Music

Monday, 18 February 2013

Bekerja Dalam Panduan Islam


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Kerja adalah kata yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia di dunia ini. Islam memberikan ruang yang sedemikian luas dan menganggap penting semua kerja yang produktif . kerja yang produktif diberikan dalam sebuah ibadah untuk memberikan kesempatan tersebut. Dalam pandangan Abdul Hadi, kerja manusia adalah sumber nilai yang riil. Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan, maka dia tidak akan berguna dan tidak memiliki nilai, adalah sebuah ungkapan yang telah diproklamirkan Islam sejak lebih dari satu milineum yang lalu sebelum para ahli ekonomi klasik menemukan fakta-fakta yang ada. Dalam pandangan Al-Qur’an, kerja dan amal adalah yang menetukan posisi dan status seseorang dalam kehidupan. Kerja adalah satu-satunya kriteria, disamping Iman, dimana manusia bisa dinilai untuk mendapatkan pahala , penghargaan, dan ganjaran.

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian ‘amal dan apa saja istilah yang semakna dengan amal?
2.      Apa hakikat dari kerja?
3.      Bagaimanakan bentuk kerja yang halal dan yang haram?
4.      Apakah implikasi kerja dalam kehidupan?


  1. TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui pengertian amal dan istilah yang semakna
2.      Mengetahui hakikat dari kerja
3.      Mengetahui bentuk kerja yang halal dan yang haram
4.      Mengetahui implikasi kerja dalam kehidupan



BAB II
PEMBAHASAN
BEKERJA DALAM PANDUAN ISLAM

  1. PENGERTIAN AL-‘AMAL DAN YANG SEMAKNA
Al-Qur’an menyebutkan tentang kerja, dalam satu konteks dengan yang lainnya, dengan frekuensi yang sedemikian banyak. Bahkan hampir di setiap halaman Al-Qur’an ada yang mereferens pada kerja itu. Sebagai bukti ialah kita mendapatkan sebanyak 360 ayat yang membicarakan tentang amal dan 109 yang membicarakan tentang fi’il (dua kata yang itu sama-sama bermakna kerja dan aksi). Selain kata amal dan fi’il, beberapa terma lain yang di ambil dari akar kata yang juga menekankan pada aksi dan kerja kita dapatkan secara ekstensif, seperti kata Al-sunu’ dan Al- Kasbu. Frekuensi penyebutan kata kerja yang demikian banyak ini menunjukkan betapa pentingnya segala bentuk kerja produktif dan aktivitas yang menghasilkan di dalam  Al- Qur’an.
1.      Al- ‘Amal
Kata kerja di dalam Al-Qur’an, diungkap setidaknya melalui empat kata, al-‘amal, al-sunu’, al-fi’il dan al-kasbu. Kata al-‘amal merupakan kata yang paling banyak disebut di Al-Qur’an. Ditemukan kata ‘amal dengan segala derivasinya (‘amala. ‘amilu, a’mal, ta’malun, ya’malun, dll). Disebut sebanyak 360 kali.[1]
Konsep amal adalah konsep yang amat luas. Kata ini juga dimaknakan dengan perbuatan dalam pengertian  yang umum dan luas. Kendati demikian, Jalaluddin menyatakan kata amal dalam pada umumnya berkenaan dengan persoalan-persoalan yang bersifat eskatologis atau keakhiratan. Tidak kalah menariknya, kata amal yang diartikan sebagai perbuatan yang menghendaki perilaku, ternyata perilakunya cukup beragam. Pelaku kata amal itu adalah Allah SWT. Disamping  itu, pelaku lain adalah Malaikat, jin , setan dan manusia itu sendiri. Khusus yang disebut terakhir, kata amal yang pelakunya manusia disebut pada 312 ayat atau setidaknya manusia terlibat di dalamnya. Perbuatan-perbuatan itu mencakup kebaikan dan kejahatan. Perbuatan baik yang selalu dianjurkan disebut dengan salih (‘amal shalihat) dan perbuataan jelek yang diperintahkan untuk dijauhi diungkap dengan kata syyi’at.[2]

