A.
PENDAHULUAN
Agama Islam
mengharuskan setiap pemeluknya memiliki hati dan perasaan
yang mawas dan kuat, dengan hati yang
mawas dan kuat semua hak-hak Allah dan hak-hak manusia dapat dipelihara dengan
baik, semua amal perbuatan dapat dijauhkan dari sikap ekstrim dan
memudah-mudahkan. Karena itulah agama Islam ini mewajibkan setiap muslim
memiliki sifat dapat dipercaya (amanah).
Amanah dalam
perspektif agama Islam memiliki makna dan kandungan yang
luas, di mana seluruh makna dan kandungan
tsb bermuara pada satu pengertian yaitu setiap orang merasakan bahwa Allah swt
senantiasa menyertainya dalam setiap urusan yang dibebani kepadanya, dan setiap
orang memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan
pertanggung jawaban atas urusan tsb sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
sabda Rasulullah saw :
“Masing-masing kalian adalah pemimpin,
dan masing-masing kalian akan ditanya
tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan
ditanya tentang
kepemimpinannya, seorang laki-laki adal pemimpin dalam keluarganya,
dan dia akan
ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di
rumah
suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang
pembantu adalah
pemimpin dalam memelihara harta tuannya dan ia akan ditanya pula
tentang
kepemimpinannya”, (HR Imam Bukhori).
Sementara pengertian
amanah menurut kaca mata kebanyakan orang awam
seringkali diletakan pada pemahaman yang
sempit, yaitu sebatas memelihara barang
titipan, padahal makna hakikatnya jauh
lebih besar dan lebih berat dari makna yang
diduga.
Amanah adalah sebuah
kewajiban, di mana sudah seharusnya semua orang
Islam saling mewasiatinya dan memohon
bantuan kepada Allah swt dalam
menjaganya, bahkan ketika seseorang
hendak bepergian sekalipun setiap saudaranya
seharusnya berpesan kepadanya :
“Aku memohon kepada
Allah swt agar Ia terus menjaga agama engkau, amanah dan akhir amalan engkau”, (HR Imam Tirmidzi).
Sahabat Anas bin Malik berkata :
“Rasulullah tidak pernah berkhutbah untuk
kami kecuali ia mengatakan : “Tidak ada
keimanan bagi orang yang tidak memiliki
amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak pandai memeliharanya”, (HR Imam Ahmad bin Hambal)
B.
Ruang
lingkup amanah.
Di antara kandungan atau cakupan makna amanah
adalah :
1. Meletakkan sesuatu pada tempatnya yang
pantas, tidak memberikan sebuah jabatan kecuali kepada seseorang yang berhak,
dan tidak menyerahkan suatu tugas kecuali kepada seseorang yang selalu berusaha
meningkatkan kemapuannya dengan tugas yang diembannya. Kepemimpinan dan tugas
pekerjaan di mata agama Islam dipandang sebagai amanah dan ini ditegaskan
melalui beberapa pertimbangan, di antaranya :
Diriwayatkan dari abu Dzar bahwasanya
beliau berkata :
“Wahai Rasulullah mengapa anda tidak memberikan saya jabatan ?,
beliau mengatakan : “Rasulullah saw lalu meletakkan tangannya di atas pundakku
seraya berkata : “Wahai Abu Dzar engkau ini lemah, dan jabatan itu adalah
amanah, dan sesungguhnya jabatan itu akan menjadi sebuah penghinaan dan
penyesalan nanti pada Hari Kiamat, kecuali bagi orang yang memikulnya dengan
sungguh-sungguh dan menunaikannya menurut hak-hak yang terdapat di dalam
jabatan tsb”,
(HR.Imam Muslim).
Keahlian seseorang
dalam sebuah bidang baik aktifitas apapun ataupun
akademik tidak berarti pemiliknya memiliki
kesolehan individu juga. Terkadang ada seseorang yang memiliki kesolehan
perilaku dan iman, akan tetapi tidak memiliki kapabilitas atau kemampuan
tertentu yang menjadikannya insan produktif dalam tugas dan pekerjaannya.
Seperti nabi Yusuf as, seorang nabi yang amanah, beliau tidak menawarkan sebuah
jabatan untuk dirinya hanya dengan modal mengandalkan kenabian dan ketakwaannya
saja, lebih dari itu beliau juga mengandalkan keamanahan dan keahliannya,
“Berikanlah aku jabatan dalam memelihara hasil bumi, sesungguhnya
aku ini adalah orang yang amanah dan berilmu”,
(QS Yusuf : 55).
Berbeda dengan Abu
Dzar, ketika beliau meminta sebuah jabatan Rasulullah saw tidak melihatnya
orang yang mampu memikulnya, karenanya ia melarangnya. Amanah mengharuskan
memilih seseorang yang paling pantas untuk mengemban sebuah jabatan. Jika kita
menyimpang darinya dan memilih orang lain karena pertimbangan hawa nafsu atau
suka, pertimbangan sogokan dan kekerabatan maka kita – dengan mengenyampingkan
orang yang mampu dan pantas dan mengangkat orang yang lemah - telah melakukan
sebuah pengkhianatan yang besar.
