Music

Friday, 7 December 2012

Etika Kerjasama


        BAB I
        
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah, manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan makhluk hiduplainnya.
Kerjasama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan, sebagaimana dua pengertian kerjasama di bawah ini:
a.    Moh. Jafar Hafsah menyebut kerjasama ini dengan istilah “kemitraan”, yang artinya adalah “suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prisip saling membutuhkan dan saling membesarkan.”
b.    H. Kusnadi mengartikan kerjasama sebagai “dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu.”
Dalam konsep Islam, kerjasama dapar diartikan sebagai Syirkah.  Syirkah menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath atau khalatha ahada minal malaini yang artinya adalah campur atau percampuran dua harta menjadi satu. Demikian dinyatakan oleh Taqiyudin, yang dimaksud dengan percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Pada dasarnya prinsi yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan etos kerja.[1]

1
 

B.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana kerjasama dalam fiqh muamalah?
2. Bagaimana etika kerjasama siddiq dan amanah?
3. Apa saja manfaat kerjasama?
4. Bagaimana membuat team work yang sukses?

C.    Manfaat yang Diperoleh
1.      Mengetahui kerjsama dalam perspektif konsep fiqh muamalah
2.      Mengetahuai bagaimana etika bisnis dalam kerjsama tentang siddiq dan amanah
3.      Mengetahui manfaat dari kerjasama
4.      Mengetahui bagaimna membuat team work yang sukses dan solid.
















 BAB II
PEMBAHASAAN
ETIKA KERJASAMA

A.       Bentuk-bentuk kerjasama dalam Fiqh Muamalah
1.       Pengertian Syirkah (Kerja Sama).
Syirkah secara bahasa adalah masdar dari  شاركyaituشارك – شـــارك – شركا - شركة  yang berarti penyatuan dua dimensi atau lebih menjadi satu kesatuan. Kata ini juga berarti bagian yang bersyarikat.[2]Syirkah identik dengan patnership (bahasa Inggris) atau “ perkongsian ” dalam bahasa Indonesia. Namun demikian istilah tersebut telah menjadi populer di kalangan para musafir dan pedagang Arab jahiliyah; juga masyarakat Melayu sebagai bentuk kerja sama dalam beberapa sektor yang didasari suatu bentuk perjanjian. Jadi secara etimologi, syirkah mengandung arti bercampur, bersekutu, berserikat; misalnya bercampur harta seseorang dengan harta orang lain yang berlainan timbangannya.[3] Perkataan kerja sama (cooporation) dan perkongsian (partnership) banyak didapati dalam kalimat-kalimat Al-Qur’an seperti :
Artinya : . . . . tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. .  . . . . ” (Q. S An-Nisa’ : 12).[4]
            Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berpendapat, antara lain:
عُقْدٌ بَيْنَ الْمُتشار كَيْنِ فِى رَأْسِ الْمَالِ والْرَّبْحِ
“Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.[5]
Menurut Muhamad Al-Syabini Al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
 Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عُقْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى الْتعَاوْنِ فِى عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ

3
Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada  suatu usaha dan membagi keuntungannya
         Menurut terminologi, syirkah ialah suatu transaksi yang menghendaki tetapnya hak pada sesuatu menjadi milik dua orang atau lebih.[6] Ada juga yang mendefinisikan sebagai percampuran saham atau modal seseorang dengan orang lain sehingga tidak dapat dibedakan kedua modal tersebut.[7]Dalam harta syirkah tersebut adanya penetapan bagian masing-masing pihak berdasarkan ketentuan yang telah disepakati bersama. Sedangkan Abdurrahman I. Doi, seorang ulama kontemporer menjelaskan bahwa syirkah (partnership) adalah hubungan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bentuk bisnis (perniagaan) dan masing-masing pihak akan memperoleh pembagian keuntungan berdasarkan penanaman modal dan kerja masing-masing peserta.[8]
Syirkah tidak hanya berlangsung dalam satu bentuk dan jenis pekerjaan semata. Jika diperhatikan perkembangan dunia usaha ini, modal  bukanlah suatu aspek yang berdiri sendiri, tetapi harus dibantu beberapa aspek penunjang lainnya agar mendatangkan hasil yang maksimal, seperti keahlian dan mekanisme kerja yang rapi. Pengembangan usaha melalui syirkah merupakan bentuk kemitraan perekonomian global dewasa ini. Objektifnya adalah saling mengisi dan menutupi kelemahan yang ada untuk meraih keuntungan dan menekan resiko kerugian yang serendah-rendahnya secara bersama.
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, ulama fiqh membatasi pengertian syirkah kepada syirkah al-milki dan syirkah al-‘uqud. Syirkah al-Milki adalah suatu pernyataan tentang pemilikan dua orang atau lebih terhadap satu barang tanpa ada perjanjian perserikatan atau persekutuan memiliki. Sedangkan syirkah al-‘uqud adalah suatu pernyataan tentang perjanjian yang terselenggara antara dua orang atau lebih untuk bersama-sama dalam satu harta dan keuntungannya.
2.      Dasar Hukum Syirkah
Akad asy-syirkah dibolehkan menurut para ulama fiqh. Islam juga  menggalakkan kerja sama dalam berbagai bentuk usaha kebajikan dan sebaliknya menolak usaha-usaha yang bisa mendatangkan kemudharatan untuk diri sendiri dan orang banyak. Oleh karenanya operasional syirkah (partnership) dalam dunia perdagangan dibolehkan oleh syari’at Islam. Hal ini di dasarkan pada dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan ijma’ ulama.
a.       Dalil dari ayat Al-Qur’an
Firman Allah SWT. dalam surat Al-Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya : “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ...”(Al-Maidah: 2.[9]
            Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua perbuatan dan sikap hidup membawa kebaikan kepada seseorang (individu) atau kelompok masyarakat digolongkan kepada perbuatan baik dan taqwa dengan syarat perbuatan tersebut didasari dengan niat yang ikhlas. Tolong menolong (syirkah al-ta’awun) merupakan satu bentuk perkongsian, dan harapan bahwa semua pribadi muslim adalah sosok yang bisa berguna / menjadi partner bersama-sama dengan muslim lainnya.
            Firman Allah SWT. dalam surat al-Anfal ayat 41 yaitu:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:  “ Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal : 41)[10]
            Kata ghanimah dalam ayat tersebut adalah rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin bersama-sama dan dijadikan harta syirkah dengan pembagian yang adil menurut ketentuan syari’at Islam dengan memperhatikan jenis dan usaha yang dikembangkan. 
b.      Dalil dari Sunnah
Pelaksanaan dalam Islam juga di dasari kepada hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah S. A. W telah bersabda:
عن أبى هريرة  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال الله : نا أثالث الشريكين  ما لم  يخن أحدهما صاحبه (رواه  أبوا داو)9[9]
Artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku adalah kongsi ketiga dari dua orang  yang berkongsi selama salah seorang kongsi tidak mengkhianati kongsinya apabila ia mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu. ( HR. Abu Daud )                       
Sayid Sabiq menjelaskan kembali bahwa Allah SWT akan memberi berkah ke atas harta perkumpulan dan memelihara keduanya (mitra kerja) selama mereka menjaga hubungan baik dan tidak saling mengkhianati. Apabila salah seorang berlaku curang niscaya Allah SWT akan mencabut berkah dari hartanya.[11]
3.      Rukun Syirkah
Dalam melaksanakan suatu perikatan Islam harus memenuhi rukun dan syarat yang sesuai dengan hukum Islam. Rukun adalah “suatu unsur  yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu.”
Adapun rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu:
1.      Pelaku akad, yaitu para mitra usaha yang melakukan akad sebagai suatu perbuatan hukum yang mengemban hak dan kewajiban. Bentuk pelaku akad tersebut adalah manusia dan badan hukum.
2.      Objek akad, yaitu benda-benda atau jasa-jasa yang dihalalkan oleh syari’ah untuk ditransaksikan, harus diketahui dengan jelas oleh para pihak, seperti fungsi, bentuk, dan keadaannya. Objek aqad musyarakah ini terdiri dari modal, kerja, keuntungan dan kerugian. Masing-masing objek aqad tersebut memilki peranan yang besar terhadap ekspansi usaha dalam aqad musyarakah ini. 
3.      Shighah, yaitu ijab dan qabul. Pelaksanaan ijab dan qabul yang dilakukan oleh para pihak dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dibenarkan. Cara-cara ijab qabul tersebut berupa lisan, tulisan, isyarat, maupun dengan perbuatan.
Para fuqaha berbeda pendapat dalam mendefinisikan rukun pada sesuatu bentuk tasarruf. Menurut jumhur ulama yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu yang ditetapkan ke atasnya, jika salah satu dari rukun tersebut tidak ada, maka ‘aqad syirkah tersebut tidak wujud atau digolongkan ke dalam ‘aqad fasid.
Perbedaan pendapat antara jumhur dan Hanafiyah mengenai ‘aqad (rukun) syirkah adalah perbedaan dalam teori, sedangkan dalam pelaksanaannya, kerangka-kerangka dasar dari rukun yang dikemukakan oleh kedua golongan tersebut adalah sama. Dalam aplikasinya, kedua rumusan di atas tidak memperlihatkan perbedaan dan bahkan proses pelaksanaan rukun-rukun tersebut saling merangkumi.
4.      Syarat-syarat Syirkah
Syarat adalah “sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada.[12]
Adapun syarat-syarat akad musyarakah yaitu:
1.      Ucapan, tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan. Berakad dianggap sah jika diucapakan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan.
2.      Pihak yang berkontrak, disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
3.      Objek Kontrak, yaitu dana dan kerja. Di mana modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini. Beberapa ulama memberi kemungkinan pula bila modal berwujud aset perdagangan, seperti barang-barang, perlengkapan, dan sebagainya. Bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat, seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya. Bila itu dilakukan, menurut kalangan ulama ini, seluruh modal tersebut harus dinilai lebih dahulu secara tunai dan disepakati para mitranya. Kemudian, partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah ketentuan dasar. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara mereka menyatakan tak akan ikut serta menangani pekerjaan dalam kerja sama itu. Namun, tidak ada keharusan mereka untuk menanggung beban kerja secara sama. Salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih banyak dari yang lain, dan berhak menuntut pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.
            Pada dasarnya, syarat secara garis besar telah menentukan bagi tiap-tiap aqad transaksi batasan tertentu untuk merealisir hajad masing-masing pihak sehingga tidak perlu menambah syarat tertentu di luar syarat syar’i, namun kadang-kadang batasan yang ada tidak terpenuhi apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang beraqad sehingga membutuhkan syarat tambahan.
5.      Macam-macam Bentuk Syirkah
Bentuk syirkah dibagi dalam dua bentuk : syirkah pemilikan dan syirkah aqad (kontrak). Syirkah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam syirkah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
            Syirkah aqad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal syirkah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
            Syirkah aqad terbagi menjadi : al-‘inan, al-mufawwadhah, al-‘amaal, al-wujuh dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah aqad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al-musyarakah.
Berikut ini penjelasan daripada syirkah aqad menurut ulama Hanabilah yang terdiri dari lima bentuk sesuai dengan yang telah disebutkan di atas :
a.       Syirkah al-‘inan
Syirkah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.[13]
Lebih lanjut Syafi’i menjelaskan bahwa syirkah al-inan merupakan perkongsian dagang yang dilakukan oleh persero yang menyerahkan hartanya masing-masing sebagai kapital (modal) dan masing-masing anggota berkelayakan untuk mengurus dan mengembangkan modal tersebut. Keuntungan dan resiko yang akan berlaku ditanggung bersama.
b.      Syirkah mufawwadhah
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Di mana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
Modal harus sama banyak, bila ada salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya maka syirkah tersebur tidak syah.
b)      Memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat tersebut.
c)      Satu agama, atau sesama muslim.
d)     Memiliki hak untuk mengelola dan menentukan keuntungan.
Pada syirkah mufawwadhah  (perkongsian tak terbatas) ada beberapa pendapat ulama di antaranya ada yang menyatakan boleh dan ada pula yang melarang hal demikian. Golongan Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa syirkah ini tidak boleh dipraktekkan, sedangkan Hanafiyah, Malikiyah dan Abu Tsur membolehkannya. Perbedaan persepsi imam mazhab mengenai kebolehan syirkah ini adalah karena ketentuan jumlah modal dan percampuran modal dari masing-masing pihak yang ber’aqad. Golongan pertama (membolehkan syirkah mufawwadhah) memberi argumentasi bahwa dalam syirkah tidak harus adanya penetapan jumlah modal, karena hal demikian merupakan pemaksaan terhadap para anggota syirkah, sedangkan hal yang demikian tergolong bathil.
c.       Syirkah al-‘amaal

