Garis-garis Besar Isi Proposal Kualitatif dan Kuantitatif Komunikasi

Jika sebuah penelitian mengedepankan dasar keingintahuan tentang permasalahan yang terjadi, hendaknya mampu berkolaborasi dengan informasi yang tersusun secara sistematis yang sudah barang tentu mengandung unsur solusi pada permasalahan tersebut..

Analisa Pembiayaan

Suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank syariah unuk menilai suatu permohonan pembiayaan yang tela diajukan oleh calon nasabah. Dengan melakukan analisis permohonan pembiayaan, bank syariah akan memperoleh keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak (feasible)..

Perkembangan Ekonomi Islam di Dunia dan Indonesia

Dewasa ini kehidupan ekonomi telah menjadi standar kehidupan individu dan kolektif suatu negara-bangsa. Keunggulan suatu negara diukur berdasarkan tingkat kemajuan ekonominya. Ukuran derajat keberhasilanmenjadi sangat materialistk. Oleh karena itu, ilmu ekonomi menjadi amat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Namun demikian, pakar ilmu ekonomi sekaliber Masrhal menyatakan bahwa kehdiupan dunia ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar; ekonomi dan keimanan (agama), hanya saja kekuatan ekonomi lebih kuat pengaruhnya daripada agama..

Pasar Monopolistik

Pasar merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat, baik masyarakat yang berada dikalangan kelas bawah ataupun masyarakat yang berada di kalangan kelas atas. Semua unsuryang berkaitan dengan hal ekonomi berada di pasar mulai dari unsur produksi, distribusi,ataupun unsur konsumsi..

Tafsir Ayat Ekonomi

Agama Islam mengharuskan setiap pemeluknya memiliki hati dan perasaan yang mawas dan kuat, dengan hati yang mawas dan kuat semua hak-hak Allah dan hak-hak manusia dapat dipelihara dengan baik, semua amal perbuatan dapat dijauhkan dari sikap ekstrim dan memudah-mudahkan. Karena itulah agama Islam ini mewajibkan setiap muslim memiliki sifat dapat dipercaya (amanah)..

Music

Sunday 4 December 2016

JENIS KOMUNIKASI

JENIS KOMUNIKASI

Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau  kelompok
Jenis komunikasi terdiri dari:
1.     Komunikasi verbal dengan kata-kata
2.     Komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh

1.     Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;
a.       Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
b.      Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif  dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
c.       Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan  secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya  bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d.      Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan  stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan  satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
e.       Singkat dan jelas. Komunikasi  akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
f.        Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang  bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.

2.     Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata  dan komunikasi non verbal memberikan arti  pada komunikasi verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
a.       Ekspresi wajah  
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b.      Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi  atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan  bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata  juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya
c.       Sentuhan  adalah bentuk komunikasi personal  mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan  seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang  atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
d.      Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e.       Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan  juga salah satu ungkapan  perasaan  dan pikiran  seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi  non verbal lainnya  sampai desis  atau suara  dapat menjadi pesan yang sangat  jelas.
Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi  seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan  selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan  stress  bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress

ILMU KOMUNIKASI


A. Akar Kata Komunikasi
Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, “comunis”, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya “communis” adalah “communico” yang artinya berbagi (Stuart,1983, dalam Vardiansyah, 2004 : 3). Dalam literatur lain disebutkan komunikasi juga berasal dari kata “communication” atau “communicare” yang berarti " membuat sama" (to make common). Istilah “communis” adalah istilah yang paling sering di sebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata kata Latin yang mirip  Komuniksi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama. (http://cahpct.blogdetik.com/2009/04/02/definisi-komunikasi/).
Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, “communicate”, berarti (1) untuk bertukar pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan informasi; (2) untuk membuat tahu; (3) untuk membuat sama; dan (4) untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan dalam kata benda (noun), “communication”, berarti : (1) pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi; (2) proses pertukaran diantara individu-individu melalui simbol-simbol yang sama; (3) seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan, dan (4) ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi (Stuart, 1983, dalam Vardiansyah, 2004).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi berasal dari akar kata yang maknanya selalu (1) melibatkan pertukaran simbol atau tanda baik verbal maupun nonverbal, (2) terbangunnya relasi kebersamaan antara komunikator dengan komunikan. Simbol atau tanda verbal seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sementara simbol atau tanda nonverbal seperti mimic, gerak-gerik serta suara. Terbangunnya relasi kebersamaan ini bukan selalu sebagai hubungan yang positif seperti keakraban atau keintiman melainkan terbentuknya kontak hubungan antara pengirim pesan dengan penerima pesan melalui simbol atau tanda-tanda tertentu yang bersifat verbal atau nonverbal. Aplikasi kontak simbol ini baik dilakukan dengan diri sendiri (intrapersonal) maupun dengan pihak lain (antarpersonal).


