BAB
II
PEMBAHASAN
DEFENISI
DAN MOTIF DARI SUATU BISNIS
A. PENGERTIAN
MOTIF BISNIS
Menurut Winkel, 1996 (Dalam DR.
Nyayu Khodijah, 2006), menyatakan motif adalah daya penggerak dalam diri
seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan
tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa motif adalah
alasan (sebab) seseorang melakukan sesuatu.
Secara etimologi bisnis berasal
dari bahasa Inggris yaitu bussines dari kata dasar busy yang
berarti “sibuk”, yaitu sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang
mendatangkan keuntungan.
Bisnis dalam Al-Qur’an yaitu al-tijarah
dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar , tajara, tajran
wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun
walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir). Menurut
ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an , at-Tijarah
bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Secara
umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan
oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki
dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola
sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.[1] Menurut
Ricky W. Griffin dan Ronal J.Eber , Bisnis adalah organisasi (perusahaan) yang
menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapat laba[2].
Disamping itu Jeff Madura menyatakan bahwa suatu bisnis (perusahaan) adalah
usaha yang menyediakan produk atau jasa yang diinginkan pelanggan[3]. Pada
umumya definisi bisnis yang dikutip oleh para ahli bisnis cenderung sama yakni
bisnis adalah kegiatan usaha yang terorganisasi untuk menghasilkan barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan bertujuan menghasilkan profit
(laba), yang kemudian laba tersebut digunakan untuk usaha meningkatkan laba
atau perusahaan yang lebih besar lagi. Adapun dalam
Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya
yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam
cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).[4]
Jadi dapat di ambil kesimpulan
bahwa pengertian motif bisnis adalah dorongan seseorang melakukan kegiatan atau
usaha yang menyediakan produk atau jasa yang diinginkan konsumen untuk
mendapatkan profit (laba). Sedangkan motif bisnis menurut Islam adalah dorongan
seseorang melakukan kegiatan atau usaha yang menyediakan produk atau jasa yang
diinginkan konsumen untuk mendapatkan profit(laba) sesuai ajaran Islam.
Firman Allah swt surat
An-Nisaa : 29
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
"Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu"[5].
Allah SWT
melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang
bathil dan cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari'at
seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya
yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari'at tetapi Allah mengetahui
bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari sipelaku untuk
menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syari'at Allah. Allah
mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan perdagangan
(perniagaan) yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak
yang bersangkutan.
1. MOTIF
DARI SUATU BISNIS
Pada umumnya dalam dunia bisnis
laba merupakan motif dan tujuan utama. Namun ada pula bisnis yang tidak hanya
mengejar keuntungan tapi bersifat sosial. Bisnis seperti ini dikenal dengan Nirlaba.
Contoh :
Ø Panti
asuhan
Ø Sekolah
Ø Rumah
sakit dll.
Meskipun
organisasi nirlaba tidak sepenuhnya fokus pada menghasilkan laba, organisasi
tersebut tetap di kelola sebagaimana bisnis dikelola. Misalnya saja,bisnis dari
rumah sakit nirlaba.Rumah sakit tersebut mengenakan biaya untuk layanannya sama
seperti rumah sakit yang mencari laba.Rumah sakit tersebut tetap menagih kepada
perusahaan asuransi pasien untuk layanan yang diberikan dan menagih kepada
pasien untuk sisa yang tidak di bayarkan oleh perusahaan asuransinya.jika rumah
sakit tersebut memberikan layanannya secara gratis, maka rumah sakit tersebut
akan dengan cepat menghabiskan seluruh dana yang disumbangkannya untuk
mendanainya maupun akumulasi laba yang dihasilkannya.
2. MOTIF
BISNIS SECARA ISLAM
Selain untuk memperoleh laba, Islam
mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan bisnis dengan cara yang diridhai
Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi. Adapun motif-motif bisnis secara islam
adalah :
1.
