Music

Monday 1 October 2012

Tafsir Ayat Ekonomi (ayat pilihan)


  
A.         PENDAHULUAN
Agama Islam mengharuskan setiap pemeluknya memiliki hati dan perasaan
yang mawas dan kuat, dengan hati yang mawas dan kuat semua hak-hak Allah dan hak-hak manusia dapat dipelihara dengan baik, semua amal perbuatan dapat dijauhkan dari sikap ekstrim dan memudah-mudahkan. Karena itulah agama Islam ini mewajibkan setiap muslim memiliki sifat dapat dipercaya (amanah).

Amanah dalam perspektif agama Islam memiliki makna dan kandungan yang
luas, di mana seluruh makna dan kandungan tsb bermuara pada satu pengertian yaitu setiap orang merasakan bahwa Allah swt senantiasa menyertainya dalam setiap urusan yang dibebani kepadanya, dan setiap orang memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung jawaban atas urusan tsb sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah saw :

“Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing-masing kalian akan ditanya
tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya, seorang laki-laki adal pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan
ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah
suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang pembantu adalah
pemimpin dalam memelihara harta tuannya dan ia akan ditanya pula tentang
kepemimpinannya”, (HR Imam Bukhori).

Sementara pengertian amanah menurut kaca mata kebanyakan orang awam
seringkali diletakan pada pemahaman yang sempit, yaitu sebatas memelihara barang
titipan, padahal makna hakikatnya jauh lebih besar dan lebih berat dari makna yang
diduga.
Amanah adalah sebuah kewajiban, di mana sudah seharusnya semua orang
Islam saling mewasiatinya dan memohon bantuan kepada Allah swt dalam
menjaganya, bahkan ketika seseorang hendak bepergian sekalipun setiap saudaranya
seharusnya berpesan kepadanya :

“Aku memohon kepada Allah swt agar Ia terus menjaga agama engkau, amanah dan akhir amalan engkau”, (HR Imam Tirmidzi).

Sahabat Anas bin Malik berkata :

“Rasulullah tidak pernah berkhutbah untuk kami kecuali ia mengatakan : “Tidak ada
keimanan bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak pandai memeliharanya”, (HR Imam Ahmad bin Hambal)



B.         Ruang lingkup amanah.

Di antara kandungan atau cakupan makna amanah adalah :

1. Meletakkan sesuatu pada tempatnya yang pantas, tidak memberikan sebuah jabatan kecuali kepada seseorang yang berhak, dan tidak menyerahkan suatu tugas kecuali kepada seseorang yang selalu berusaha meningkatkan kemapuannya dengan tugas yang diembannya. Kepemimpinan dan tugas pekerjaan di mata agama Islam dipandang sebagai amanah dan ini ditegaskan melalui beberapa pertimbangan, di antaranya :

Diriwayatkan dari abu Dzar bahwasanya beliau berkata :

“Wahai Rasulullah mengapa anda tidak memberikan saya jabatan ?, beliau mengatakan : “Rasulullah saw lalu meletakkan tangannya di atas pundakku seraya berkata : “Wahai Abu Dzar engkau ini lemah, dan jabatan itu adalah amanah, dan sesungguhnya jabatan itu akan menjadi sebuah penghinaan dan penyesalan nanti pada Hari Kiamat, kecuali bagi orang yang memikulnya dengan sungguh-sungguh dan menunaikannya menurut hak-hak yang terdapat di dalam jabatan tsb”,                 
(HR.Imam Muslim).

Keahlian seseorang dalam sebuah bidang baik aktifitas apapun ataupun
akademik tidak berarti pemiliknya memiliki kesolehan individu juga. Terkadang ada seseorang yang memiliki kesolehan perilaku dan iman, akan tetapi tidak memiliki kapabilitas atau kemampuan tertentu yang menjadikannya insan produktif dalam tugas dan pekerjaannya. Seperti nabi Yusuf as, seorang nabi yang amanah, beliau tidak menawarkan sebuah jabatan untuk dirinya hanya dengan modal mengandalkan kenabian dan ketakwaannya saja, lebih dari itu beliau juga mengandalkan keamanahan dan keahliannya,

“Berikanlah aku jabatan dalam memelihara hasil bumi, sesungguhnya aku ini adalah orang yang amanah dan berilmu”,
(QS Yusuf : 55).