B. Definisi Komunikasi

Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat. Aktivitas komunikasi dapat dilihat pada setiap aspek kehidupan sehari-hari manusia yaitu sejak dari bangun tidur sampai manusia beranjak tidur pada malam hari. Bisa dipastikan sebagian besar dari kegiatan kehidupan kita mengunakan komunikasi baik komunikasi verbal maupun nonverbal. Namun, apa yang dimaksud dengan komunikasi itu sendiri ?
Pawito dan C Sardjono (1994 : 12) mencoba mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau dioperkan (lewat suatu saluran) dari suatu sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan dalam pengetahuan, sikap dan atau perilaku overt lainnya. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama dalam model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the channel) dan penerima (the receiver).
Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process). Schramm menguraikannya sebagai berikut :
“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagai informasi, ide atau sikap. Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu” (Suprapto, 2006 : 2-3).

Dari uraian tersebut, definisi komunikasi menurut Schramm tampak lebih cenderung mengarah pada sejauhmana keefektifan proses berbagi antarpelaku komunikasi. Schramm melihat sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness), kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audience)-nya. Menurutnya, sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai.
Pakar komunikasi lain, Joseph A Devito mengemukakan komunikasi sebagai transaksi. Transaksi yang dimaksudkannya bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana komponen-komponennya saling terkait dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan elemen lain (Suprapto, 2006 : 5).
Sebagai proses, kata Smith, komunikasi sekaligus bersifat khas dan umum, sempit dan luas dalam ruang lingkupnya. Dirinya menguraikan :
“Komunikasi antarmanusia merupakan suatu rangkaian proses yang halus dan sederhana. Selalu dipenuhi dengan berbagai unsur-sinyal, sandi, arti tak peduli bagaimana sederhananya sebuah pesan atau kegiatan itu. Komunikasi antarmanusia juga merupakan rangkaian proses yang beraneka ragam. Ia dapat menggunakan beratus-ratus alat yang berbeda, baik kata maupun isyarat ataupun kartu berlubang baik berupa percakapan pribadi maupun melalui media massa  dengan audience di seluruh dunia…ketika manusia berinteraksi saat itulah mereka berkomunikasi…saat orang mengawasi orang lain, mereka melakukan melalui komunikasi” (Blake dan Haroldsen, 2003 : 2-3).

Sedangkan, Larry A Samovar, Richard E Porter dan Nemi C Janin dalam bukunya Understanding Intercultural Communication mendefinisikan komunikasi sebagai berikut :
Communication is defined as a two way on going, berhaviour affecting process in which one person (a source) intentionally encodes and transmits a message throught a channel to an intended audience (receiver) in order to induce a particular attitude or behaviour” (Purwasito, 2003 : 198).
Dance dan Larson (dalam Vardiansyah, 2004 : 9) setidaknya telah mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Namun, Dance dan Larson mengidentifikasi hanya ada tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke-126 definisi temuannya itu, antara lain :
1.      Tingkat observasi atau derajat keabstrakannya. (a) Definisi bersifat umum, misalnya definisi yang menyatakan komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. (b) Definisi bersifat khusus, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah alat untuk mengirimkan pesan militer, perintah dan sebagainya melalui telepon, telegraf, radio, kurir dan sebagainya.
2.      Tingkat kesengajaan. (a) Definisi yang mensyaratkan kesengajaan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. (b) Definisi yang mengabaikan kesengajaan, misalnya dari Gode (1959) yang menyatakan komunikasi sebagai proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang atau monopoli seseorang menjadi dimiliki dua orang atau lebih.
3.      Tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan. (a) Definisi yang menekankan keberhasilan dan diterimanya pesan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi untuk mendapatkan saling pengertian. (b) Definisi yang tidak menekankan keberhasilan dan tidak diterimanya pesan, misalnya definisi yang menyatakan komunikasi adalah proses transmisi informasi.