Allah SWT berfirman :
Dan katakanlah : “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.[3]
Terma kerja pada ayat diatas di ungkap lewat kata ‘amal. Para mufassir memahami kata ‘amal pada ayat tersebut mengacu pada arti amal-amal shaleh. Bahkan ada kesan, kata amal dipahami sebagai ibadah.[4]
Ayat ini bertujuan agar manusia mawas diri dan mengawasi amal-amal mereka, dengan jalan mengingatkan mereka bahwa setiap amal yang baik dan yang buruk, memiliki hakikat yang tidak dapat disembunyikan, dan mempunyai saksi-saksi yang mengetahui dan melihat hakikatnya, yaitu Rasul dan para saksi amal-amal dari kelompok kaum mukminin, tentu saja setelah disaksikan Allah SWT.
Kendati para mufassir memahami ayat diatas dalam konteks amal dalam arti sempit atau ibadah mahdah, namun kita dapat mengembangkan maknanya lebih luas. Kata ‘amal mencakup segala aktivitas manusia yang bertujuan untuk menghasilkan barang atau jasa. Inilah yang disebut kerja dalam makna luas. Kerja itu sendiri bisa yang baik dan bisa yang buruk. Semuanya itu tidak tersembunyi bagi Allah dan juga manusia pada umumnya. Orang yang bekerja dengan baik, professional dan sempurna maka ia akan memperoleh tidak saja keuntungan material tetapi juga keuntungan spiritual. Bahkan ia memperoleh nama yang mengharumkan di tengah-tengah orang-orang yang menyaksikan pekerjaanya.
Kata amal yang bermakan kerja dapat dilihat dari surat Al- Kahfi ayat 79 berikut, yang artinya:
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan Aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.[5]
Ayat ini menjelaskan kata ‘amal (ya’maluna) harus diterjemahkan dengan bekerja. Orang yang bekerja di laut itu disebut dengan nelayan. Ayat di atas sama sekali tidak berhubungan dengan ibadah mahdah. Di samping itu, penjelasan para mufassir bahwa yang memiliki kapal tersebut adalah orang lemah dan miskin, maka penafsiran ini semakin menguatkan kita bahwa manusia tidak boleh berpangku tangan. Termasuk orang-orang miskin, diperintahkan tetap berusaha semaksimal mungkin dan menghindarkan diri jadi peminta-minta.[6]
2.      Al - Sunu'
Kata sunu’ dengan segala bentuk derivasinyaa di dalam Al- Qur’an  di dalam Al- Qur’an (istana’tuka, isna’, tasna’un sun’a, san’ah masani’, dll) disebut sebanyak 20 kali yang tersebar pada 14 surah dan 19 ayat. Al-sunu’ di dalam Al-Qur’an mengandung arti perbuatan yang pelakunya terkadang Allah sendiri dan pada bagian lain, pelakunya manusia itu sendiri. Sehubungan dengan manusia sebagai pelaku, ada kalanya perbuatan baik dan terkadang bisa juga perbuatan buruk.
Dalam konteks perbuatan yang melahirkan sesuatu, Al-Qur’an menjelaskan mengenai kemampuan daya cipta manusia seperti Fir’aun dan kaumnya membuat bangunan dan istana, tipu daya tukang sihir Fir’aun, Nabi Daud membuat baju besi, kaum Nabi Hud membuat benteng, Nabi Nuh membuat perahu dan lain-lain.
Sunu’ adalah daya cipta manusia yang lahir dari keterampilan dan keahlian khusus. Dalam makna lain, kata sunu’ adalah profesi yang pada gilirannya akan melahirkan profesionalisme. Kata shana’ atau shun’u biasanya digunakan untuk perbuatan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan. Orang yang melakukannya biasanya memiliki keterampilan dan kemahiran. Kata ini juga bermakna melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Berbeda tentunya dengan konsep ‘amal pada umumnya. Muhammad Ghadi Al-Khassani menyatakan bahwa al-shun’u adalah perbuatan atau pekerjaan yang didalam pelaksanannya menuntut al-jaudah yang bermakna sempurana atau ahsan (yang terbaik).
3.      Fi’il
Kata al-fi’il dengan segala derivasinya (if’al, taf’al, taf’alun, yaf’alun, fa’il, maf’ul, dll) disebut 108 kali – bahkan menurut Al-Quraisy disebut 190 kali di dalam Al-Qur’an. Kata fi’il juga berarti perbuatan dengan pelaku yang macam-macam. Tampaknya konsep fi’il juga bersifat umum sama halnya dengan ‘amala. Adapun pelaku dalam konsep fi’il ini mengacu kepada Allah SWT.
Kata fi’il yang artinya perbuatan atau kegiatan mencakup perbuatan secara umum, perbuatan baik(al-khairat) dan al-ma’ruf. Kata fi’il juga mengacu kepada perbuatan yang buruk atau negative.
4.      Al-Kasbu
Kata kasb dengan segala derivasinya disebut di dalam Al-Qur’an sebanyak 67 kali di dalam 27 surah dan 60 ayat. Kata kasb mengacu kepada perbuatan, sama ada perbuatan baik ataupun buruk. Jalaludin rahman menuliskan bahwa kata kasb di dalam Al-Qur’an mengacu kepada perbuatan secara umum, perbuatan jelek umum, perbuatan baik tertentu, perbuatan jelek tertentu, perbuatan tentang harta dan rezeki.
Keutamaan laki-laki atau perempuan dalam surat An-Nisa ayat:32 adalah harta dan kekayaan yang diperoleh masing-masing. Harta itu diperoleh melalui hasil kerja keras. Lebih jauh lagi diungkapkan bahwa kekayaan yang sesungguhnya adalah seperti ilmu tepat guna, kedudukan, melakukan kebaikan dan harta kekayaan,. Semua itu dapat diperoleh dengan kerja keras dan usaha. Berbuat sungguh-sungguh untuk mendapatkan semua itu diperintahkan Allah dalam ayat tersebut.[7]