Berbeda dengan Abu Dzar, ketika beliau meminta sebuah jabatan Rasulullah saw tidak melihatnya orang yang mampu memikulnya, karenanya ia melarangnya. Amanah mengharuskan memilih seseorang yang paling pantas untuk mengemban sebuah jabatan. Jika kita menyimpang darinya dan memilih orang lain karena pertimbangan hawa nafsu atau suka, pertimbangan sogokan dan kekerabatan maka kita – dengan mengenyampingkan orang yang mampu dan pantas dan mengangkat orang yang lemah - telah melakukan sebuah pengkhianatan yang besar.
Rasulullah saw menegaskan :

“Barang siapa mengangkat seseorang berdasarakan kesukuan atau fanatisme, sementara di sampingnya ada orang lain yang lebih disukai Allah dari padanya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman”,
(HR.Imam Al-Hakim)
.
Yazid bin Abi Sufyan menceritakan :

“Abu bakar Siddiq pernah mengatakan kepadaku tatkala aku diutus ke Syiria :
“Wahai Yazid !, kamu memiliki kerabat yang bisa jadi akan engkau berikan mereka jabatan, dan itulah sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan atas engkau setelah Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang diberikan kepemimpinan untuk megurusi urusan orang-orang Islam, dan lalu mengangkat seseorang dari mereka berdasarkan faktor kecintaan antara mereka maka ia menanggung laknat Allah , Allah tidak akan mempedulikannya dan berbuat adil kepadanya sehingga Ia memasukannya ke dalam neraka Jahannam”,
(HR Imam Al-Hakim).

2. Seorang pedagang terkadang berbohong dalam menjelaskan barang dagangannya dan mencantumkan harganya. Perdagangan yang kita kenal dewasa ini dibangun atas dasar ketamakan yang sangat tinggi, di mana si pedagang berusaha menjual barang dagangannya dengan harga yang paling tinggi, sementara si pembeli menginginkan harga yang paling murah, akhirnya egoismelah yang melingkupi aktifitas jual beli, perdagangan dan marketing mereka. Agama Islam sangat membenci model perdagangan yang tamak seperti ini, model perdagangan yang dikotori dengan sia-sia dan pertentangan. Rasulullah saw bersabda

“Dua orang yang melakukan jual beli memiliki hak khiyar (yaitu melanjutkan atau menangguhkan akad jual belinya) selama keduanya masih belum berpisah, jika keduanya jujur dan berterus terang dengan jual- belinya maka Allah swt memberkati jual- beli keduanya, jika keduanya berdusta dan menyimpan suatu rahasia, maka jika keduanya mendapatkan suatu keuntungan Allah swt akan menghilangkan keberkahan
jual-beli keduanya”,
 (HR Imam Ahmad bin Hambal).

Beliau juga menjelaskan :

“haram bagi seorang muslim yang menjual barang dagangannya, ia mengetahui ada
cacat padanya, kecuali jika ia memberitahukan kondisi barang dagangannya”,
(HR Imam Bukhori).

3. Berlaku dzalim dalam persaksian adalah kedustaan yang paling buruk. Seorang Muslim ketika sedang memberikan persaksian, maka ia harus berkata benar sekalipun berlawanan dengan kepentingan orang-orang yang dicintainya. Persaksiannya tidak boleh menjadikannya menyimpang karena factor kekerabatan dan kesukuan. Perasaan suka dan takut tidak boleh menjadikannnya menyembunyikan kebenaran yang sedang dipersaksikannya. Merekomendasikan orang-orang tertentu yang akan dipilih baik dalam kursi lembaga legislative, ekskutif, dan yudikatif , lembaga dewan perwakilan rakyat atau majlis permusyawaratan rakyat adalah bentuk persaksian. Karena itu memilih orang yang diragukan baik kemampuannya ataupun kejujurannya adalah sebuah bentuk kedustaan, saksi palsu, dan tidak berlaku adil. Allah swt berfirman :
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala
apa yang kamu kerjaan", (QS. Annisa : 135).

Dalam sabdanya dari riwayat Abi Bakroh ra Rasulullah saw menegaskan :

"Ingatlah maukah kalian aku beritahukan tentang dosa-dosa yang paling besar ?
(beliau mengatakannya sebanyak tiga kali), kami menjawab : Ya wahai Rasulullah,
beliau berkata: "Melakukan kemusyrikan kepada Allah, berdosa kepada kedua orang
tua, dan membunuh", beliau saat itu sedang bersandar kemudian duduk, dan berkata
lagi : "berkata palsu dan bersaksi palsu", beliau masih terus mengulanginya, sampai
kami mengatakan : moga-moga beliau berhenti dari mengulanginya",
 (HR Imam Bukhori).

Saksi palsu dan ucapan palsu adalah kedustaan dengan kegelapannya yang tebal yang tidak hanya dapat menyembunyikan kebenaran, ia bahkan dapat melanggengkan suatu kebatilan. Bahaya saksi palsu dan ucapan palsu bukan hanya akan menimpa permasalahan-permasalahan khusus dan individual saja, lebih dari itu bahaya yang ditimpakannya atas permasalahan-permasalahan umum dan kolektif bagi seluruh umat begitu besar, membahayakan dan menghancurkan. Karena itulah Rasulullah saw sangat berkepentingan dalam menjelaskannya hingga mengulanginya lebih dari tiga kali.[1]

C.         TEKS AYAT DAN TERJEMAH


( Terkait Dengan Bahasan AMANAH )

AN NISAA' : 58

* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ
58.  Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

AL ANFAAL : 27

$pkšr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ

27.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.