Dari berbagai definisi komunikasi yang ada, Sasa Djuarsa Sendjaja dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi mencoba menjabarkan tujuh definisi yang dapat mewakili sudut pandang dan konteks pengertian komunikasi. Definisi-definisi tersebut antara lain :
1.      Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Definisi ini seperti yang dikemukakan Hovland, Janis & Kelley (1953).
2.      Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. Komunikasi ini seperti yang dikemukakan Berelson dan Stainer (1964).
3.      Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?). Definisi seperti yang dikemukakan Lasswell (1960).
4.      Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih. Definisi ini seperti yang dikemukakan Gode (1959).
5.      Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. Definisi ini seperti dikemukakan Barnlund (1964).
6.      Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. Definisi ini seperti yang disampaikan Ruesch (1957).
7.      Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya. Definisi ini seperti yang dikemukakan Weaver (1949) (Zubair, 2006).

Sementara Riswandi menyimpulkan beberapa karakteristik komunikasi berdasar berbagai  definisi yang dikemukakan para ahli, antara lain :
1.      Komunikasi adalah suatu proses, artinya komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.
2.      Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara  sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.
3.      Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi  (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan.
4.      Komunikasi bersifat simbolis karena dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasaverbal dalam bentuk kata-kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
5.      Komunikasi bersifat transaksional. Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional.
6.      Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Maksudnya bahwa para pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi. (Riswandi, 2006).

Jika dilihat sekilas dari ulasan di atas, kiranya dapat ditarik benang merah bahwa tiap ahli bisa memiliki pandangan beragam dalam mendefinisikan komunikasi.  Komunikasi terlihat sebagai kata yang abstrak sehingga memiliki banyak arti. Kenyataannya untuk menetapkan satu definisi tunggal terbukti sulit dan tidak mungkin terutama jika melihat pada berbagai ide yang dibawa dalam istilah itu.
Ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner sehingga definisi komunikasi pun menjadi banyak dan beragam. Masing-masing mempunyai penekanan arti, cakupan, konteks yang berbeda satu sama lain, tetapi pada dasarnya berbagai definisi komunikasi yang ada sesungguhnya saling melengkapi dan menyempurnakan sejalan dengan perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA


Buku :
Blake, Reed H., and Haroldsen, Edwin O. Taksonomi Konsep Komunikasi. Cetakan Ke-1. Terj. Hasan Bahanan. Surabaya: Papyrus, 2003.

Pawito, dan C Sardjono. Teori-Teori Komunikasi. Buku Pegangan Kuliah Fisipol Komunikasi Massa S1 Semester IV. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1994.

Purwasito, Andrik. Komunikasi Multikultural. Cetakan Ke-1. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003.

Suprapto, Tommy. Pengantar Teori Komunikasi. Cetakan Ke-1. Yogyakarta: Media Pressindo, 2006.

Vardiansyah, Dani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Cetakan Ke-1. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.


Internet :

Zubair, Agustina. “Definisi Komunikasi.” WordPress.com 17 Oktober 2006. 10 Juni 2010. <http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-komunikasi>.

Riswandi. “Definisi Komunikasi dan Tingkatan Proses Komunikasi.” WordPress.com 17 Oktober 2006. 10 Juni 2010. <http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-komunikasi-dan-tingkatan-proses-komunikasi/>.


“Definisi Komunikasi.” Blogdetik.com. 11 Juni 2010. <http://cahpct.blogdetik.com/2009/04/02/definisi-komunikasi/>