Rasulullah saw menegaskan :
“Barang siapa mengangkat seseorang berdasarakan kesukuan atau
fanatisme, sementara di sampingnya ada orang lain yang lebih disukai Allah dari
padanya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman”,
(HR.Imam Al-Hakim)
.
Yazid bin Abi Sufyan menceritakan :
“Abu bakar Siddiq pernah mengatakan kepadaku tatkala aku diutus ke
Syiria :
“Wahai Yazid !, kamu memiliki kerabat yang bisa jadi akan engkau
berikan mereka jabatan, dan itulah sesungguhnya sesuatu yang paling aku
khawatirkan atas engkau setelah Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang
diberikan kepemimpinan untuk megurusi urusan orang-orang Islam, dan lalu
mengangkat seseorang dari mereka berdasarkan faktor kecintaan antara mereka
maka ia menanggung laknat Allah , Allah tidak akan mempedulikannya dan berbuat
adil kepadanya sehingga Ia memasukannya ke dalam neraka Jahannam”,
(HR Imam Al-Hakim).
2. Seorang pedagang terkadang berbohong
dalam menjelaskan barang dagangannya dan mencantumkan harganya. Perdagangan
yang kita kenal dewasa ini dibangun atas dasar ketamakan yang sangat tinggi, di
mana si pedagang berusaha menjual barang dagangannya dengan harga yang paling tinggi,
sementara si pembeli menginginkan harga yang paling murah, akhirnya egoismelah
yang melingkupi aktifitas jual beli, perdagangan dan marketing mereka. Agama
Islam sangat membenci model perdagangan yang tamak seperti ini, model perdagangan
yang dikotori dengan sia-sia dan pertentangan. Rasulullah saw bersabda
“Dua orang yang
melakukan jual beli memiliki hak khiyar (yaitu melanjutkan atau menangguhkan
akad jual belinya) selama keduanya masih belum berpisah, jika keduanya jujur
dan berterus terang dengan jual- belinya maka Allah swt memberkati jual- beli
keduanya, jika keduanya berdusta dan menyimpan suatu rahasia, maka jika keduanya
mendapatkan suatu keuntungan Allah swt akan menghilangkan keberkahan
jual-beli keduanya”,
(HR Imam
Ahmad bin Hambal).
Beliau juga menjelaskan :
“haram bagi seorang muslim yang menjual barang dagangannya, ia
mengetahui ada
cacat padanya, kecuali jika ia memberitahukan kondisi barang
dagangannya”,
(HR Imam Bukhori).
3. Berlaku dzalim dalam persaksian adalah
kedustaan yang paling buruk. Seorang Muslim ketika sedang memberikan
persaksian, maka ia harus berkata benar sekalipun berlawanan dengan kepentingan
orang-orang yang dicintainya. Persaksiannya tidak boleh menjadikannya
menyimpang karena factor kekerabatan dan kesukuan. Perasaan suka dan takut
tidak boleh menjadikannnya menyembunyikan kebenaran yang sedang dipersaksikannya.
Merekomendasikan orang-orang tertentu yang akan dipilih baik dalam kursi
lembaga legislative, ekskutif, dan yudikatif , lembaga dewan perwakilan rakyat
atau majlis permusyawaratan rakyat adalah bentuk persaksian. Karena itu memilih
orang yang diragukan baik kemampuannya ataupun kejujurannya adalah sebuah
bentuk kedustaan, saksi palsu, dan tidak berlaku adil. Allah swt berfirman :
"Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala
apa yang kamu kerjaan", (QS. Annisa : 135).
Dalam sabdanya dari riwayat Abi Bakroh ra
Rasulullah saw menegaskan :
"Ingatlah maukah kalian aku
beritahukan tentang dosa-dosa yang paling besar ?
(beliau mengatakannya sebanyak tiga
kali), kami menjawab : Ya wahai Rasulullah,
beliau berkata: "Melakukan
kemusyrikan kepada Allah, berdosa kepada kedua orang
tua, dan membunuh", beliau saat itu
sedang bersandar kemudian duduk, dan berkata
lagi : "berkata palsu dan bersaksi
palsu", beliau masih terus mengulanginya, sampai
kami mengatakan : moga-moga beliau
berhenti dari mengulanginya",
(HR Imam Bukhori).
Saksi palsu dan
ucapan palsu adalah kedustaan dengan kegelapannya yang tebal yang tidak hanya
dapat menyembunyikan kebenaran, ia bahkan dapat melanggengkan suatu kebatilan.
Bahaya saksi palsu dan ucapan palsu bukan hanya akan menimpa permasalahan-permasalahan
khusus dan individual saja, lebih dari itu bahaya yang ditimpakannya atas
permasalahan-permasalahan umum dan kolektif bagi seluruh umat begitu besar,
membahayakan dan menghancurkan. Karena itulah Rasulullah saw sangat
berkepentingan dalam menjelaskannya hingga mengulanginya lebih dari tiga kali.[1]
C.
TEKS AYAT DAN
TERJEMAH
( Terkait Dengan Bahasan AMANAH )
AN NISAA' : 58
*
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.
AL
ANFAAL : 27
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä w (#qçRqèrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ
27.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.