AL MU'MINUUN : 8

tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÑÈ
8.  Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya

AL MA'AARIJ : 32

tûïÏ%©!$#ur öLèe öNÍkÉJ»oY»tBL{ ôMÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÌËÈ
32.  Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
D.         MAKNA KOSA KATA

* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ


Memerintahkan (kamu) =     Nä.ããBù'ƒt
                                                                                                                               Menunaikan =     #rŠxsè?
                                                                      Menetapkan hukum (Kamu)  =    OçFôJs3ym
Sebaik baiknya  =       $­KÏèÏR
Pengajaran =      /ä3ÝàÏètƒ
                menyampaikan hak kepada pemiliknya  =    Aôyèø9$$Î
Ï      sesuatu yg dijaga untuk disampaikan kepada pemiliknya  =  M»uZ»tBF{$#

 $JèÏÿxœ                                                Maha Mendengar  =  
Maha melihat =    #ZŽÅÁt/








E.         MAKNA AMANAH SECARA IJMALI

Dalam Tafsir Ibnu katsir :
Sesungguhnya Allah menyuruh agar menyampaikan agar menyampaikan amanat kepada ahlinya. Dalam Hadits al-Hasan yg diterima dari samurah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda


“ Sampaikanlah amanat kepada orang yg memberi amanat kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu ( Hr. ahmad )
Hadits ini mencakup segala bentuk amanat yang wajib dilakukan manusia seperti hak hak Allah  yg menjadi kewajiban para HambaNya, yaitu Shalat, zakat,shaum,kafarat, nadzar dan sebagainya yg merupakan perkara yang dipercayakan kepada manusia tanpa diawasi oleh org lain berupa ; hak hamba yg menjadi kewajiban hamb/a lain, seperti barang titipan dan perkaralain ygdi amanatkan kepadanya untuk dilaksanakan tanpa perlu disaksikan pihak lain.
Dan Allah Menyuruh untuk melaksanakan amanah. Dan barang siapa yg tidak melaksanakannya di dunia, maka Dia akan menuntutnnya di Akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Shahih ( 763 ),


“Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda : hendaklah kamu menyampaikan hak kepada penerimanya hingga kawanan satu domba menuntut balas dari kawanan domba yang lain”  

Dalam tafsir Al Maraghi :

Yang paling menonjol diantara amal amal itu ialah menyampaikan amanah yang menetapkan perkara diantara manusia dengan cara yang adil. Dan didalam ayat ini allah memerintahakan kedua amal tersebut. Sesuai dengan ayat ayat terdahulu juga bahwa allah telah menjelaskan ganjaran yang besar bagi orang orang yang beriman dan beramal soleh.

Dan dalam Tafsir al maraghi ini ada penjelasan dari macam macam amanat :
Pertama : amanat hamba dengan tuhannya ; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadnya untuk dipelihara. Berupa melaksanakan semua perintahNya
Kedua     :  amanat hamba dengan sesama manusia, di antaranya adalah mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umunya dan pemerintah.
                       Dan termasuk dalam ayat  ini adalah keadilan para umara terhadap rakyatnya dan keadilan para ulama terhadap orang orang awam dengan membimbing mereka dengan keyakinan dan pekerjaan bagi mereka di dunia dan di akhirat.

Ketiga        :   amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dunianya, tidak melancung mengerjakanhal yang berbahaya baginya didunia dan akhirat, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk para dokter. Hal terakhir ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.


Dalam Tafsir Al mishbah :
        Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lainuntuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianati. Ia tidak diberikan kepada seseorang kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.
            Dan dalam ayat tersebut, amanah tersebutkan dalam bentuk jamak. Hal ini berarti amanah bukan hanya terdiri dari hal yang bersifat material, akan tetapi juga non material dan bermacam macam. Ada amanah antara mahluk dan Sang Khaliq, amanah antara manusia dan manusia, amanah antara manusia dengan lingkungannya dan amanah antara manusia dan dirinya sendiri.

Dalam tafsir as-showi :

                        Sama hal nya dengan kitab tafsir djalalain. Tafsir ini mengatakan amanah adalah sesuatu yang di amanahkan (dititipkan ) atasnya Hak hak kepada ahlinya..


Dalam tafsir lainnya karangan Mahmud yunus :

Pengertian amanat dalamayat ini adalah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk dilaksanakan sebaik baiknya.
Kata amanat di ayat ini mempunya cakupan yang luas, meliputi “amanat” Allah kepada HambaNya, amanat seseorang kepada sesamanya dan amanat seseorang terhadap dirinya sendiri.
Amanat Allah terhadap hambaNya yang harus dilaksanakan ialah antara lain: melaksanakan apa yang dioerintahkan Allah dan menjauhi semua laranganNya. Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarrub (mendekatkan diri)kepadaNya.
Amanat seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara lain : mengembalikan apapun yang dititipkan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apapun, tidak menipunya, memelihara rahasia lain dan termasuk juga ada terkandung sifat adil didalamnya.