Syirkah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Syirkah ini kadang-kadang di sebut musyarakah abdan atau sanaa’i.Perkongsian jenis ini dibolehkan oleh ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Zaidiyah. Dengan alasan, antara lain bahwa tujuan dari perkongsian ini adalah mendapatkan keuntungan. Selain itu, perkongsian tidak hanya dapat terjadi pada harta, tetapi dapat juga pada pekerjaan, seperti dalam mudharabah.
Namun demikian, ulama Malikiyah menganjurkan syarat untuk kesahihan syirkah ini, yaitu harus ada kesatuan usaha. Mereka melarangnya kalau jenis barang yang dikerjakan keduanya berbeda, kecuali masih ada kaitannya satu sama lain, seperti usaha penenunan dan pemintalan. Selain itu, keduanya harus berada di tempat yang sama. Jika berbeda tempat, syirkah ini tidak sah.
Secara global, jumhur fuqaha dari mazhab Hanafi, Hanbali dan Maliki berpendapat bolehnya syarikat A’mal, dengan dasar dalil hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunnahnya. Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : “ saya bersyarikat dengan ‘ Ammar dan Sa’ad pada perang badar. Lalu, Sa’ad mendapatkan dua orang tawanan sedangkan saya dan ‘ Ammar tidak mendapatkan sama sekali dan nabi saw tidak menegur ( menanggah ) terhadap kami. ”
Maksudnya adalah bahwa persyarikatan seperti ini tidak tersembunyi dari nabi saw. dan beliau telah mengetahuinya dengan tidak mengingkarinya, maka sikap beliau tersebut dikategorikan sebagai bentuk taqrir (persetujuan), sebagaimana hadist ini menunjukkan adanya persyarikatan para penemu ghanimah (rampasan perang) pada diri tawanan, sedangkan mereka tidak berhak atas harta tersebut kecuali hanya dengan usaha tanpa yang lainnya.