AL
MU'MINUUN : 8
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÑÈ
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya
AL
MA'AARIJ : 32
tûïÏ%©!$#ur
öLèe öNÍkÉJ»oY»tBL{ ôMÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÌËÈ
32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya.
D.
MAKNA
KOSA KATA
*
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Memerintahkan
(kamu) = Nä.ããBù't
Menunaikan = #rxsè?
Menetapkan hukum (Kamu) = OçFôJs3ym
Sebaik baiknya = $KÏèÏR
Pengajaran = /ä3ÝàÏèt
menyampaikan hak kepada pemiliknya
=
Aôyèø9$$Î
Ï sesuatu
yg dijaga untuk disampaikan kepada pemiliknya
= M»uZ»tBF{$#
$JèÏÿx Maha Mendengar =
Maha melihat = #ZÅÁt/
E.
MAKNA
AMANAH SECARA IJMALI
Dalam Tafsir Ibnu katsir :
Sesungguhnya Allah menyuruh agar menyampaikan agar menyampaikan
amanat kepada ahlinya. Dalam Hadits al-Hasan yg diterima dari samurah
mengatakan bahwa Rasulullah bersabda
“ Sampaikanlah amanat kepada orang yg memberi amanat kepadamu dan
janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu“ ( Hr. ahmad )
Hadits ini mencakup segala bentuk amanat yang wajib dilakukan
manusia seperti hak hak Allah yg menjadi
kewajiban para HambaNya, yaitu Shalat, zakat,shaum,kafarat, nadzar dan
sebagainya yg merupakan perkara yang dipercayakan kepada manusia tanpa diawasi
oleh org lain berupa ; hak hamba yg menjadi kewajiban hamb/a lain, seperti
barang titipan dan perkaralain ygdi amanatkan kepadanya untuk dilaksanakan
tanpa perlu disaksikan pihak lain.
Dan Allah Menyuruh untuk melaksanakan amanah. Dan barang siapa yg
tidak melaksanakannya di dunia, maka Dia akan menuntutnnya di Akhirat.
Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Shahih ( 763 ),
“Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda : hendaklah kamu
menyampaikan hak kepada penerimanya hingga kawanan satu domba menuntut balas
dari kawanan domba yang lain”
Dalam
tafsir Al Maraghi :
Yang paling menonjol diantara amal amal itu ialah menyampaikan amanah
yang menetapkan perkara diantara manusia dengan cara yang adil. Dan didalam
ayat ini allah memerintahakan kedua amal tersebut. Sesuai dengan ayat ayat
terdahulu juga bahwa allah telah menjelaskan ganjaran yang besar bagi orang
orang yang beriman dan beramal soleh.
Dan dalam Tafsir al maraghi ini ada penjelasan dari macam macam
amanat :
Pertama :
amanat hamba dengan tuhannya ; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadnya
untuk dipelihara. Berupa melaksanakan semua perintahNya
Kedua :
amanat hamba dengan sesama manusia, di antaranya adalah mengembalikan
titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya
yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umunya dan
pemerintah.
Dan termasuk dalam ayat ini adalah keadilan para umara terhadap
rakyatnya dan keadilan para ulama terhadap orang orang awam dengan membimbing
mereka dengan keyakinan dan pekerjaan bagi mereka di dunia dan di akhirat.
Ketiga :
amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya memilih yang
paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dunianya, tidak
melancung mengerjakanhal yang berbahaya baginya didunia dan akhirat, serta
menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk para
dokter. Hal terakhir ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu kesehatan,
terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.
Dalam
Tafsir Al mishbah :
Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lainuntuk
dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh
pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianati. Ia tidak diberikan kepada
seseorang kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara
dengan baik apa yang diberikannya itu.
Dan dalam ayat tersebut, amanah tersebutkan
dalam bentuk jamak. Hal ini berarti amanah bukan hanya terdiri dari hal yang
bersifat material, akan tetapi juga non material dan bermacam
macam. Ada amanah antara mahluk dan Sang Khaliq, amanah antara manusia dan
manusia, amanah antara manusia dengan lingkungannya dan amanah antara manusia
dan dirinya sendiri.
Dalam
tafsir as-showi :
Sama hal nya dengan
kitab tafsir djalalain. Tafsir ini mengatakan amanah adalah sesuatu yang di
amanahkan (dititipkan ) atasnya Hak hak kepada ahlinya..
Dalam tafsir
lainnya karangan Mahmud yunus :
Pengertian amanat dalamayat ini adalah sesuatu yang dipercayakan
kepada seseorang untuk dilaksanakan sebaik baiknya.
Kata amanat di ayat ini mempunya cakupan yang luas, meliputi
“amanat” Allah kepada HambaNya, amanat seseorang kepada sesamanya dan amanat
seseorang terhadap dirinya sendiri.
Amanat Allah terhadap hambaNya yang harus dilaksanakan ialah antara
lain: melaksanakan apa yang dioerintahkan Allah dan menjauhi semua laranganNya.
Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarrub
(mendekatkan diri)kepadaNya.
Amanat seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara
lain : mengembalikan apapun yang dititipkan kepada yang punya dengan tidak
kurang suatu apapun, tidak menipunya, memelihara rahasia lain dan termasuk juga
ada terkandung sifat adil didalamnya.