Dalam tafsir Alquran departemen agama :

          Amanat ialah sesuatu yang diterima, lalu dipelihara dengan baik untuk diserahkan kepada yang berhak menerima. Dan orang yang dapat melaksanakan ini dengan sebaik baiknya adalah orang yang JUJUR. Dan orang yang tidak dapat melaksanakan amanah adalah orang yang KHIANAT.
            Dalam amanah harus juga terdapat adil di dalamnya. Dalam ayat ini Adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, tidak memihak kepada salah satu pihak.

Dalam tafsir Lainnya :

            Yang dimaksud amanat itu ialah barang amanat ( kepercayaan ) pada seseorang untuk diberikannya kepada yang berhak mengambilnya, seperti petaruh barang, wajib diberikan kepada yang empunya, utang wajib dibayar kepada orang yang berpiutang.
Amanah punya banyak macamnya :
a)    Barang yang dipertaruhkan kepada kita , maka wajib kita pelihara dan kita kembalikan kepada yang empunya
b)    Ilmu kitabullah, petaruh pada ulama2, wajib diterangkan kepada manusia. Menyembunyikannya dinamakan khianat
c)    Rahasia laki isteri atau orang lain, adalah amanah yang wajib dipelihara dan tak boleh disiarkan.
d)    Amanah ditangan kepala pemerintah, supaya mengangkat pegawai yang ahli dan cakap
e)    Amanah ditangan semua pegawai negri, supaya menunaikan kewajiban masingmasing menurut mestinya.
f)     Amanah kesehatan yang dianugerahkan Allah kepada kita semua, supaya kita pelihara menurut ilmu kesehatan dan nasihat dokter dll.
Apabila amanah itu tidak ada, terutama pada pegawai2 pemerintah, sehingga khianat telah merajalela, alamat Negara akan roboh dan keamanan akan hilang. Sebab itulah salah satu dasar Negara yang kuat.







F.  Tafsir  AT-TAFSHILI ( Secara Rinci )

* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ

      menyampaikan hak kepada pemiliknya  =    Aôyèø9$$Î
Ï      sesuatu yg dijaga untuk disampaikan kepada pemiliknya  =  M»uZ»tBF{$#