d.      Syirkah al-Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra.
Syirkah jenis ini mengikat dua orang pelaku atau lebih yang tidak memilki modal uang. Namun mereka memiliki nama baik di tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan buat mereka untuk bisa membeli secara berhutang. Mereka bersepakat untuk membeli barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya jual beli itu mereka bagi bersama.
Para ulama berbeda pendapat tentang disyari’atkannya atau tidaknya kerja sama ini. Kalangan Hanafiyah dan Hambaliyah membolehkannya secara mutlak. Kalangan Syafi’iyah dan Malikiyah melarang sebagian bentuk aplikatifnya, namun membolehkan sebagian bentuk lainnya.
Mereka membolehkan kalau kedua pihak tersebut bersepakat membeli satu komoditi yang sama. Mereka melarang apabila masing-masing berhak terhadap apa yang dibeli oleh mitra bisnis kerja sama mereka dengan nama baiknya sendiri secara mutlak.
Alasan mereka yang membolehkannya secara mutlak adalah sebagai berikut: karena syirkah itu mengandung unsur membeli dengan pembayaran tertunda, serta untuk memberikan penjaminan kepada pihak lain untuk berjual beli, dan keduanya dibolehkan. Karena umumnya manusia telah terbiasa melakukan perjanjian kerja sama tersebut di berbagai tempat tanpa pernah dibantah oleh ulama manapun.
e.       Syirkah al-Mudharabah
Syirkah al-mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh  (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