Dalam
tafsir Alquran departemen agama :
Amanat ialah sesuatu yang diterima, lalu
dipelihara dengan baik untuk diserahkan kepada yang berhak menerima. Dan orang
yang dapat melaksanakan ini dengan sebaik baiknya adalah orang yang JUJUR. Dan
orang yang tidak dapat melaksanakan amanah adalah orang yang KHIANAT.
Dalam amanah harus juga terdapat
adil di dalamnya. Dalam ayat ini Adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya,
tidak memihak kepada salah satu pihak.
Dalam
tafsir Lainnya :
Yang dimaksud amanat itu ialah
barang amanat ( kepercayaan ) pada seseorang untuk diberikannya kepada yang
berhak mengambilnya, seperti petaruh barang, wajib diberikan kepada yang
empunya, utang wajib dibayar kepada orang yang berpiutang.
Amanah
punya banyak macamnya :
a) Barang yang dipertaruhkan kepada kita ,
maka wajib kita pelihara dan kita kembalikan kepada yang empunya
b) Ilmu kitabullah, petaruh pada ulama2,
wajib diterangkan kepada manusia. Menyembunyikannya dinamakan khianat
c) Rahasia laki isteri atau orang lain,
adalah amanah yang wajib dipelihara dan tak boleh disiarkan.
d) Amanah ditangan kepala pemerintah, supaya
mengangkat pegawai yang ahli dan cakap
e) Amanah ditangan semua pegawai negri,
supaya menunaikan kewajiban masingmasing menurut mestinya.
f) Amanah kesehatan yang dianugerahkan Allah
kepada kita semua, supaya kita pelihara menurut ilmu kesehatan dan nasihat
dokter dll.
Apabila
amanah itu tidak ada, terutama pada pegawai2 pemerintah, sehingga khianat telah
merajalela, alamat Negara akan roboh dan keamanan akan hilang. Sebab itulah
salah satu dasar Negara yang kuat.
F. Tafsir AT-TAFSHILI ( Secara Rinci )
*
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
menyampaikan
hak kepada pemiliknya = Aôyèø9$$Î
Ï sesuatu yg dijaga untuk disampaikan kepada pemiliknya = M»uZ»tBF{$#
Setelah ayat ayat yang lalu berakhir dengan penjelasan tentang
kesudahan masing masing kelompok mukmin dan kafir, kini alquran menjelaskan
suatu ketetapan hokum. Ini karena jiwa manusia sangat benci siksaan dan sangat
mendambakan kenikmatan. Diharapkan dengan penjelasan tentang nikmat dan siksa
diatas, akan tertanam dorongan dalam
jiwa manusia untuk meraih kenikmatan dan menghindar dari siksa, dengan
melaksanakan tuntunan yang datang sesudahnya. Hal ini merupakan kebiasaan yang
banyak sekali ditemukan dalam al quran, sebagaimana halnya yang terlihat
disini. Memang, ketika tujuan, dampak atau akibat suatu perintah tercermin
dalam benak dan tertanam didalam jiwa, maka perintah itu, betapapun beratnya
akan dengan mudah dilaksanakan.
Allah swt. Menyampaikan perintah dan larangaNya tidak sekaligus,
dan tidak juga berdiri sendiri. Agar akal manusia tidak dipenuhi aneka
informasi dan perintah pada saat yang sama, maka setiap perintah dikaitkan
dengan sesuatu yang dihunjam kedalam lubuk hati. Bila telah mantap dan
ditampung dalam benak dan hati, dating lagi perintah dan larangan baru dengan
cara seperti diatas, dan ini pada gilirannya terhunjam pula kedalam hati dan
benak. Demikian dari saat kesaat , sehingga bila tiba saat mengerjakan perintah
atau menjauhi larangan, muncul bersamaan dengannya apa yang telah tertanam
sebelumnya dalam lubuk hati. Itu sebabnya sehingga perintah laranganNya hamper.
Selalu dikaitkan dengan alas an yang memuaskan akal dan menyentuh jiwa manusia.
Menyangkut ayat ini, kita dapat berkata bahwa setelah menjelaskan
keburukan sementara orang yahudi, seperti tidak menunaikan amanah yang Allah
percayakan kepada mereka, yakni amanah mengamalkan kitab suci dan tidak
menyembunyikan isinya, kini al quran kembali menuntun kaum muslimin agar tidak
mengikuti jejak mereka. Tuntunan kali ini sungguh sangat ditekankan, karena
ayat ini langsung menyebut nama Allah sebagai yang menuntun dan
memerintahkan[2]
,
Sebagaimana terbaca dalam
firmanNya diatas : Sesungguhnya Allah yang maha agung, yang wajib
WujudNya serat menyandang segala sifat terpuji lagi suci dari segala sifat
tercela, menyuruh kamu menunaikan amanah amanah secara sempurna dan
tepat waktu kepada pemiliknya, yakni yang berhak menerimanya, baik
amanah Allah kepada kamu, maupun amanah manusia, berapapun banyaknya yang
diserahkan kepada kamu, dan Allah juga menyuruh kamu harus menetapkan putusan
secara adil sesuai dengan apa yang diajarkan Allah swt., tidak memihak kecuali
kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar,
tidak menganiaya walau lawanmu dan tidak memihak walau temanmu
Dan dapat kita lihat juga, ketika ayat ini memerintahkan berbuat
adil, ayat ini memulainya dengan kata “ apabila kamu menetapkan hukum
diantara manusia”. Tetapi
sebelumnya, ketika memerintahkan menunaikan
amanah, redaksi semacam ini tidak ditemukan. Ini mengisyaratkan bahwa
setiap manusia telah menerima amanah secara potensial sebelum kelahirannya dan
secara actual sejak dia akhil baligh. Bukankah Allah telah berfirman :
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur ú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
72.
Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[3]
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS. AL
AHZAB : 72 )
a. Asbabun Nuzul
Kebanyakan
Mufassirin menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Usman ibnu
Talhah ibnu Abu Talhah. Nama AbuTalhah ialah Abdullah ibnu Abdul Uzza ibnu
Usman ibnu Abdud Dar ibnu Qusai ibnu Kilab Al-Qurasyi Al-Abdari, pengurus
Ka'bah. Dia adalah saudara sepupu Syaibah ibnu Usman ibnu Abu Talhah yang
berpindah kepadanya tugas pengurusan Ka'bah hingga turun-temurun
ke anak cucunya sampai sekarang.
Usman yang ini masuk
Islam dalam masa perjanjian gencatan senjata antara Perjanjian Hudaibiyah dan
terbukanya kota Mekah. Saat itu ia masuk Islam bersama Khalid ibnul Walid dan
Amr ibnul As. Pamannya bernama Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah, ia memegang
panji pasukan kaum musyrik dalam Perang Uhud, dan terbunuh dalam peperangan itu
dalam keadaan kafir. Sesungguhnya kami sebutkan nasab ini dada lain karena
kebanyakanMufassirin kebingungan dengan nama ini dan nama itu (yakni antara
Usman ibnu Abu Talhah pengurus Ka'bah dan Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah
yang mati kafir dalam Perang Uhud).
Penyebab turunnya
ayat ini berkaitan dengan Usman tersebut ialah ketika Rasulullah Saw. mengambil
kunci pintu Ka'bah dari tangannya pada hari kemenangan atas kota Mekah,
kemudian Rasulullah Saw. mengembalikan kunci itu kepadanya (setelah ayat ini
diturunkan). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan perang kemenangan
atas kota Mekah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair,
dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Abu Saur, dari Safiyyah bind Syaibah, bahwa
ketika Rasulullah Saw. turun di Mekah, semua orang tenang. Maka beliau Saw.
keluar hingga sampai di Baitullah, lalu melakukan tawaf di sekelilingnya
sebanyak tujuh kali dengan berkendaraan, dan beliau mengusap rukun Hajar Aswad
dengan tongkat yang berada di tangannya. Seusai tawaf, beliau memanggil Usman
ibnu Talhah, lalu mengambil kunci pintu Ka'bah darinya. Kemudian pintu Ka'bah
dibukakan untuk Nabi Saw., lalu Nabi Saw. masuk ke dalamnya. Ketika berada di daiam
beliau melihat patung burung merpati yang terbuat dari kayu, maka beliau
mematahkan patung itu dengan tangannya, lalu
membuangnya. Setelah itu beliau berhenti
di pintu Ka'bah, sedangkan semua orang dalam keadaan tenang dan diam dengan
penuh hormat kepada Nabi Saw.; semuanya berada di masjid. Ibnu Ishaq mengatakan
bahwa salah seorang Ahlul Ilmi telah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah
Saw. bersabda ketika berdiri
di depan pintu Ka'bah: Tidak ada Tuhan
selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Dia lelah menunaikan
janji-Nya kepada hamba-Nya, dan telah menolong hamba-Nya dan telah
mengalahkan pasukan yang bersekutu sendirian. Ingatlah, semua dendam
atau darah atau harta yang didakwakan berada di bawah kedua telapak
kakiku ini, kecuali jabatan Sadanalul Ka'bah (pengurus Ka'bah) dan
Siqayatut Haj
(pemberi minum jamaah haji).[4]
Ibnu Ishaq melanjutkan
kisah hadis sehubungan dengan khotbah Nabi Saw. pada hari itu, hingga ia
mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. duduk di masjid. Maka menghadaplah
kepadanya Ali ibnu Abu Talib seraya membawa kunci pintu Ka'bah. Lalu Ali
berkata, "Wahai Rasulullah, serahkan sajalah tugas ini kepada kami bersama
jabatan siqayah, semoga Allah melimpahkan salawat kepadamu."
Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Di
manakah Usman ibnu Talhah?" Lalu Usman dipanggil. Setelah ia menghadap,
Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Inilah kuncimu, hai Usman, hari ini
adalah hari penyampaian amanat dan kebajikan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain, dari
Hajjaj, dari Ibnu Juraij sehubungan
dengan ayat ini, bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Usman ibnu Talhah. Rasulullah Saw. mengambil kunci
pintu Ka'bah darinya, lalu beliau masuk ke dalam Ka'bah; hal ini terjadi pada
hari kemenangan atas kota Mekah. Setelah itu beliau Saw. Keluar dari dalam
Ka'bah seraya membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58),
hingga akhir ayat. Lalu
Rasulullah Saw. memangggil Usman dan menyerahkan kepadanya kunci
tersebut. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. keluar
dari dalam Ka'bah seraya membaca firman-Nya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58)
Maka Umar ibnul Khattab berkata,
"Semoga Allah menjadikan ayah dan ibuku sebagai tebusan beliau. Aku tidak
pernah mendengar beliau membaca ayat ini sebelumnya."