BANI UMAYYAH : SEJARAH PERTUMBUHAN PERADABAN YANG DICAPAI DAN KEMUNDURAN

BAB I
PENDAHULUAN

Kemunculan agama Islam pada awal abad ke-7 di Mekkah, memperlihatkan kekuatan kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut “khalifah”, atau kadang-kadang “amirul mukminin”, “sultan”, dan sebagainya.
Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah.
Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi. Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk
“kesultanan”; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia.
Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.
Pada kurun waktu ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I.
Kerajaan Ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V, karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh Mustafa Kemal Pasha atau Kemal Attaturk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.
Berbicara mengenai wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini telah menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk tampil sebagai pemegang tampuk kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah kekuasaan dengan sistem dinasti dan diberi nama khilafah Bani Umayyah. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya dinasti yang dibentuk mu’awiyah akhirnya dinasti ini runtuh pula.
Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah tercium sepeninggal khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan ketentraman yang dirasakan masyarakat berganti dengan kekacauan dan kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pucuk pimpinan dinasti ini dipegang khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan khalifah-khalifah berikutnya. Di sisi lain kelompok oposisi yang digalang oleh keturunan Abbas ibn Abdul Muthalib yang mendapatkan dukungan dari golongan mawali (non-Arab) dan Abu Muslim al-Khurasani menjelma menjadi momok menakutkan, ditambah lagi khalifah-khalifah yang menggantikan Hisyam Ibn Abdul Malik begitu lemah dan bermoral buruk. Ketika Marwan Ibn Muhammad naik tahta, Khalifah yang tercatat sebagai khalifah terakhir dari Bani Umayyah ini karena adanya kekacauan, dia melarikan diri ke Mesir dan akhirnya terbunuh di sana. Dan pada saat itulah kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiyah.























BAB 2
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Pertumbuhan
Daulah Bani Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibnu Abdu Syams ibnu Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam persukuan Quraisy pada zaman jahiliyah, berganding dengan pamannya, Hasyim ibnu Abdu Manaf. Antara Umayah dan Hasyim berganding paling keras dalam memperebutkan kedudukan di kalangan Quraisy. Namun, Umayah mempunyai sebab-sebab kemenangan yang lebih banyak daripada Hasyim sebab Umayah adalah saudagar, banyak harta dan banyak pula keturunan. Padahal harta dan keturunan adalah pengkal kemenangan dalam memperebutkan pengaruh dalam masyarakat suku-suku Arab. Karena kekurangan keturunan itulah, Abdul Muthalib ibnu Hasyim pernah bernadzar apabila telah cukup sepuluh orang anak laki-lakinya, seorang akan dikurbankannya pada berhala. Nyaris saja, anaknya yang bernama Abdullah (ayah Nabi Muhammad saw.) dikurbankan. Syukurlah, berhala mau menerima tebusan 100 ekor unta.[1]
Bani Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan persaudaraan dengan para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa Utsman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan praktik nepotisme dengan Mu’awiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Utsman akibat nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung Ali.
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai bekerja. Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan Utsman, sehingga Bani Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali, Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan politik untuk meraih posisi puncak dalam kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh, sehingga pada saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih kekuasaan dengan sangat mudah dan terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah mampu belajar pada pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis di kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari tragedi pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya. Akhirnya, Mu’awiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar jazirah Arab, mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat Yunani Romawi Timur.
“Throughout all Syria the Christians were well treated under the have already learned, Mu'awiyah's wife was a Christian, as were his poet, physician and secretary of finance. We read of only one conspicuous exception, that of al-Walid I, who put to death the chief of the Christian Arab tribe of the banu-Taghlib for refusing to profess Islam.1 Even in Egypt Copts rose several times against their Moslem overlords before they finally succumbed in the days of the 'Abbasid al-Ma'miin (813-33)”[2]
B.  Sistem Pergantian Khalifah
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa, kekuasaan masih berjalan secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).[3] yaitu sebagai berikut:
NO
NAMA
MASA BERKUASA
1
Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan
661-681 M
2
Yazid ibn Mu’awiyah
681-683 M
3
Mua’wiyah ibnu Yazid
683-685 M
4
Marwan ibnu Hakam
684-685M.
5
Abdul Malik ibn Marwan
685-705 M
6
Al-Walid ibnu Abdul Malik
705-715 M
7
Sulaiman ibnu Abdul Malik
715-717 M
8
Umar ibnu Abdul Aziz
717-720 M
9
Yazid ibnu Abdul Malik
720-824 M
10
Hisyam ibnu Abdul Malik
724-743 M
11
Walid ibn Yazid
734-744 M
12
Yazid ibn Walid [ Yazid III] 
744 M
13
Ibrahim ibn Malik
744 M
14
Marwan ibn Muhammad
745-750 M