Setelah ayat ayat yang lalu berakhir dengan penjelasan tentang kesudahan masing masing kelompok mukmin dan kafir, kini alquran menjelaskan suatu ketetapan hokum. Ini karena jiwa manusia sangat benci siksaan dan sangat mendambakan kenikmatan. Diharapkan dengan penjelasan tentang nikmat dan siksa diatas, akan tertanam dorongan  dalam jiwa manusia untuk meraih kenikmatan dan menghindar dari siksa, dengan melaksanakan tuntunan yang datang sesudahnya. Hal ini merupakan kebiasaan yang banyak sekali ditemukan dalam al quran, sebagaimana halnya yang terlihat disini. Memang, ketika tujuan, dampak atau akibat suatu perintah tercermin dalam benak dan tertanam didalam jiwa, maka perintah itu, betapapun beratnya akan dengan mudah dilaksanakan.
Allah swt. Menyampaikan perintah dan larangaNya tidak sekaligus, dan tidak juga berdiri sendiri. Agar akal manusia tidak dipenuhi aneka informasi dan perintah pada saat yang sama, maka setiap perintah dikaitkan dengan sesuatu yang dihunjam kedalam lubuk hati. Bila telah mantap dan ditampung dalam benak dan hati, dating lagi perintah dan larangan baru dengan cara seperti diatas, dan ini pada gilirannya terhunjam pula kedalam hati dan benak. Demikian dari saat kesaat , sehingga bila tiba saat mengerjakan perintah atau menjauhi larangan, muncul bersamaan dengannya apa yang telah tertanam sebelumnya dalam lubuk hati. Itu sebabnya sehingga perintah laranganNya hamper. Selalu dikaitkan dengan alas an yang memuaskan akal dan menyentuh jiwa manusia.
Menyangkut ayat ini, kita dapat berkata bahwa setelah menjelaskan keburukan sementara orang yahudi, seperti tidak menunaikan amanah yang Allah percayakan kepada mereka, yakni amanah mengamalkan kitab suci dan tidak menyembunyikan isinya, kini al quran kembali menuntun kaum muslimin agar tidak mengikuti jejak mereka. Tuntunan kali ini sungguh sangat ditekankan, karena ayat ini langsung menyebut nama Allah sebagai yang menuntun dan memerintahkan[2] ,
 Sebagaimana terbaca dalam firmanNya diatas : Sesungguhnya Allah yang maha agung, yang wajib WujudNya serat menyandang segala sifat terpuji lagi suci dari segala sifat tercela, menyuruh kamu menunaikan amanah amanah secara sempurna dan tepat waktu kepada pemiliknya, yakni yang berhak menerimanya, baik amanah Allah kepada kamu, maupun amanah manusia, berapapun banyaknya yang diserahkan kepada kamu, dan Allah juga menyuruh kamu harus menetapkan putusan secara adil sesuai dengan apa yang diajarkan Allah swt., tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walau lawanmu dan tidak memihak walau temanmu
Dan dapat kita lihat juga, ketika ayat ini memerintahkan berbuat adil, ayat ini memulainya dengan kata “ apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia”.  Tetapi sebelumnya, ketika memerintahkan menunaikan  amanah, redaksi semacam ini tidak ditemukan. Ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia telah menerima amanah secara potensial sebelum kelahirannya dan secara actual sejak dia akhil baligh. Bukankah Allah telah berfirman :
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur šú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ  
72.  Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[3] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS. AL AHZAB : 72 )
a.    Asbabun Nuzul
Kebanyakan Mufassirin menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah. Nama AbuTalhah ialah Abdullah ibnu Abdul Uzza ibnu Usman ibnu Abdud Dar ibnu Qusai ibnu Kilab Al-Qurasyi Al-Abdari, pengurus Ka'bah. Dia adalah saudara sepupu Syaibah ibnu Usman ibnu Abu Talhah yang berpindah kepadanya tugas pengurusan Ka'bah hingga turun-temurun
ke anak cucunya sampai sekarang.
Usman yang ini masuk Islam dalam masa perjanjian gencatan senjata antara Perjanjian Hudaibiyah dan terbukanya kota Mekah. Saat itu ia masuk Islam bersama Khalid ibnul Walid dan Amr ibnul As. Pamannya bernama Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah, ia memegang panji pasukan kaum musyrik dalam Perang Uhud, dan terbunuh dalam peperangan itu dalam keadaan kafir. Sesungguhnya kami sebutkan nasab ini dada lain karena kebanyakanMufassirin kebingungan dengan nama ini dan nama itu (yakni antara Usman ibnu Abu Talhah pengurus Ka'bah dan Usman ibnu Talhah ibnu Abu Talhah yang mati kafir dalam Perang Uhud).
Penyebab turunnya ayat ini berkaitan dengan Usman tersebut ialah ketika Rasulullah Saw. mengambil kunci pintu Ka'bah dari tangannya pada hari kemenangan atas kota Mekah, kemudian Rasulullah Saw. mengembalikan kunci itu kepadanya (setelah ayat ini diturunkan). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan perang kemenangan atas kota Mekah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Abu Saur, dari Safiyyah bind Syaibah, bahwa ketika Rasulullah Saw. turun di Mekah, semua orang tenang. Maka beliau Saw. keluar hingga sampai di Baitullah, lalu melakukan tawaf di sekelilingnya sebanyak tujuh kali dengan berkendaraan, dan beliau mengusap rukun Hajar Aswad dengan tongkat yang berada di tangannya. Seusai tawaf, beliau memanggil Usman ibnu Talhah, lalu mengambil kunci pintu Ka'bah darinya. Kemudian pintu Ka'bah dibukakan untuk Nabi Saw., lalu Nabi Saw. masuk ke dalamnya. Ketika berada di daiam beliau melihat patung burung merpati yang terbuat dari kayu, maka beliau mematahkan patung itu dengan tangannya, lalu
membuangnya. Setelah itu beliau berhenti di pintu Ka'bah, sedangkan semua orang dalam keadaan tenang dan diam dengan penuh hormat kepada Nabi Saw.; semuanya berada di masjid. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa salah seorang Ahlul Ilmi telah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah Saw. bersabda ketika berdiri
di depan pintu Ka'bah: Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Dia lelah menunaikan janji-Nya kepada hamba-Nya, dan telah menolong hamba-Nya dan telah mengalahkan pasukan yang bersekutu sendirian. Ingatlah, semua dendam atau darah atau harta yang didakwakan berada di bawah kedua telapak kakiku ini, kecuali jabatan Sadanalul Ka'bah (pengurus Ka'bah) dan Siqayatut Haj
(pemberi minum jamaah haji).[4]

Ibnu Ishaq melanjutkan kisah hadis sehubungan dengan khotbah Nabi Saw. pada hari itu, hingga ia mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. duduk di masjid. Maka menghadaplah kepadanya Ali ibnu Abu Talib seraya membawa kunci pintu Ka'bah. Lalu Ali berkata, "Wahai Rasulullah, serahkan sajalah tugas ini kepada kami bersama jabatan siqayah, semoga Allah melimpahkan salawat kepadamu."
Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Di manakah Usman ibnu Talhah?" Lalu Usman dipanggil. Setelah ia menghadap, Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Inilah kuncimu, hai Usman, hari ini adalah hari penyampaian amanat dan kebajikan.
 Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain, dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij sehubungan
dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Usman ibnu Talhah. Rasulullah Saw. mengambil kunci pintu Ka'bah darinya, lalu beliau masuk ke dalam Ka'bah; hal ini terjadi pada hari kemenangan atas kota Mekah. Setelah itu beliau Saw. Keluar dari dalam Ka'bah seraya membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58),
hingga akhir ayat. Lalu Rasulullah Saw. memangggil Usman dan menyerahkan kepadanya kunci tersebut. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. keluar dari dalam Ka'bah seraya membaca firman-Nya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58)