Telah menceritakan kepada kami Al-Qasim,
telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami
Az-Zunjr ibnu Khalid, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Nabi Saw. Menyerahkan
kunci pintu Ka'bah kepada Usman seraya berkata, "Bantulah dia oleh kalian
(dalam menjalankan tugasnya sebagai hijabatul bait)."[5]
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur
Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58)
Ketika Rasulullah Saw. membuka kota
Mekah, beliau memanggil Usman
ibnu Talliah. Setelah Usman menghadap,
beliau bersabda, "Berikanlah kunci itu kepadaku." Lalu Usman ibnu
Talhah mengambil kunci itu untuk diserahkan kepada Nabi Saw. Ketika ia
mengulurkan tangannya kepada Nabi Saw., maka Al-Abbas datang menghampirinya dan
berkata, "Wahai Rasulullah, semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu,
berikanlah jabatan sadanah ini bersama jabatan siqayah
"Hai Usman, jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serahkanlah kunci itu." Maka Usman berkala, "Terimalah
dengan amanat dari Allah."
Rasulullah Saw. berdiri dan membuka pintu
Ka'bah, dan di dalamnya beliau menjumpai patung Nabi Ibrahim a.s. sedang
memegang piala yang biasa dipakai untuk mengundi. Maka Rasulullah Saw.
bersabda:
Apakah yang dilakukan oleh orang-orang
musyrik ini, semoga Allah melaknat mereka, dan apakah kaitannya antara Nabi
Ibrahim dengan piala ini?
Kemudian Nabi Saw. meminta sebuah panci
besar yang berisikan air, lalu beliau mengambil air itu dan memasukkan piala
itu ke dalamnya berikut patung tersebut. Lalu beliau mengeluarkan maqam Ibrahim
dari dalam Ka'bah, kemudian menempelkannya pada dinding Ka'bah. Pada mulanya
maqam Ibrahim ditaati di dalam Ka'bah. Setelah itu
beliau bersabda:
Hai manusia, inilah kiblat.'
Selanjurnya Rasulullah Saw. keluar, lalu
melakukan tawaf di Ka'bah sekali atau dua kali keliling. Menurut apa yang
disebutkan oleh pemilik kitab Bardul Miftah, setelah itu turunlah
Malaikat Jibril. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58), hingga akhir ayat.
Demikian menurut riwayat yang terkenal,
yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Pada garis besarnya tidak memandang apakah ayat ini diturunkan berkenaan dengan
peristiwa tersebut atau tidak, makna ayat adalah umum. Karena itulah Ibnu Abbas
dan Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan bahwa amanat ini menyangkut orang yang
berbakti dan orang yang durhaka. Dengan kata lain, bersifat umum merupakan
perintah terhadap
semua orang. Firman Allah Swt.:
dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum
di antara manusia
supaya kalian menetapkan dengan adil. (An-Nisa: 58)[8]
Hal ini merupakan perintah Allah Swt.
yang menganjurkan menetapkan hukum di antara manusia dengan adil. Karena itulah
maka Muhammad ibnu Ka'b, Zaid ibnu Aslam, dan Syahr ibnu Hausyab mengatakan bahwa
ayat ini diturunkan hanya berkenaan dengan para umara, yakni para penguasa yang
memutuskan perkara di antara manusia. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
Sesungguhnya Allah selalu bersama hakim
selagi ia tidak aniaya; apabila ia berbuat aniaya dalam kepuiusannya, maka
Allah menyerahkan dia kepada dirinya sendiri (yakni menjauh darinya).
Di dalam sebuah as"ar disebutkan:
Berbuat adil selama sehari lebih baik
daripada melakukan ibadah empat puluh tahun.
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepada kalian. (An-Nisa: 58)[9]
Dan
dilanjutkan dalam kitab djalalin dikatakan bahwa abu talhah masuk islam ketika
rasulullah saw, menyerahkan jabatan yang cukup terpandang kepada yang berhak,
padahal waktu itu islam yang berkuasa.[10]
b. Sasaran ayat
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr&
Dalam kitab al-Maraghy dijelaskan :
Pertama :
amanat hamba dengan tuhannya ; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadnya
untuk dipelihara. Berupa melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi
laranganNya dan menggunakan segala perasaan dan anggota badannya untuk hal hal
yang bermanfaat baginya dan mendekatkannya kepada Tuhan. Didalam atsar
dikatakan bahwa seluruh maksiat adalah khianat kepada Allah.
Kedua :
amanat hamba dengan sesama manusia, di antaranya adalah mengembalikan
titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya
yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umunya dan
pemerintah.
Dan termasuk dalam ayat ini adalah keadilan para umara terhadap
rakyatnya dan keadilan para ulama terhadap orang orang awam dengan membimbing
mereka dengan keyakinan dan pekerjaan bagi mereka di dunia dan di akhirat.