  1. HAKIKAT KERJA
Kerja merupakan aktivitas yang menghasilkan sesuatu, lebih dari sekedar hiburan. Dalam Ensiklopedi Indonesia, kerja sebagai pengerahan tenaga yang dilakukan untuk menyelenggarakan proses produksi.,
Islam menghapus semua perbedaan kelas antar umat manusia, dan menganggap amal sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dirinya. Bukan hanya sebatas itu, Islam juga telah mengangkat kerja pada level kewajiban religious dengan menyebutkan kerja itu secara konsisten sebanyak 50 kali yang digandengkan dengan iman. Hubungan antara iman dan kerja itu sama dengan hubungan antara akar dan pohon.
Al-Qur’an selalu menyeru manusia untuk menggunakan waktu dengan cara menginvestasikannya dalam hal yang menguntungkan dengan selalu menggunakannya dalam tindakan-tindakan dan kerja yang baik. Adalah sesuatu yang tidak bisa disangkal bahwasanya semua bentuk hasil produksi adalah hasil daripada sebuah kerja. Dan setiap perkembangan dalam hal kualitas dan kuantitas produksi juga sangat tergantung pada sebuah kerja. Maka, makna penting kerja dan amal itu tidak akan pernah tidak ditekankan. Islam selalu menyerukan pada setiap orang Islam untuk selalu bekerja dan berjuang, serta melarang segala bentuk praktek kemalasan dan pangku tangan.

C. PEKERJAAN YANG HALAL DAN HARAM
Pekerjaan yang halal dan haram dalam Islam dapat dilihat dari dua sisi.
-        Pekerjaan yang halal (bertani, berdagang dan sebagainya.[8] Seperti hadis Nabi Muhammad SAW :
عن رفاعة بن را فع رضى الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم سـل اي الكسب اطيب؟ قال (عمل الر جل بيده وكل بيع مبرور ) رواه البزار وصحيحه الحاكم[9]
Dari rifa’ah bin rafi’, RA bahwasanya Nabi SAW ditanya apakah sebaik-baik usaha? Maka berkata Rasulullah , ( pekerjaan seorang lelaki dengan tangannya dan setiap pekerjaan diterima)
-        Pekerjaan yang haram
Pekerjaan yang nyata-nyata diharamkan Allah SWT yang mengasumsikan adanya pihak lain yang dirugikan atau dikorbankan. Pekerjaan haram juga akan menghasilkan sesuatu yang diharamkan pula. Contoh pekerjaan haram adalah:
  • Penjahat (pencuri, perampok, perompak, penodong, penjambret, penipu, bajing loncat, penadah, dll)
  • Pedagang barang haram (narkoba, minuman keras, video porno, alat keperluan judi, dan lain-lain)
  • Pedagang curang (yang memanipulasi timbangan, mengakali makanan, tidak menjelaskan cacat, dsb)
  • Pelacur, germo, makelar wts, serta pengusaha hiburan yang mendukung zina dan pornoaksi
  • Orang yang merugikan negara dan rakyat (penjual pasal, koruptor, kolutor, nepotistor, dkk)
  • Spekulan (penimbun komoditi yang dibutuhkan masyarakat, forex, saham, dan sebagainya)
  • Pelaku riba (bank, usaha pemberi kredit, rentenir, lintah darat, meminjamkan uang meminta imbalan, dll)
  • Penegak hukum jahat pembela kejahatan (oknum hakim, jaksa, pengacara, polisi, tni, kpk, pol pp, dll)
  • Media massa yang menampilkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
  • Pengambil harta orang lain tidak sesuai syariat (pajak, bea, cukai, tarif, upeti, uang jago, dll)
  • Orang-orang yang menyebarkan ajaran agama yang salah dan menyesatkan.[10]