B.       Etika Kerjasama Siddiq dan Amanah
Nabi Muhammad memiliki akhlaq dan sifat-sifat yang sangat mulia. Oleh karena itu hendaklah kita mempelajari sifat-sifat Nabi seperti Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh. Memang banyak sifat-sifat baik Nabi lainnya seperti sabar, rendah hati, lemah-lembut, dsb. Namun di sini kita fokus pada sifat siddiq dan amanah karena berkaitan tentang etika dalam bekerja sama.
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al Ahzab 21].
Shidiq : jujur pada diri sendiri, jujur terhadap orang lain, jujur terhadap Allah, menyebarkan salam. juga benar. Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya kata-katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya.
            Yang paling ditekankan dalam syirkah yaitu asas kejujuran karena bertapapun, halini berhubungan dengan bisnis suatu kerjasama dalam usaha tertentu, hal ini juga telah dicontohkan oleh nabi dengan hadistnya :
 حَدَّ ثَنَ مُحَمَّدُ بن سُلُيمان المَصِيْصِي عن مُحَمَّدالزَبْرِقانَ عن ا بي حَيَّانَ التيْمِي , عن ابيْهِ , عن ابي هُرَيْرَة َرَفَعَهُ قال : انَا ثَلاِث ُالشَريْكيْنِ مَا لمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإذ خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

"Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al- Mashishi dari Muhammad Al-Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi dari ayahnya dari Abi Hurairah  telah berkata Rasulullah : Aku adalah yang ke tiga dari dua orang yang bersekutu selama salah ssatu diantara keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku keluar dari mereka" (HR : Abi Daud)
      Dari hadist diatas menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal bisnis baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang   انَا ثَلاِث ُالشَريْكين,gambaran yang diberikan oleh hadist diatas adalah implikasi yang harus diutamakan dalam syirkah adalah kejujuran, maka tidak boleh ada perkhianayan antara kedua belah pihak.
      Perkhianatan yang dilakukan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada indikasi-indikasi atau telah terjadinya pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari perserikatas tersebut.
Amanah : Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong. Amanah juga dapat diartikan sebagai sikap yang bisa dipercaya, menghormati, dan dihormati di dalam nilai diri yang amanah ada beberapa nilai yang melekat :
*) rasa tanggung jawab (takwa) - ingin menunjukkan hasil yang optimal
*) kecanduan kepentingan dan sense of urgency
*) al-amin, kredibel, ingin dipercaya dan mempercayai
*) hormat dan dihormati (honorable).[14]
                Penjelasan yang gamblang dari hadist tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan perkhianatan baik dalam hal modal maupun keuntungan, didalam islam ini disebut tindakan kezhaliman, sebagaimana firman allah:
Ddan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain. (QS. Shaad : 24)

      Pada dasarnya prinsi yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan etos kerja,

C.    Manfaat Kerjasama
Salah satu aspek dari kerjasama adalah target atau tujuan yang akan di capai. Melihat hal ini, maka sudah jelas bahwa dengan adanya kerjasama diharapkan diperoleh manfaat dari pihak-pihak yang bekerjasama tersebut. Manfaat kerjasama dilihat dari target tersebut adalah baikbersifat finansial maupun nonfinansial.