Seperti pendidikan yang baik, mencari rezeki yang halal, memberikan nasihat dan
hukum-hukum yang menguatkan keimanan, menyelamatkan mereka dari berbagai
kejahatan dan dosa, serta mendorong mereka untuk melakukan ebaikan dan
kebajikan. Seperti juga keadilan suami terhadapistrinya, seperti tidak
menyebarkan rahasia masing masing pihak, terutama rahasia khusus mereka yang
biasanya tidak pantas diketahui orang lain.
Ketiga :
amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya memilih yang
paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dunianya, tidak
melancung mengerjakanhal yang berbahaya baginya didunia dan akhirat, serta
menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk para
dokter. Hal terakhir ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu kesehatan,
terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.
#sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/
“Dan apabila kamu menetapkan hukum
diantara manusia maka menetapkan hukum yang adil”
Di dalam banyak ayat, Allah ta’ala memerintahkan
supaya menegakkan keadilan. Di antaranya seperti didalam ayat ini :
4
(#qä9Ïôã$#
uqèd Ü>tø%r&
3uqø)G=Ï9
(
8.
Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
(#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/
135. , jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan,
(#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä úüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ
9. , damaikanlah antara
keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Pemutusan perkara diantara manusia mempunyai
banyak jalan, dan bertahkim (arbritasi) kepada seseorang untuk memutuskan
perkara antara dua orang yang bersengketa dalam perkara tertentu.[11]
Untuk memutuskan perkara dengan adil memerlukan
beberapa hal :
Pertama : memahami dakwaan dari si
pendakwa dan jawaban dari si terdakwa,
untuk mengetahui pokok persengketaan dengan bukti-bukti dari kedua orang yang
bersengketa.
Keduan
: hakim tidak berat sebelah
kepada salah satu pihak diantara kedua orang yang bersengketa
Ketiga :
hakim mengerti tentang hukum yang telah digariskan oleh Allah untuk memutuskan
perkara diantara manusia berdasarkan
contoh dari al-kitab sunnah maupun ijma’ ummat.
Keempat
: mengangkat orang orang yang
mampu mengemban tugas hukum untuk menghukumi.
Kaum
muslimin telah diperintahkan supaya menegakkan keadilan dalam hukum, perkataan,
perbuatan dan akhlaq. Allah ta’ala berfirman :
( #sÎ)ur óOçFù=è% (#qä9Ïôã$$sù öqs9ur tb%2 #s 4n1öè% (
152. . dan apabila kamu
berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah
kerabat(mu)[519],
Kemudian allah menerangkan kebaikan keadilan
dan penyampaian amanat. Dia berfirman :
انٌ الله نعمٌا يعظكم به
Sebaik baik sesuatu yang dinasihatkan kepada
kalian adalah menyampaikan amanat dan memutuskan perkara dengan adil diantara
manusia. Sebab, dia tidak menasihatkan kecuali yang mengandung kebaikan,
keberuntungan dan kebahagiaan kalian di dunia dan akhirat.
انٌ الله كان سميعا بصيرا
Kalian wajib menjalankan segala apa yang
diperintahkan dan dinasihatkan Allah, karena dia lebih mengetahui daripada
kalian tentang segala apa yang terdengar dan terlihat. Jika kalian memutuskan
perkara dengan adil, maka sesungguhnya Dia maha mendengar tentang keputusan
itu. Dan jika kalian menyampaikan amanat, maka sesungguhnya Dia maha Melihat
hal itu.
Disini tersirat janji yang agung bagi orang
yang taat, ancaman yang berat bagi orang yang durhaka.hal ini di isyaratkan oleh
sabda rasulullah SAW :
“ beribadahlah kepada Allah seakan akan kamu
melihatNya, jika kamu tidak data melihatNya, sesungguhnya dia melihatmu. ”
Disini tersirat pula isyarat supaya para
hakim dan pemerintah memperhatikan perkara huku, karena Dia telah menyerahkan
kepada mereka tugas memperhatikan berbagai maslahat para HambaNya.
[519]
maksudnya mengatakan yang Sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri.
G.PESAN HUKUM AYAT EKONOMI
Seorang pedagang
terkadang berbohong dalam menjelaskan barang dagangannya dan mencantumkan
harganya. Perdagangan yang kita kenal dewasa ini dibangun atas dasar ketamakan
yang sangat tinggi, di mana si pedagang berusaha menjual barang dagangannya
dengan harga yang paling tinggi, sementara si pembeli menginginkan harga yang
paling murah, akhirnya egoismelah yang melingkupi aktifitas jual beli,
perdagangan dan marketing mereka. Agama Islam sangat membenci model perdagangan
yang tamak seperti ini, model perdagangan yang dikotori dengan sia-sia dan
pertentangan[12].
Rasulullah saw bersabda
“Dua orang yang
melakukan jual beli memiliki hak khiyar (yaitu melanjutkan atau menangguhkan
akad jual belinya) selama keduanya masih belum berpisah, jika keduanya jujur
dan berterus terang dengan jual- belinya maka Allah swt memberkati jual- beli
keduanya, jika keduanya berdusta dan menyimpan suatu rahasia, maka jika
keduanya mendapatkan suatu keuntungan Allah swt akan menghilangkan keberkahan
jual-beli keduanya”,
(HR Imam
Ahmad bin Hambal).