D.  IMPLIKASI KERJA DALAM KEHIDUPAN
Al- qur’an menyerukan pada semua manusia yang memiliki kemampuan fisik untuk bekerja dalam usaha mencari sarana hidup untuk dirinya sendiri. Tak seorang pun dalam situasi normal, dibolehkan untuk meminta-minta atau menjadi beban bagi kerabat dan Negara sekalipun. Al-Qur’an sangat menghargai mereka yang berjuang untuk mencapai dan memperoleh karunia Allah. Apa yang disebut karunia Allah ini adalah meliputi segala macam sarana kehidupan.
Rasulullah Saw., menyatakan bahwasanya orang yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya sendiri dan untuk saudaranya yang tidak yang beribadah sepanjang waktu, lebih baik dari saudaranya yang tidak bekerja. [11]














BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
ü  Amal dapat diartikan sebagai perbuatan yang menghendaki perilaku, yang ternyata perilakunya cukup beragam. Amal terdiri dari amal baik dan buruk. Istilah selain amal yang semakna antara lain, Al-Sunu’, Al-fi’il dan Al-Kasbu
ü  Hakikat kerja adalah kerja sebagai pengerahan tenaga yang dilakukan untuk menyelenggarakan proses produksi.,
ü  Pekerjaan yang halal adalah pekerjaan yang mendapat ridha Allah SWT, seperti bertani, berdagang. Sedangkan pekerjaan yang haram adalah pekerjaan seperti merampok, mencuri, dan lain-lain.
ü  Implikasi kerja dalam kehidupan adalah untuk menafkahi dirinya sendiri dan juga keluarganya.













DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis Dalam Islam, Pustaka Al-Kautsar, 2001
Akmal Tarigan, Azhari, Tafsir Ayat Ekonomi, CitaPustaka, Media Perintis, Bandung
Al-hafidz ibnu Al-Asqalany, bulughul Maram
Al-Kharsani, Muhammad Hadi, Al’amal fi Al-Islam Wa Dauruhu fi Al-Tanmiyati, Beirut
Al-Qur’anul Karim
Shihab, M. Quraish, Al-Mishbah Vol 7
Rahman, Jalaluddin, Konsep Perbuatan Manusia menurut Al Qur’an: Suatu Kajian Tafsir Tematik, Jakarta, Bulan Bintang




[1] Muhammad Hadi Al-Kharsani, Al’amal fi Al-Islam Wa Dauruhu fi Al-Tanmiyati Al-Iqtishadiyyah, Beirut: Dar Al-hadi, t.th, h. 37
[2] Jalaluddin Rahman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Al- Qur’an: Suatu kajian Tafsir Tematik, Jakarta, Bulan BIntang, 1992, h. 47
[3] Al-Qur’an, surat At-Taubah :105
[4] M. Quraish Shihab, Al-Mishbah…. Vol. 5 h. 710
[5] Al- Qur’an, surat Al-Kahfi ayat 79
[6] Azhari Akmal Tarigan, Tafsir ayat ekonomi, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung , h. 135
[7] Ibid, h. 139
[8] Ibid, h. 154
[9] Bulughul Maram, Kitabul Buyu’,h.165
[10] http:google.com/pekerjaan-yang-haram, diakses tanggal 9 November 2012
[11] Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, Pustaka Al-Kautsar, 2001, h.13