Maka Umar ibnul Khattab berkata, "Semoga Allah menjadikan ayah dan ibuku sebagai tebusan beliau. Aku tidak pernah mendengar beliau membaca ayat ini sebelumnya."
Telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Az-Zunjr ibnu Khalid, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Nabi Saw. Menyerahkan kunci pintu Ka'bah kepada Usman seraya berkata, "Bantulah dia oleh kalian (dalam menjalankan tugasnya sebagai hijabatul bait)."[5]
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58)

Ketika Rasulullah Saw. membuka kota Mekah, beliau memanggil Usman
ibnu Talliah. Setelah Usman menghadap, beliau bersabda, "Berikanlah kunci itu kepadaku." Lalu Usman ibnu Talhah mengambil kunci itu untuk diserahkan kepada Nabi Saw. Ketika ia mengulurkan tangannya kepada Nabi Saw., maka Al-Abbas datang menghampirinya dan berkata, "Wahai Rasulullah, semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, berikanlah jabatan sadanah ini bersama jabatan siqayah
[6]kepadaku." Maka Usman menarik kembali tangannya, dan Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Usman, serahkanlah kunci itu kepadaku." Maka Usman mengulurkan tangannya untuk menyerahkan kunci. Tetapi Al- Abbas mengucapkan kata-katanya yang tadi, dan Usman kembali menarik tangannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:




"Hai Usman, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, serahkanlah kunci itu." Maka Usman berkala, "Terimalah dengan amanat dari Allah."
Rasulullah Saw. berdiri dan membuka pintu Ka'bah, dan di dalamnya beliau menjumpai patung Nabi Ibrahim a.s. sedang memegang piala yang biasa dipakai untuk mengundi. Maka Rasulullah Saw. bersabda:

Apakah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik ini, semoga Allah melaknat mereka, dan apakah kaitannya antara Nabi Ibrahim dengan piala ini?

Kemudian Nabi Saw. meminta sebuah panci besar yang berisikan air, lalu beliau mengambil air itu dan memasukkan piala itu ke dalamnya berikut patung tersebut. Lalu beliau mengeluarkan maqam Ibrahim dari dalam Ka'bah, kemudian menempelkannya pada dinding Ka'bah. Pada mulanya maqam Ibrahim ditaati di dalam Ka'bah. Setelah itu
beliau bersabda:

Hai manusia, inilah kiblat.'

Selanjurnya Rasulullah Saw. keluar, lalu melakukan tawaf di Ka'bah sekali atau dua kali keliling. Menurut apa yang disebutkan oleh pemilik kitab Bardul Miftah, setelah itu turunlah Malaikat Jibril. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. (An-Nisa: 58),  hingga akhir ayat.

Demikian menurut riwayat yang terkenal, yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Pada garis besarnya tidak memandang apakah ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut atau tidak, makna ayat adalah umum. Karena itulah Ibnu Abbas dan Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan bahwa amanat ini menyangkut orang yang berbakti dan orang yang durhaka. Dengan kata lain, bersifat umum merupakan perintah terhadap
semua orang. Firman Allah Swt.:
dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kalian menetapkan dengan adil. (An-Nisa: 58)[8]

Hal ini merupakan perintah Allah Swt. yang menganjurkan menetapkan hukum di antara manusia dengan adil. Karena itulah maka Muhammad ibnu Ka'b, Zaid ibnu Aslam, dan Syahr ibnu Hausyab mengatakan bahwa ayat ini diturunkan hanya berkenaan dengan para umara, yakni para penguasa yang memutuskan perkara di antara manusia. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
Sesungguhnya Allah selalu bersama hakim selagi ia tidak aniaya; apabila ia berbuat aniaya dalam kepuiusannya, maka Allah menyerahkan dia kepada dirinya sendiri (yakni menjauh darinya).
Di dalam sebuah as"ar disebutkan:
Berbuat adil selama sehari lebih baik daripada melakukan ibadah empat puluh tahun.
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. (An-Nisa: 58)[9]
            Dan dilanjutkan dalam kitab djalalin dikatakan bahwa abu talhah masuk islam ketika rasulullah saw, menyerahkan jabatan yang cukup terpandang kepada yang berhak, padahal waktu itu islam yang berkuasa.[10]

b.    Sasaran ayat
 ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr&

Dalam kitab al-Maraghy dijelaskan :
Pertama : amanat hamba dengan tuhannya ; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadnya untuk dipelihara. Berupa melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi laranganNya dan menggunakan segala perasaan dan anggota badannya untuk hal hal yang bermanfaat baginya dan mendekatkannya kepada Tuhan. Didalam atsar dikatakan bahwa seluruh maksiat adalah khianat kepada Allah.
Kedua     :  amanat hamba dengan sesama manusia, di antaranya adalah mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umunya dan pemerintah.
                       Dan termasuk dalam ayat  ini adalah keadilan para umara terhadap rakyatnya dan keadilan para ulama terhadap orang orang awam dengan membimbing mereka dengan keyakinan dan pekerjaan bagi mereka di dunia dan di akhirat. Seperti pendidikan yang baik, mencari rezeki yang halal, memberikan nasihat dan hukum-hukum yang menguatkan keimanan, menyelamatkan mereka dari berbagai kejahatan dan dosa, serta mendorong mereka untuk melakukan ebaikan dan kebajikan. Seperti juga keadilan suami terhadapistrinya, seperti tidak menyebarkan rahasia masing masing pihak, terutama rahasia khusus mereka yang biasanya tidak pantas diketahui orang lain.