Beliau juga menjelaskan :
“haram bagi seorang muslim yang menjual barang dagangannya, ia
mengetahui ada
cacat padanya, kecuali jika ia memberitahukan kondisi barang
dagangannya”,
(HR Imam Bukhori).
H. PESAN AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA
DALAM PERSOALAN EKONOMI
Terkadang manusia lupa bahwa ketika dia
melaksanakan kegiatan jual beli ( kegiatan ekonomi ) mereka lupa bahwa amanah
mereka ialah jujur dalam bertransaksi dan selalu berniat lillahi ta’ala. Kutipan dari artikel diatas
telah cukup jelas menguraikan bahwa kebanyakan contoh dari sifat manusia dalam
berdagang.
Namun, Allah telah menyampaikannya kepada
kita semua melalui ayatnya yaitu menyampaikan amanat kepada ahlinya[13] dan apabila kita
melanggarnya maka balasan dari Allah juga akan menyertainya.
Firman Allah :
×@÷ur tûüÏÿÏeÿsÜßJù=Ïj9 ÇÊÈ
1. Kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang curang[1561],
Sesuai dengan sabda rasulullah Saw. :
“Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda :
hendaklah kamu menyampaikan hak kepada penerimanya hingga kawanan satu domba
menuntut balas dari kawanan domba yang lain”
Dari paparan diatas cukup jelas bahwa seorang pedagang itu mempunyai amanah dari Allah yang untuk
disampaikan kepada pembeli, amanahnya berupa berlaku jujur dalam menjual dan
tidak melakukan apa-apa yang dilarang Allah dalam berjual beli, seperti Riba,
Maysir, Ghurur dll.
I.
KESIMPULAN
Pesan dan konteks ayat ini sangat luas yaitu membahas amanah dari segala aspek. Baik dari segi ekonomi,
kehidupan, hubungan antara manusia begitu juga hubungan manusia kepada
tuhannya.
Dan yang perlu kita garis bawahi ialah, bahwa sejak kita lahir kita
sudah memiliki amanah dari Allah secara potensial sebelum kelahirannya dan
secara actual sejak dia akhil baligh sesuai dengan firman Allah :
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur ú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
72. Sesungguhnya kami Telah mengemukakan
amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
Maka untuk itu penuhilah amanah-amanah yang telah disampaikan
kepada kita semua, sesuai dengan posisi dan eksistensi kita masing masing dalam
kehidupan ini, sebab ketika orang yang tidak melaksanakan amanah ialah orang
yang khianatdan orang yang sanggup menjalani amanah ialah orang yang jujur
[1233] yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas
keagamaan
J. PENUTUP
Dari pembahasan di atas terbukti bahwa pemberlakuan ajaran islam
tentang amanah melalui ayat ayat dan hadits hadits, semua amanah itu harus di
tunaikan. Dan setelah ditunaikan, maka sampaikanlah kepada Ahlinya[14] .
dan seseorang juga harus dituntut untuk berlaku adil pada setiap manusia,
baik se agama maupun diluar agama[15].
Kemudian kontekstualisanya terhadap ekonomi ialah, ke ihsanan
seseorang dalam melakukan kegiatan ekonomi lah yang di tuntut oleh agama.
Sesuai sabdanya:
“ beribadahlah kepada Allah seakan akan kamu
melihatNya, jika kamu tidak data melihatNya, sesungguhnya dia melihatmu. ”
Dengan menanamkan keyakinan demikian, maka insyaallah seseorang
manusia itu tidak akan melakukan khianat dalam melakukan kegiatan apapun, baik
melakukan penjualan ataupun kegiatan ekonomi lainnya.
Demikianlah makalah ini disampaikan oleh pemakalah, mudah-mudahan
kita semua dapat memahami makna dari ayat tersebut dan kontekstualisasinya
dalam ekonomi maupun asbabun nuzuldari ayat ini. Dan semoga ada manfaatnya bagi
kita semua, mohon ampun saya kepada Allah apabila terjadi kesalahan dari segi
apapun, saya akhiri wabillahi taufiq walihidayah wassalamu’alaikum
[1]
Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc, MA.
(Lulusan
Program SI & S II, Fak. Ushuluddin, International Islamic University
Islambad, Pakistan Dan Dosen Ma'had Aly An-Nu'aimy, STID DI Al-Hikmah, Jakata Selatan).
[2]
Lihat tafsir almishbah volume 2 kelompok
VIII ayat 58, hal 480
[6]
HR. Bukhori
[7]
HR. bukhori
[10]
Tafsir as-showi , ini merupakan pengembangan dari kitab jalalain..
[11]
Kitab al-marhagy jilid II hal 115
[12] Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc,
MA.
(Lulusan
Program SI & S II, Fak. Ushuluddin, International Islamic University
Islambad, Pakistan Dan Dosen Ma'had Aly An-Nu'aimy, STID DI Al-Hikmah, Jakata Selatan).
[13] Lihat hal 19-21
[1561] yang dimaksud dengan orang-orang yang curang
di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.
[14] .lihat hal 19-21