Sebagai Ibadah
Untuk meraih Ridha Allah
Islam sebagai agama yang haq jelas akan memberi
petunjuk ke jalan yang benar yang akan menuntun manusia untuk meraih
kebahagiaan yang hakiki dunia maupun akhirat. Sebab itu dalam kaitan dengan
aktivitas bisnis, hendaknya manusia tidak hanya bertujuan untuk mengumpulkan
harta kekayaan namun sekaligus, untuk litta’budiyah (penghambaan diri)[6],
sebagaimana firman-Nya
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[7]
2.
Memenuhi
Kebutuhan Hidup
Islam memerintahkan ummatnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup,terutama kategori
primer dan skunder. Hanya saja Islam berpesan agar pemeluknya tidak
menyalahi syariat mengenai segala apa yang dimakan, diminum, dipakai dan yang ditempati.
Dalam arti untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut pebisnis muslim harus melakukannya dengan
cara yang terpuji dan tidak menyalahi etika [8]
3.
Memenuhi
Kebutuhan Keluarga
Sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan kehadiran orang lain
sebagai media untuk saling mencinta dan dicinta, saling membantu, saling
mencurahkan isi hati dsb. Kebutuhan kehadiran orang lain itu, antara lain
berupa institusi keluarga sebagai wadah yang diajarkan oleh syariat Islam.
Hanya saja untuk bisa membangun keluarga sesuai syariat Islam kebutuhan yang
harus terpenuhi tidak hanya aspek sosial dan psikologi semata, namun masih ada
kebutuhan pokok lain yang harus dipenuhi berupa kebutuhan fisik yang berupa
sandang dan pangan. Agar kebutuan fisik ini bisa terpenuhi maka kepala keluarga
harus bekerja kerasuntuk memenuhi segala kebutuhan yang di perlukan oleh
seluruh anggotan keluarganya[9]
4.
Membangun
Kemandirian
Islam
menyatakan perang melawan kemiskinan. Karena itu Islam menghendaki agar setiap
individu yang ada di tengah masyarakat hidup secara layak dan mandiri. Agar
bisa mencapai tujuan tersebut, semua orang dituntut untuk bekerja, menyebar di
muka bumi, dan memanfaatkan rizki pemberian Allah .[10]
Sebagaimana firman-Nya:
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.[11]
B. FUNGSI
BISNIS
·
Mengubah
kepemilikan (possessive utility), yaitu fungsi penjualan
DAFTAR
PUSTAKA
Sihombing, Doinisius. 2010. Modul Pengantar
Bisnis. Medan:
Djakfar, Muhammad. 2004. Etika Bisnis Islami. Malang:
UIN Malang Press.
Yusanto, I. Ahmad dan Muhammad
Karebet
Widjajakusuma.
2002. Menggagas Bisnis Islami.Jakarta: Gema Insani Press.
Madura, Jeff. 2007. Pengantar
Bisnis. Jakarta:Salemba Empat.
Muslich, Etika Bisnis Islami;
Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif, Yogyakarta:Ekonosia
Fakultas Ekonomi UII.
Budiarta, Kustoro. 2010. Pengantar Bisnis. Medan:
Mitra Wacana Media.
www.scribd.com/doc/7937627/Pengertian-Dan-Fungsi-Bisnis.
[1]
Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi
Implementatif, (Yogyakarta : Ekonosia Fakultas Ekonomi UII, 2004) h. 46
[2]
Dionisius Sihombing, Modul Pengantar Bisnis, (Medan: Diktat,2011), h. 1
[3]
Jeff Madura, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2007) h. 5
[4]
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad
Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis
Islami, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2002), h. 15
[5]
Q.S,
An-Nisa/4:29
[6]
Muhuammad Djakfar, Etika Bisnis Islami, (Malang : UIN Malang Press, 2008), h.
145
[7]
Q.S. Adz-Dzariyaat/51:56
[8]
Ibid., h. 152
[9]
Ibid., h. 153
[10]
Ibid., h. 15
[11]
Q.S. Al-Mulk/67:15
[12]
Kustoro Budiarta, Pengantar Bisnis, (Medan: Mitra Wacana Media, 2010)
hal 4