 
















Sumber : Philip K. Hitti, “History Of The Arabs : Tenth Edition” The subjoined tree shows the connection of the lines of caliphs hlm.184







C. Peradaban yang dicapai
1.         Bidang Ilmu Pengetahuan
Pemerintahan dinasti Bani Umayyah yang dibina atas dasar kekerasan dan mata pedang, serta jiwanya yang sangat kental dengan kefilsafatan membuatnya sangat menghormati para cendikiawan sebagai tempat mengadu. Bahkan mereka menyediakan dana khusus untuk para ulama dan filosof.[4] Penghormatan kepada ulama karena didorong oleh semangat keagamaan mereka. Pada periode ini belum ada pendidikan formal. Putra-putra khalifah Bani Umayyah biasanya akan di sekolahkan ke Badiyah (pedesaan), gurun Suriah. Kesanalah Muawiyah mengirimkan putranya yang kemudian menjadi penerusnya (Yazid).
Di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, para da’i Islam dikirim ke berbagai negara seperti India, Turki, Asia Tengah, Afrika, Andalusia dan sebagainya dengan misi utama agar mereka masuk Islam. Waktu itu, beliau memerintahkan semua warganya untuk berbondong-bondong mempelajari hukum Islam di setiap bangunan terutama masjid dalam rangka menyebarkan ilmu pengetahuan. Kemudian ia menyuruh golongan cendikiawan muslim agar menerjemahkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab berbahasa Yunani dan Latin ke bahasa Arab, agar ilmu-ilmu tersebut dapat dicerna oleh umat Islam.
Dan di masa Umar bin Abd Aziz inilah beliau menginstruksikan untuk mentadwinkan (mengumpulkan) kitab-kitab hadits.[5] Kota-kota yang menjadi pusat kegiatan ilmu pada masa Bani Umayyah masih seperti zaman Khulafaurrasyidin, yaitu Damaskus, Kuffah, Basrah, Mekkah, Madinah dan Mesir. Ilmu pengetahuan pada masa itu terbagi menjadi dua yaitu; 
a.       Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru) yang terdiri dari dua bagian, yaitu: 
1)      Al-Ulumul Islamiyah, yaitu ilmu-ilmu al-Qur’an, al-Hadits, al-Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, at-Tarikh dan al-Jugrafi
2)      Al-Ulumul Dakhiliyah, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam, seperti Filsafat, dan lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
b.      Al-Adaabul Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman Jahiliyah dan di zaman khulafaurrasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah, syair, khitabah dan amsaal.[6]
Adapun tokoh-tokoh ilmu pengetahuan di antaranya Abu al-Aswad al-Du’ali (perintis tata bahasa), al-Khalil ibn Ahmad (penyusun Kitab al-Ayn), Hasan al-Bashri, Ibn Syihab al-Zuhri, Amir ibn Syarahil al-Sya’bi, Abu Hanifah, Abid ibn Syaryah dan Wahb ibn Munabbih.[7] 
2.      Bidang Ekonomi 
Dalam upaya membiayai roda pemerintahan, maka dibentuklah Baitul-Mal (tempat untuk menyimpan kekayaan Negara) sebagai kas perbendaharaan Negara. Semua hasil bumi dan pajak lainnya dimasukkan ke Baitul-Mal tersebut yang dikordinir oleh Diwan al-Kharaj (dewan yang mengurusi pajak tanah). Hasil bumi yang digarap oleh masyarakat disetor 5% ke pemerintah, sedangkan pajak untuk setiap transaksi disetor sebesar 10%. Khusus barang dagangan yang nilainya kurang dari 200 dirham tidak dikenakan pajak.
Sumber dana lain untuk pengisian Baitul-Mal adalah pajak kekayaan yang khusus ditujukan kepada non Muslim yang daerahnya dikuasai oleh pemerintahan Islam. Dana-dana tersebut digunakan untuk pembangunan pada sektor-sektor penting, yakni jalan raya dan sumur-sumur di sepanjang jalan dan pembangunan pabrik-pabrik. Pemerataan pembangunan bukan hanya pada suatu daerah, akan tetapi dilakukan upaya-upaya distribusi ke daerah-daerah secara adil.[8] Kemudian kebijakan yang strategis pada masa dinasti Bani Umayyah adalah adanya sistem penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa khalifah Abdul Malik. Dia mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang diipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas dan perak sebagai lambing kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada sebelumnya.
3.      Bidang Administrasi 
Administrasi pemerintahan Bani Umayyah telah nampak pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus. Muawiyah dikenal dalam kepemimpinannya karena dalam dirinya terkumpul sifat seorang politikus dan administrator.Di zaman ini pertama dikenalkan materai resmi untuk mengirimkan memorandum yang berasal dari Khalifah serta pertama kali menggunakan pos untuk mengumumkan kejadian-kejadian penting dengan cepat.
Penambahan administrasi pemerintahan besar-besaran terjadi pula pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, dia melakukan pembenahan administrasi negara dengan memerintahkan para pejabat negara menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan. Hal tersebut pertaama kali diterapkan di Syiria dan Irak, kemudian di Mesir dan Persia. 
Dalam menjalankan pemerintahannya, Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al-Kuttab yang meliputi:
a.  Katib ar-Rasail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b.  Katib al-Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran Negara.
c. Katib al-Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d. Katib asy-Syurthah yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
e.  Katib al- Qadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.[9]
Demikianlah kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Bani Umayyah yang tentunya membawa sebuah perubahan besar dalam perkembangan sejarah peradaban Islam. Hal ini setidaknya tercermin pada masa Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M). 
d.  Kemunduran Bani Umayyah
Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak Umayah berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi Islam. Tetapi, kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar seperti yang dilakukan oleh Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan, dan ditambah lagi dengan pola suksesi yang bersifat keluargaan telah memunculkan perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik Bani Umaya. Sejak sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah terus mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam kekuataan politik. Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh Bani Umayah untuk dihancurkan, dan segera diganti.
Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara lain :
a.       Perselisihan antar keluarga khalifah.
Perselisihan antar keluarga khalifah, yaitu para putra mahkota yang menjadikan rapuhnya kekuatan kekhalifaan. Apabila yang pertama memegang kekuasaan, maka ia berusaha untuk mengasingkan yang lain dan menggantikannya dengan anaknya sendiri. Hal ini menimbulkan permusuhan dalam keluarga dan tidak hanya terbatas pada tingkat khalifah dan gebernur saja. Menurut Philip K.Hitti, sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas, pergantian khalifah itu tidak jelas. Ketidakjelasan pergantian ini mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.[10]
b.       Moralitas Khalifah atau gebernur yang jauh dari konsep Islam
Kekayaan Bani Umayyah disalah gunakan oleh khalifah ataupun gebernur untuk hidup berfoya-foya, bersuka ria dalam kemewahan, terutama pada masa Khalifah Yazid II naik tahta. Ia terpikat pada dua biduanitanya, Sallamah dan Hababah serta suka minum minuman keras yang berlebihan. Namun gelar peminum terhebat dipegang anaknya, al-Walid II yang terkenal keras kepala dan suka berfoya-foya. Ia diriwayatkan terbiasa berendam di kolam anggur, yang biasa ia minum airnya hingga kedalamannya berkurang. Kemudian para wazir dan panglima Bani Umayyah sudah mulai korupsi dan mengendalikan negara karena para khalifah pada saat itu sangat lemah.[11]
c.       Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd Thalib yang
mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali.[12]
d.       Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap khalifah Marwan
yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah, setelah itu ia menjadi khalifah dalam kekuasaan umata Islam. Kemudian kelompok Abul Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin Umar bin Hubairah, yang merupakan benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.[13]