Ketiga        :   amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dunianya, tidak melancung mengerjakanhal yang berbahaya baginya didunia dan akhirat, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk para dokter. Hal terakhir ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.
#sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/
“Dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia maka menetapkan hukum yang adil”

Di dalam banyak ayat, Allah ta’ala memerintahkan supaya menegakkan keadilan. Di antaranya seperti didalam ayat ini :



4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 (
8.  Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.

(#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/
135.  , jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,

(#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ
9.  , damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Pemutusan perkara diantara manusia mempunyai banyak jalan, dan bertahkim (arbritasi) kepada seseorang untuk memutuskan perkara antara dua orang yang bersengketa dalam perkara tertentu.[11]
Untuk memutuskan perkara dengan adil memerlukan beberapa hal :
Pertama : memahami dakwaan dari si pendakwa  dan jawaban dari si terdakwa, untuk mengetahui pokok persengketaan dengan bukti-bukti dari kedua orang yang bersengketa.
Keduan  :  hakim tidak berat sebelah kepada salah satu pihak diantara kedua orang yang bersengketa
Ketiga  : hakim mengerti tentang hukum yang telah digariskan oleh Allah untuk memutuskan perkara diantara  manusia berdasarkan contoh dari al-kitab sunnah maupun ijma’ ummat. 
Keempat  :  mengangkat orang orang yang mampu mengemban tugas hukum untuk menghukumi.

            Kaum muslimin telah diperintahkan supaya menegakkan keadilan dalam hukum, perkataan, perbuatan dan akhlaq. Allah ta’ala berfirman :
( #sŒÎ)ur óOçFù=è% (#qä9Ïôã$$sù öqs9ur tb%Ÿ2 #sŒ 4n1öè% (
152.  . dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519],


Kemudian allah menerangkan kebaikan keadilan dan penyampaian amanat. Dia berfirman :

انٌ الله نعمٌا يعظكم به
Sebaik baik sesuatu yang dinasihatkan kepada kalian adalah menyampaikan amanat dan memutuskan perkara dengan adil diantara manusia. Sebab, dia tidak menasihatkan kecuali yang mengandung kebaikan, keberuntungan dan kebahagiaan kalian di dunia dan akhirat.

   انٌ الله كان سميعا بصيرا                            

Kalian wajib menjalankan segala apa yang diperintahkan dan dinasihatkan Allah, karena dia lebih mengetahui daripada kalian tentang segala apa yang terdengar dan terlihat. Jika kalian memutuskan perkara dengan adil, maka sesungguhnya Dia maha mendengar tentang keputusan itu. Dan jika kalian menyampaikan amanat, maka sesungguhnya Dia maha Melihat hal itu.

Disini tersirat janji yang agung bagi orang yang taat, ancaman yang berat bagi orang yang durhaka.hal ini di isyaratkan oleh sabda rasulullah SAW :
beribadahlah kepada Allah seakan akan kamu melihatNya, jika kamu tidak data melihatNya, sesungguhnya dia melihatmu. ”
Disini tersirat pula isyarat supaya para hakim dan pemerintah memperhatikan perkara huku, karena Dia telah menyerahkan kepada mereka tugas memperhatikan berbagai maslahat para HambaNya.

 

[519]  maksudnya mengatakan yang Sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri.
G.PESAN HUKUM AYAT EKONOMI

Seorang pedagang terkadang berbohong dalam menjelaskan barang dagangannya dan mencantumkan harganya. Perdagangan yang kita kenal dewasa ini dibangun atas dasar ketamakan yang sangat tinggi, di mana si pedagang berusaha menjual barang dagangannya dengan harga yang paling tinggi, sementara si pembeli menginginkan harga yang paling murah, akhirnya egoismelah yang melingkupi aktifitas jual beli, perdagangan dan marketing mereka. Agama Islam sangat membenci model perdagangan yang tamak seperti ini, model perdagangan yang dikotori dengan sia-sia dan pertentangan[12]. Rasulullah saw bersabda

“Dua orang yang melakukan jual beli memiliki hak khiyar (yaitu melanjutkan atau menangguhkan akad jual belinya) selama keduanya masih belum berpisah, jika keduanya jujur dan berterus terang dengan jual- belinya maka Allah swt memberkati jual- beli keduanya, jika keduanya berdusta dan menyimpan suatu rahasia, maka jika keduanya mendapatkan suatu keuntungan Allah swt akan menghilangkan keberkahan
jual-beli keduanya”,
 (HR Imam Ahmad bin Hambal).

Beliau juga menjelaskan :

“haram bagi seorang muslim yang menjual barang dagangannya, ia mengetahui ada
cacat padanya, kecuali jika ia memberitahukan kondisi barang dagangannya”,
(HR Imam Bukhori).





