
Abdurrahman I. Doi, Shari’ah : The Islamic Law, ( Malaysia : A. S. Noor
Deen, Kuala Lumpur, 1990 M/ 1410 H. ), hlm. 365.
[10]
ibid
[12]
bdul Azis Dahlan, ed. , Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Houve, 1996), hlm. 1619
[13]
ahbab az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu ( Damaskus :
Darul-Fikr, 1997 ), cetakan IV, Vol. V, hlm. 3881.
[15]DidinHafidhuddindanHendriTanjung,
ManajemenSyariahDalamPraktik (Bogor : GemaInsani Press, 2003) hal.138
[16]A. Riawan Amin, Menggagas Manajemen Syariah
(Jakarta:SalembaEmpat, 2010) hal.131