BAB 3
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Usman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Usman Bin Affan dianggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah kekuasan Islam. Masyarakat Madinah, khususnya para sahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwan mendatangi sahabatnya Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifahan pengganti Usman bin Affan. Permintaan itu dipertimbangkan dengan masa dan akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima tawaran tersebut. Keadaan sosial politik pada awal pemerintahan Ali bin Abi Thalib sangat tidak stabil karena Usman bin Affan banyak terjadi pemberontakan dimana-mana. Pemberontakan- pemberontakan itu tidak dapat diselelesaikan hingga akhir kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat karena terbunuh oleh ibnu Muljam, salah satu anggota khawarij (661 M), kekhalifahan dialihkan kepada putranya yaitu Hasan bin Ali. Di tengah- tengah pemerintahan, Hasan semakin lemah dan Muawiyah semakin kuat. Dan akhirnya Hasan mengadakan perjanjian damai dengan muawiyah. Penyerahan kekuasaan pemerintahan Islam dari Hasan ke Muawiyah ini menjadi tonggak formal berdirinya kelahiran Dinasti Umayyah di bawah pimpinan khalifah yang pertama, Muawiyah ibn Abu Sufyan.
Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa- masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafadin Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipililh secara demokratis dengan kepemimpinan karismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Hereditas, yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran. Faktor- faktor itu antara lain:
a. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan.
b. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali bin Abi Thalib pada
    khususnya dan Bani Hasyim pada umumnya.
c. Pertentangan etnis antara Bani Qads dan Bani Kalb yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam, makkin meruncing, sehingga sulit untuk menggalang persatuan dan kesatuan, serta memandang rendah kaummuslim bukan arab (Mawali), sehingga mereka tidak diberi kesempatan pemerintahan.
d. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah yang disebabkan oleh sikap hidup
    mewah di antara para khalifahnya.
e. Adanya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas, yang mendapat
    dukungan dari Bani Hasyim dan golongan syi’ah, serta kaum Mawali yang merasa
    dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
B.     Saran
Perlu kiranya mengambil intisari dari kisah perjalanan Bani Umayyah yang diharapkan mampu membuka fikiran kita untuk terus belajar dan mempedomani kebaikan dari masa lalu






