Bila ditanya 1 + 1 pasti Anda akan menjawab 2, tetapi dalam konsep kerjasama atau kemitraan, 1 + 1 harus lebih besar dari 2 ( 1 + 1 > 2).Mengapa demikian?Sudah diuraikan sebelumnya bahwa pihak-pihak yang bekerjasama masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, keduanya berusahamenutupi kekurangan masing-masing dengan kelebihan yang dimiliki oleh pihak lain atau pihak yang bermitra. Dengan demikian, diharapkan hasil yang dicapai dari kerjasama usaha harus lebih baik atau lebih besar dibandingkan jika dikelola sendiri tanpa kerjasama dengan pihak lain. Jika hasil yang diperoleh dari kerjasama tidak lebih baik bila seandainya tanpakerjasama, maka hali ini berarti kerjasama tersebut gagal.
H. Kusnadi (2003) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian,kerjasama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut:
a.    Kerjasama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas.
b.    Kerjasama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien.
c.    Kerjasama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.
d.   Kerjasama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
e.    Kerjasama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.
f.     Kerjasama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.Moh. Jafar Hafsah (2000) melihat manfaat kerjasama, antara lain dibedakan atas:
a.    Manfaat produktivitas
Produktivitas adalah suatu model ekonomi yang diperolah dari membagi output dengan input.
Dengan formulasi di atas dan sesuai dengan rumus 1 + 1 > 2 sebelumnya, maka produktivitas dikatakan meningkat bila dengan input yang tetap diperoleh output yang semakin besar Selain itu, produktivitas yang tinggi dapat diperoleh dengan cara mengurangi penggunaan input (dengan syarat tidak mengurangi kualitas), sehingga dengan output yang tetap dengan penggunaan input yang sedikit menunjukkan adanya peningkatan produktivitas.
b.   Manfaat efisiensi
Manfaat efisiensi dapat diartikan sebagai dicapainya cara kerja yang hemat, tidak terjadi pemborosan, dan menunjukkan keadaan menguntungkan, baik dilihat dari segi waktu, tenaga, maupun biaya.Ini dapat dicapai karena dalam kerjasama mengikat pihak-pihak yang bekerjasama untuk menaati segala kesepakatan, serta terjadi spesialisasi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing.
Contoh:
Ada dua perusahaan atau dua wiraswasta yang bekerjasama (A dan Bmisalnya). Perusahaan atau wiraswasta A memiliki kelebihan dalam modal berupa teknologi dan sarana produksi, tetapi tidak memiliki tenaga kerja yang cukup. Sedangkan, perusahaan atau wiraswasta B memiliki tenaga kerjatetapikurang memiliki sarana produksi (modal) yang cukup. Oleh karena itu, dengan menggabungkan dua kelebihan dari perusahaan A dan B tersebut akan dapat dicapai penghematan tenaga maupun sarana produksi yang merupakan kekurangan atau kelemahan yang dimiliki kedua perusahaan. Tanpa kerjasama, perusahaan A tidak dapat mengoptimalkan modalnya karena tidak ada tenagakerja yang mengoperasikannya dan perusahaan B tidak dapat mempekerjakan tenaga kerjanya karena tidak adanya modal dan sarana produksi.

c.    Manfaat jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Sebagai akibat adanya manfaat produktivitas dan efisiensi, maka dengan kerjasama akan dicapai pula manfaat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Dengan adanya penggabungan dua potensi dan kekuatan untuk menutupi kelemahan dari masing-masing pihak yang bekerjasama (bermitra), maka akan dihasilkan tingkat produktivitas yang tinggi dan efisiensi serta efektivitas. Produktivitas menunjukkan manfaat kuantitas dan efisiensi serta efektivitas menunjukkan manfaat kualitas. Dengan kualitas dan kuantitas yang dapat diterima oleh pasar, maka akan dapat menjamin kontinuitas usaha.

d.   Manfaat dalam risiko
Kerjasama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan dan kedua pihak memberi kontribusi atau peran yang sesuai dengan kekuatan dan potensi masing-masing pihak, sehingga keuntungan atau kerugian yang dicapai atau diderita keduapihak bersifat proporsional, artinya sesuai dengan peran dan kekuatan masing-masing. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kerjasama, ada rasa senasib sepenanggungan antara pihak yang bermitra. Dalam hal ini risiko yang dihadapi termasuk resiko menderita kerugian dalam pengelolaan usaha ditanggung bersama antara pihak yang bermitra,sehingga resiko yang ditanggung masing-masing pihak menjadi berkurang.