H. PESAN AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA DALAM PERSOALAN EKONOMI

Terkadang manusia lupa bahwa ketika dia melaksanakan kegiatan jual beli ( kegiatan ekonomi ) mereka lupa bahwa amanah mereka ialah jujur dalam bertransaksi dan selalu berniat  lillahi ta’ala. Kutipan dari artikel diatas telah cukup jelas menguraikan bahwa kebanyakan contoh dari sifat manusia dalam berdagang.
Namun, Allah telah menyampaikannya kepada kita semua melalui ayatnya yaitu menyampaikan amanat kepada ahlinya[13] dan apabila kita melanggarnya maka balasan dari Allah juga akan menyertainya.
Firman Allah :
×@÷ƒur tûüÏÿÏeÿsÜßJù=Ïj9 ÇÊÈ
1.  Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang[1561],


Sesuai dengan sabda rasulullah Saw. :


“Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda : hendaklah kamu menyampaikan hak kepada penerimanya hingga kawanan satu domba menuntut balas dari kawanan domba yang lain” 

Dari paparan diatas cukup jelas bahwa seorang pedagang  itu mempunyai amanah dari Allah yang untuk disampaikan kepada pembeli, amanahnya berupa berlaku jujur dalam menjual dan tidak melakukan apa-apa yang dilarang Allah dalam berjual beli, seperti Riba, Maysir, Ghurur dll.

I.    KESIMPULAN
Pesan dan konteks ayat ini sangat luas yaitu membahas amanah  dari segala aspek. Baik dari segi ekonomi, kehidupan, hubungan antara manusia begitu juga hubungan manusia kepada tuhannya.
Dan yang perlu kita garis bawahi ialah, bahwa sejak kita lahir kita sudah memiliki amanah dari Allah secara potensial sebelum kelahirannya dan secara actual sejak dia akhil baligh sesuai dengan firman Allah :
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur šú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
72.  Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,

Maka untuk itu penuhilah amanah-amanah yang telah disampaikan kepada kita semua, sesuai dengan posisi dan eksistensi kita masing masing dalam kehidupan ini, sebab ketika orang yang tidak melaksanakan amanah ialah orang yang khianatdan orang yang sanggup menjalani amanah ialah orang yang jujur






[1233]  yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan


J.  PENUTUP

Dari pembahasan di atas terbukti bahwa pemberlakuan ajaran islam tentang amanah melalui ayat ayat dan hadits hadits, semua amanah itu harus di tunaikan. Dan setelah ditunaikan, maka sampaikanlah kepada Ahlinya[14] . dan seseorang juga harus dituntut untuk berlaku adil pada setiap manusia, baik se agama maupun diluar agama[15].
Kemudian kontekstualisanya terhadap ekonomi ialah, ke ihsanan seseorang dalam melakukan kegiatan ekonomi lah yang di tuntut oleh agama. Sesuai sabdanya:

beribadahlah kepada Allah seakan akan kamu melihatNya, jika kamu tidak data melihatNya, sesungguhnya dia melihatmu. ”

Dengan menanamkan keyakinan demikian, maka insyaallah seseorang manusia itu tidak akan melakukan khianat dalam melakukan kegiatan apapun, baik melakukan penjualan ataupun kegiatan ekonomi lainnya.
Demikianlah makalah ini disampaikan oleh pemakalah, mudah-mudahan kita semua dapat memahami makna dari ayat tersebut dan kontekstualisasinya dalam ekonomi maupun asbabun nuzuldari ayat ini. Dan semoga ada manfaatnya bagi kita semua, mohon ampun saya kepada Allah apabila terjadi kesalahan dari segi apapun, saya akhiri wabillahi taufiq walihidayah wassalamu’alaikum



[1] Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc, MA.
(Lulusan Program SI & S II, Fak. Ushuluddin, International Islamic University Islambad, Pakistan Dan Dosen Ma'had Aly An-Nu'aimy,  STID DI Al-Hikmah, Jakata Selatan).


[2] Lihat tafsir almishbah volume 2  kelompok VIII ayat 58, hal 480
[3] dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.
[4] Tafsir Ibnu Kasir jilid II 256
[5] Tafsir Ibnu Kasir jilid II 257

[6] HR. Bukhori
[7] HR. bukhori
[8] Tafsir Ibnu Kasir jilid II 259


[9] Tafsir Ibnu Kasir jilid II 259
[10] Tafsir as-showi , ini merupakan pengembangan dari kitab jalalain..
[11] Kitab al-marhagy jilid II hal 115
[12]  Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc, MA.
(Lulusan Program SI & S II, Fak. Ushuluddin, International Islamic University Islambad, Pakistan Dan Dosen Ma'had Aly An-Nu'aimy,  STID DI Al-Hikmah, Jakata Selatan).

[13]  Lihat hal 19-21

[1561]  yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.

[14] .lihat hal 19-21
[15]  Lihat tafsir almishbah volume 2  kelompok VIII ayat 58, hal 480