Oleh: Salma Rodliyatu Zalfa
Pada pokoknya mendirikan suatu bangunan itu dmulai dengan
meletakkan fondasi (foundation) yang kuat. Di atasnya dibangun lantai dasar
(ground floor). Di atas lantai dasar ditegakkan tiang-tiang penyengga (pillar).
Dalam sistem rumah Jawa, pendopo di bagian tengannya ditegakkan 4 tiang utama yang
disebut soko-guru (main pillar). Lalu dibangun flafon (plafond). Dan paling
atas dibangun atap (roof). Pada bangunan rumah itu tentu ada pintu-pintu (door)
yang merupakan ruang masuk dan keluar dan jendela (window) yang menghubungkan
ruang dalam dan dunia luar. Sudah barang tentu masalahnya adalah, bagaimana
menginterpretasi bangunan rumah atau gedung itu dengan bangunan ekonomi yang
sifatnya abstrak. Interpretasi itu adalah material atau bahan-bahan bangunan.
Dalam Ekonomi Islam, bahan bangunan itu adalah ajaran Islam yang bersumber dari
al Qur’an dan Sunah serta tradisi pemikiran yang telah dikembangkan oleh para
ulama, filsuf dan tindakan-tindakan para pemimpin Islam, seperti para sahabat
dan pemimpin-pemimpin berikutnya yang dicatat dalam sejarah perkembangan
perekonomian. Suroso Imam Djazuli dari Universitas Erlangga bahkan berpendapat bahwa
hakekat Ekonomi Islam itu adalah praktek kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
Nabi dan para sahabatnya. Bahkan telah terbit sebuah buku mengenai praktek
ekonomi yang ditegakkan oleh Abu Bakar, Khalifah Umar bin Thottob, dan
pandangan-pandangan seorang sahabat penting seperti Abu Zar al Ghifari yang
dijuluki pelopor sosialis Islam. Dari pandangan itu nampak dua eleman bangunan Ekonomi
Islam, yaitu elemen normatif dan elemen historis-sosiologis.
Sebagai diskursus (discourse) studi Ekonomi Islam pada pokoknya
mengakut dua bidang kajian dan penelitian. Pertama kajian dan penelitian
tentang realitas yang telah terjadi dan mencapai tingkas diskursus, yaitu
kajian mengenai Ekonomi Islam sebagai Ekonomi Syari‟ah. Kedua, tentang Ekonomi Islam
sebagai Ekonomi Institusional yang mencakup gagasan Ekonomi Islam secara komprehensif.
Kajian ini akan menghasilkan konsep Ekonomi Islam sebagai sistem Ekonomi Moral
Pasar Sosial. Berbeda dengan konsep ekonomi konvensional yang bebas nilai,
hanya mencakup aspek kelembagaan, Ekonomi Islam, sebagai ekonomi yang berbasis
nilai (value-based economics) mencakup aspek mentalitas yang bersumber pada
nilai. Dewasa ini, studi Ekonomi Syari‟ah yang sebenarnya juga berbasis nilai
itu, masih terbatas pada aspek kelembagaan, khususnya lembaga perbankan dan keuangan.
Karena itu maka agenda studi Ekonomi Islam di masa mendatang perlu mengarah
kepada kajian Ekonomi Islam sebagai Ekonomi Kelembagaan.
Dalam realitas, Ekonomi Syari‟ah memiliki nilai instrumental yang
tinggi karena sudah dilaksanakan dengan berhasil, walaupun masih terbatas yang diindikasikan
oleh pangsa pasar pengelolaan sumberdaya keuangan, yaitu di Indonesia hanya
sekitar 3,8%. Sementara itu, pengembangan pangsa pasar itu terganjal dengan
keterbatasan modal domestik. Karena itu dewasa ini diperlukan pengembangan visi
dan misi Ekonomi Islam yang baru.
Dalam visi dan misi baru itu maka ukuran keberhasilan ekonomi tidak
terbatas pada ukuran pertumbuhan ekonomi, tetapi mencakup 5 aspek: (1) Economic
and Social Inclution atau Demokrasi Ekonomi (Economic Democracy) atau
Partisipasi Ekonomi (Participatory Economy), (2) Kemandirian Ekonomi (Economic
Independency) (3) Kualitas Hidup Manusia (Quality of Life) atau kemartabatan
Hidup Manusia (Himan Dignity) (4) Keadilan Sosial (Social Justice) dan keamanan
sosial-Ekonomi (Social and Economic Security), (5) Pembangunan Berkelanjuitan
(Sustainable Development). Dengan demikian maka agenda studi Ekonomi Islam
tidak hanya mencakup pembangunan ekonomi (economic development), melainkan juga
pembangunan manusia seutuhnya (total human development) sebagai visi baru
pembangunan yang tidak hanya menyangkut aspek material, melainkan juga aspek
kebudayaan (cultural) dan kerohanian (spiritual). Karena itu, maka yang pertama
perlu dilakukan adalah redifinisi Ekonomi Islam sebagai ilmu tentang perilaku
manusia dalam pengelolaan sumberdaya, dengan cara menghindari kegiatan yang
buruk dan melakukan kegiatan yang baik, guna mencapai keselamatan, perdamaian,
dan kesejahteraan hidup manusia (falah).
0 komentar:
Post a Comment