D.    Team Work dan Keseksesaan dalam Karir
1.      Tips Membangun Kerjasama Yang Baik
Terkait dengan cara menumbuhkan semangat kerjasama di lingkungan sekolah, Michael Maginn (2004) mengemukakan 14 (empat belas) cara, yakni:
a.       Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apa-apa.  Tujuan merupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim dan memberikan daya motivasi bagi setiap anggota untuk bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan bersama, masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
b.      Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terhadap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
c.       Sediakan waktu untuk menentukan cara bekerjasama. Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui kerja sama, tetapitetap diperlukan adanya pedoman bagaimana kerja sama itu harus dilakukan. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
d.      Hindari masalah yang bisa diprediksi. Hal ini berarti mengantisipasi masalah yang bisa terjadi.  Seorang pemimpin yang baik harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
e.       Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu,diperlukan juga  ada konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
f.       Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk menegur siswa jika tidak disiplin. Cara kerja ini mungkin belum diketahui oleh guru baru sehingga perlu disampaikan agar tim sekolah tetap solid dan kehadiran guru baru tidak merusak sistem.
g.      Selalulah bekerjasama, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain. Tim  seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan  setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan ketertiban. Hal ini sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim dapat berfungsi dengan baik.
h.      Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan pandangan.
i.        Aturlah perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai  kekuatan untuk memecahkan masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian konsensus yang produktif.
j.        Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik. Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
k.      Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak, tidak siap berbagi informasi,  tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah biasanya  berawal dari  kebijakan yang tidak transparan atau konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota tim dapat memicu konflik.
l.        Saling memberi penghargaan. Faktor nomor satu yang memotivasi karyawan adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya. Di sekolah dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan besar seperti akhir semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
m.    Evaluasilah tim secara teratur. Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta untuk berpendapat tentang kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan konstitusi tim.
n.      Jangan menyerah. Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Tim bisa menyerah dan mengizinkan kekalahan ketika semua jalan kreativitas dan sumberdaya yang ada telah dipakai. Untuk meningkatkan semangat anggotanya antara lain dengan cara memperjelas mengapa tujuan tertentu menjadi penting dan begitu vital untuk dicapai. Tujuan merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap masalah.
2.      Peran Pemimpin Untuk  Tim Yang Tangguh
         Team yang tangguh bisa dibentuk dengan berbagai cara.
1.      Memotivasi karyawan.
2.      Menjelaskan maksud dan tujuan perusahaan.
3.      Mengajak diskusi para karyawan.
4.      Memberikan kesempatan pada karyawan untuk melakukan tindakan koreksi.
Jika keempat hal ini dapat dilakukan, insyaallah dapat terbentuk tim yang tangguhdankuat.Selain itu akan tumbuh juga rasa memiliki, sense of belonging, padadiriparakaryawan.[15]

Karakteristik Tim Yang Solid
1.      Tim yang merasa memiliki pemimpin pengayom dan dicintai
2.      Tim yang bekerja, dan pekerjaannya bermanfaat. Hal  terpenting ialah pekerjaan apapun yang dilakukan, karyawan merasa bahwa mereka mendapatkan tempat yang terhormat.
3.      Tim yang solid ialah tim yang mengaggap anggota-anggotanya sebagai sebuah keluarga[16]


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Syirkah tidak hanya berlangsung dalam satu bentuk dan jenis pekerjaan semata. Jika diperhatikan perkembangan dunia usaha ini, modal  bukanlah suatu aspek yang berdiri sendiri, tetapi harus dibantu beberapa aspek penunjang lainnya agar mendatangkan hasil yang maksimal, seperti keahlian dan mekanisme kerja yang rapi. Pengembangan usaha melalui syirkah merupakan bentuk kemitraan perekonomian global dewasa ini. Objektifnya adalah saling mengisi dan menutupi kelemahan yang ada untuk meraih keuntungan dan menekan resiko kerugian yang serendah-rendahnya secara bersama.
Salah satu aspek dari kerjasama adalah target atau tujuan yang akan di capai. Melihat hal ini, maka sudah jelas bahwa dengan adanya kerjasama diharapkan diperoleh manfaat dari pihak-pihak yang bekerjasama tersebut. Manfaat kerjasama dilihat dari target tersebut adalah baikbersifat finansial maupun nonfinansial.