DAFTAR PUSTAKA

Azizah. “Mozaik Sejarah Islam (Islam Masa Dinasti Umayyah)”, (Nusantara Press :
Yogyakarta, 2011)
Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst
Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004)
Badri Yatim, MA, “Sejarah Peradaban Islam” (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1998)
Hamka. “Sejarah Umat Islam : Pra-Kenabian hingga Islam ke Nusantara” (Gema
Insani : Jakarta, 2016)
Hisyam. “Sejarah Kebudayaan Islam. Cet IV.” (Bulan Bintang : Jakarta, 1993)
Muhammad S. Islam “Pengantar Ilmu Hadis. Cet I.” (Angkasa : Bandung, 1988)
Philip K. Hitti, “History Of The Arabs : Tenth Edition” (Macmillan Publisher LTD : London,
1970)
Philip K. Hitti. “History of Arabs. Terjemahan cecep Lukman yasin.” (Serambi Ilmu Semesta
: Jakarta, 2005)
Siti Maryam. “Sejarah Peradaban Islam”, (Lesfi : Yogyakarta, 2003)




[1] Prof. Dr. Hamka. “Sejarah Umat Islam : Pra-Kenabian hingga Islam ke Nusantara” (Gema Insani : Jakarta, 2016), hlm.189
[2] Philip K. Hitti, “History Of The Arabs : Tenth Edition” (Macmillan Publisher LTD : London, 1970), hlm.233-234
[3] Drs. Badri Yatim, M.A, “Sejarah Peradaban Islam” (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1998), hlm. 42
[4] Hisyam. “Sejarah Kebudayaan Islam. Cet IV.” (Bulan Bintang : Jakarta, 1993), hlm. 196 
[5] Islam, Muhammad S. “Pengantar Ilmu Hadis. Cet I.” (Angkasa : Bandung, 1988), hlm 15. 
[6] Ibid, (Sejarah Kebudayaan Islam) hlm. 183
[7] Philip K. Hitti. “History of Arabs. Terjemahan cecep Lukman yasin.” (Serambi Ilmu Semesta : Jakarta, 2005), hlm. 302-305 
[8] Siti Maryam. “Sejarah Peradaban Islam”, (Lesfi : Yogyakarta, 2003), hlm. 81-82
[9] Azizah. “Mozaik Sejarah Islam (Islam Masa Dinasti Umayyah)”, (Nusantara Press : Yogyakarta, 2011), hlm. 99 
[10] Ibid. (History Of The Arabs). Hal 352 
[11] Ibid. (Sejarah peradaban Islam). Hal 45 
[12] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004), hlm. 48-49
[13] Ibid. hlm. 44