B.  SARAN
1.      Apabila melakukan kerjasama antarorang, atau antarkelompok didasari atas etika yang berlandaskan kepada sifat-safat nabi seperti Siddiq dan amanah.
2.      Dalam bekerja sama, maka ada tujuan yang hatus dicapai. Dan dalam mencapai tujuan tersebut pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hendaknya saling tafahum diantara kedua belah pihak.
3.      Dalam mencapai team yang solid, dibutuhkan saling kerjasama dan memiliki tujuan yang jelas serta memiliki leader yang bisa bersosial dengan baik kepada karyawannya.




DAFTAR PUSTAKA
.
Abdurrahman I, Doi. 1990. Shari’ah : The Islamic Law. Malaysia : A. S. Noor Deen,
            Kuala Lumpur.

 Amin, A. Riawan.  2010. Menggagas Manajemen Syariah Jakarta:Salemba Empat.

az-Zuhaili, Ahbab. 1997. al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu Damaskus : Darul-Fikr.

            An-Nakha’I, Ibrahim. 1979.  Mausu’ah Fiqh, Juz. II, Cet. I,.  

Dahlan, Abdul Azis. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
            Houve

Departemen Agama R. 1974.  Al-Qur’an dan Terjemahnya.  Jakarta : Proyek Pengadaan
            Kitab Suci Al-Quran

Fikri, Sayid Ali, Al-Mu’amalat al-Madiyah wa Adabiyah, Jilid 1, Musthafa al-Baby ala-
            Halaby.
Hafidhuddin, Didin dan HendriTanjung. 2003. Manajemen Syariah Dalam Praktik 
            Bogor : Gema Insani Press.

Luwis Ma’luf. Al-Munjid. 1986. Beirut : Dar Al-Masyrik

Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Raja grafindo persada. Jakarta.

Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Dar al-Fikri Bairut, t. t. , hlm. 294.




23

21
 



[1] Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Raja grafindo persada. Jakarta.

[2]Luwis Ma’luf, Al-Munjid, ( Beirut : Dar Al-Masyrik 1986 ), hlm. 284.
[3] Sayid Ali Fikri, Al-Mu’amalat al-Madiyah wa Adabiyah, Jilid 1, Musthafa al-Baby ala-Halaby, t. t. , hlm. 204.  
[4] epartemen Agama R. I. , Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta, Proyek Pengadaan Kitab suci Al-Qur’an, 1974 ), hlm. 117.
[5] Fiqh Sunnah, hal 294
[6] Ibrahim An-Nakha’I, , Mausu’ah Fiqh, Juz. II, Cet. I, 1979, hlm. 250.  
[7] brahim An-Nakha’I, , Mausu’ah Fiqh, Juz. II, Cet. I, 1979, hlm. 250.  
[8] Abdurrahman I. Doi, Shari’ah : The Islamic Law, ( Malaysia : A. S. Noor Deen, Kuala Lumpur, 1990 M/ 1410 H. ), hlm. 365.
[9] Departemen Agama R. I. , Al-Qur’an dan. . . , hlm. 157.

[10] ibid
[11] Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Dar al-Fikri Bairut, t. t. , hlm. 294.
[12] bdul Azis Dahlan, ed. , Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1996), hlm. 1619
[13] ahbab az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu ( Damaskus : Darul-Fikr, 1997 ), cetakan IV, Vol. V, hlm. 3881.
[15]DidinHafidhuddindanHendriTanjung, ManajemenSyariahDalamPraktik (Bogor : GemaInsani Press, 2003) hal.138
[16]A. Riawan Amin, Menggagas Manajemen Syariah (Jakarta:SalembaEmpat, 2010) hal.131